Share

06

Nesa terus memandangi laptop milik Misel yang berhasil ia pinjam dengan cara merayu selama hampir satu jam. dengan tatapan menanti, setiap kali ia menggulir halaman website yang sedang ia buka, detak jantungnya berdetak tak karuan.

Sudah hampir dua jam gadis itu terus memandangi layar laptop namun tak ada satu pesan pun yang masuk, gadis itu mengerang frustasi. Ia memutuskan untuk menutup website lowongan pekerjaan lalu dengan kesal ia membanting tubuhnya ke belakang, sehingga kini punggungnya dengan kasar menyentuh dinding.

"Gila ini gua, beneran gelandangan."

Gadis itu benar benar di buat frustasi, semua usahanya terlihat sia sia, ia sudah mengirimkan CV kepada hampir dua puluh perusahaan, sepuluh cafe, dan juga beberapa bar.

Namun nyatanya Nesa tak yang bisa menunggu lebih lama lagi, dengan kesal gadis itu kembali menegakkan punggungnya, lalu mencatat beberapa alamat yang akan ia kunjungi.

Bermodal nekat dan juga uang hutang pada Misel sebagai modal untuk pergi keluar, Nesa kini sedang tengah mempersiapkan diri. Memoleskan lipstick tipis ke bibir mungilnya lalu menyisir rapih rambut panjangnya.

Dengan segera Nesa mengambil satu jas yang untungnya ia masukan kedalam koper, lalu memakainya dengan perasaan tak karuan. Namun gadis itu terhenti sejenak, lagi lagi ia sadar akan satu hal, ia melupakan sepatu miliknya, jika kembali ke rumah ia akan kekurangan ongkos, lalu gadis itu kembali menimang akan kah ia meminjam sepatu misel.

Gadis itu keluar dari kamarnya, seolah tak mau mengulang kesalahan yang lalu, Nesa berjalan mengendap-endap menuju kamar Misel, lalu gadis itu mengetuk beberapa kali, tak ada jawaban, karena penasaran Nesa menempelkan telinganya ke pintu, namun gadis itu tak mendengar apapun, dengan perlahan Nesa memutar knop pintu di hadapannya. Dan saat pintu hampir terbuka suara seseorang dari belakang mengagetkan dirinya.

"Ngapain?"

Tubuh Nesa membeku, suara gadis di belakangnya membuat dirinya sedikit takut. Namun dengan perlahan Nesa memutar badannya, dan tersenyum seperti orang bodoh.

"Beb, pinjam sepatu dong, gua mau coba daftar kerja." Nesa menatap temannya dengan tatapan memohon, ia sangat amat berharap, semoga sama Misel masih mau berbaik hati.

"Aduh aduh, yaudah sana ambil di tempat biasa, gua mau tidur."

Misel berjalan memasuki kamar, membuat Nesa tersenyum lebar, saat pintu telah tertutup gadis itu berteriak. "Terimakasih sayang, love you!"

Dengan langkah lebar Nesa segera bersiap, tak perlu waktu lama, gadis itu segera keluar dari rumah Misel, gadis itu mencoba menyusuri jalan berharap menemukan tempat pekerjaan, mata gadis itu terus menelusuri tiap sela, memasuki setiap warung berharap warung tersebut membutuhkan pegawai baru.

Tanpa Nesa ketahui, ada sebuah mobil yang kini tengah mengikutinya, di manapun Nesa pergi mobil itu selalu mengikuti, di dalam mobil itu terdapat seorang pria paruh baya yang kini hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya.

Selama beberapa kilometer, gadis itu masih terus melangkah, lama kelamaan hati Rafli semakin tak tega, akhirnya pria itu menghubungi ponsel sang anak.

Di dering ke empat panggilan itu mulai di angkat, dengan segera suara Nesa memasuki telinganya. "Halo?"

"Selamat siang." Rafli meralat, hal itu membuat Nesa menghembuskan nafas kasar.

Gadis itu menggembungkan pipinya sebelum kembali bersuara. "Selamat siang, tuan Rafli."

Mata Rafli terus mengamati gerak gerik sang anak yang kini tengah berjalan menuju salah satu minimarket.

"Kamu ngapain?"

Nesa yang tengah membuka lemari pendingin pun menghentikan pergerakannya, mata gadis itu melirik ke sekitar, namun ia tak menemukan kejanggalan. "Ngapain gimana?" Nesa menjepit ponselnya antara kepala dan bahu, ia mengulurkan tangannya untuk mengambil sebotol minuman dingin.

"Kamu ngapain siang siang keluyuran."

Nesa mencibir kesal, lalu gadis itu melangkah menuju kasir. Ia meletakkan minuman yang ia beli, lalu mengeluarkan selembar uang untuk membayar minuman tersebut, setelah membayar gadis itu kembali keluar dari minimarket.

Membenarkan posisi ponselnya lalu menjawab pertanyaan sang papa. "Aku keluyuran malam salah, keluyuran siang salah, gimana sih pa."

Rafli dari dalam mobil mengamati penampilan sang anak, dari sana pria itu tