Sebelum Echa menyelesaikan kalimatnya, tanpa disangka Niko membungkam bibir Echa begitu saja. Seperti tidak ingin mendengar kelanjutan perkataan sang istri.Niko tidak peduli dengan kesepakatan pernikahan itu. Setahunya dia berhak menyentuh Echa yang sudah resmi menjadi istrinya.“Ni .. eumm ..” Meski sudah berusaha pasif tidak membalas pagutan bibir Niko, tapi benteng pertahanan Echa mulai runtuh.“Aku sangat mencintaimu,” ucap Niko lembut sambil melanjutkan aktivitasnya dengan mengecup leher indah sang istri.Echa semakin berada dalam Kungkungan Niko. Apalagi mendengar ucapan cinta dari lelaki itu membuat respon tubuhnya tidak sejalan dengan pikirannya. Akhirnya dia menikmati setiap aktivitas panas yang dilakukan sang suami.“Malam ini dan seterusnya jadi milik kita berdua,” ucap Niko sambil mengangkat tubuh Echa, menggendongnya ala bridel style ke arah kasur yang letaknya tak jauh dari mereka.Seolah terhipnotis, Echa mengalungkan tangannya di leher Niko. Lalu memejamkan matanya sa
Echa menggelengkan kepala dan berteriak, “Tidak!” Niko terkekeh pelan, “Karena tadi malam kita sudah melakukannya, hari ini kita libur dulu.” “Nggak! Aku nggak mau!” Semakin Echa menolak, semakin Niko ingin mengerjainya. “Kalau begitu aku akan menyentuhmu setiap hari tanpa izin darimu.” “Niko? Pernikahan ini hanya–” Lagi-lagi ucapan Echa terhenti oleh serangan kilat ciuman lelaki itu. Napas Echa tak beraturan. Niko benar-benar bisa menjinakkannya. Lelaki itu tidak pernah memberikan kesempatan setiap kali dirinya ingin mengingatkan bahwa pernikahan ini hanya sementara. *** Beberapa jam kemudian, mereka tengah sarapan di resto hotel. “Abis ini antarkan aku pulang. Aku mau ambil berkas-berkas. Hari ini aku ada interview kerja di WARA Corp,” ucap Echa. “WARA Corp?” tanya Niko, dan dengan cepat Echa mengangguk. “baiklah aku akan mengantarmu ke sana.” “Nggak perlu.” Setelah pernikahan, Echa tidak ingin sering bersama Niko, karena sudah pasti orang-orang di luar sana akan menghi
Hesti menggelengkan kepala, menatap Niko seperti orang gila. Semua yang ada di dunia ini bisa dia miliki dalam hitungan detik?“Pfft … hahaha!”Hesti tertawa membayangkan Niko bisa melakukan semua itu. Fantasi lelaki itu terlalu ketinggian.“Bisa lebih realistis gak ngarangnya? Biar apa? Biar aku bilang wow gitu? Biar kamu bisa membodohiku? Biar kamu dapat restu dariku? Sorry ya, aku bukan anak kecil yang gampang dibodohi!” Niko hanya tersenyum mendengar ledekan Hesti. Dia tidak mungkin membuktikan ucapannya detik ini juga. Lagipula dia sangat mengenal Mama mertuanya yang memiliki sifat matre. Tentu dia tidak ingin wanita itu memanfaatkannya.Hesti menghentikan tawanya dan kembali memasang wajah galaknya, “Ingat, Niko! Jangan pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluarga ini! Statusmu hanya menantu palsu, karena yang pantas menjadi menantuku adalah keturunan orang kaya! Bukan orang kere macam kamu!”Niko tak menanggapi cacian Hesti. Dia lebih memilih masuk ke dalam, “Baik, aku
“Kami kekurangan petugas kebersihan. Sepertinya kamu cocok di posisi itu,” ucap Melda akhirnya.“Melda? Apa maksud kamu?” tanya Echa heran.Tiba-tiba Melda tertawa keras, “Apa maksudku? Apa masih kurang jelas? Wanita murahan kayak kamu mau jabatan bagus di WARA Corp? Jangan mimpi!”“Melda?” Echa menatap tak percaya. “Kenapa kamu malah menghinaku?”“Menghinamu? Itu fakta, Echa. Statusmu berubah jadi wanita murahan setelah menikahi pembantumu sendiri. Hina sekali dirimu, hahaha …” Melda tertawa puas.Echa menggeleng-gelengkan kepala. Dia amat kecewa pada Melda. Awalnya dia pikir Melda adalah teman yang baik, tetapi nyatanya sebelas dua belas dengan kebanyakan orang yang menertawakan keterpurukannya.“Apa aku pernah punya masalah denganmu? Perasaanku nggak, tapi kenapa kamu seperti ini?” tanya Echa masih tak percaya.Melda membalasnya dengan menatap tajam pada Echa, “Sejak kuliah aku sudah nggak suka kepadamu! Sok pintar, sok cerdas, jadi duta kampus pula!” ungkapnya kemudian mencibir.
Aldi hanya mendengus miring, “Lama-lama aku ketularan penyakit gilamu. Minggir kamu.” Aldi bergerak maju bersama dengan pacarnya sambil menutup hidungnya saat melewati lelaki itu.Niko tidak ambil pusing. Dia memilih untuk mengambil ponselnya di saku celana dan memeriksa emailnya untuk mendapatkan informasi mengenai WARA Corp.WARA Corp, penanggung jawabnya: Danang. Nomor telepon: 0856 ….Di saat itu pula Niko langsung menghubungi Danang.“Halo, ini siapa?” Tiba-tiba telepon Niko tersambung dengan Danang.“Kamu Danang? Aku Niko Pram, Cucu Kakek Abraham. Sekarang aku berada di depan WARA Corp.” “Pak … Pak Niko? Baik, Tuan. Saya akan segera keluar,” ucap Danang dari seberang telepon.Tak berselang lama, seorang pria paruh baya berpakaian jas rapi berlarian keluar dari dalam perusahaan.“Pak Niko, selamat datang di WARA Corp.” Lelaki paruh baya yang menjadi orang paling dihormati itu menunduk penuh hormat di hadapan lelaki yang berpakaian lusuh.Danang sebelumnya mendapat kabar dari Da
“Benar.” Niko membalasnya dengan anggukan kecil sambil menatap wajah wanita itu. “dan kalau tidak salah, kamu temannya Echa?” Melda tersenyum miring lalu menjawab, “Sekarang tidak lagi. Mulai besok aku akan menjadi atasannya. Bintang kampus sok pintar itu akan menjadi kacungku hahaha ….” Niko mengernyit, “Apa maksudmu?” “Aku staff HRD yang mewawancarai Echa.” Melda tak lupa menyombongkan diri. “istrimu barusan datang ke sini mengemis-ngemis minta pekerjaan kepadaku. Sangat-sangat menyedihkan sekali hidupnya, ditambah dapat suami kere kayak kamu, hahaha ….” Melda tak henti-hentinya tertawa, seolah ada kepuasan tersendiri. Niko merasa ada sesuatu yang tidak beres, akan tetapi dia lebih mengkhawatirkan Echa. “Dimana istriku?” tanya Niko. Melda berdecih sinis, “Aku bos-nya bukan bodyguard-nya. Mungkin dia melayani Om-Om di luar sana buat cari–” “Jaga mulutmu!” Ekspresi Niko spontan berubah drastis. Dia menatap wanita itu dengan tatapan dingin. “meskipun kamu wanita, aku tidak segan
Echa pergi dari rumah itu. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Saat ini, dia begitu marah dan sedih dengan situasi seperti ini.‘Aku harus gimana?!’ Echa menjerit dalam hati. Air matanya semakin deras mengalir membasahi pipi.Saat pikirannya kacau, terdengar bunyi klakson dari mobil lain. Awalnya Echa menghiraukan, akan tetapi bunyi klakson itu semakin kencang dan diulang-ulang.Echa sedikit terkejut melihat sebuah mobil tiba-tiba memepet mobilnya, seolah memberi syarat kepadanya untuk berhenti. “Siapa sih?!” Echa yang sama sekali tidak curiga sedikitpun, lantas dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.“Siapa mereka?” Echa memicingkan mata. Dia mulai menaruh curiga saat dua laki-laki berbadan besar memakai seragam turun dari mobil itu dan menghampiri mobilnya.Salah satu orang itu mengetok kaca mobilnya dan berkata, “Buka pintunya!”Echa pun membuka kaca mobil kemudian berkata, “Kalian siapa? Dan ada keperluan apa kalian–”“Kami pihak bank,” potong orang itu sambil
“Kamu bekerja untukku, bukan?” Niko memotong ucapan lawan bicaranya.“Baiklah jika itu yang kamu inginkan.”Setelah mendengarkan jawaban dari lawan bicaranya, Niko memutus sambungan telepon. Dia lalu berganti menghubungi nomor telepon yang berbeda.“Halo?” Tak berselang lama telepon itu tersambung.“Halo? Aku ingin membayar tagihan pasien bernama Fikram. Seluruhnya,” ucap Niko begitu serius. “segera lakukan operasi lanjutan.”***Malam harinya, tanpa sepengetahuan suaminya, Echa berangkat ke sebuah hotel untuk menghadiri acara reuni. Semenjak pernikahannya dengan Niko, namanya menjadi bahan hinaan banyak orang, tak terkecuali adalah teman-temannya sendiri. Kalau saja bukan karena mencari pinjaman untuk biaya operasi sang Papa, dia tidak akan mau datang ke acara ini.“Echa, kamu ‘kan sudah nikah nih. Terus, kamu kok datang sendirian? Di mana suamimu?” tanya salah satu temannya.Tak menunggu Echa menjawab, Melda yang juga bergabung dalam acara reuni langsung menyahut, “Ya jelas Echa ga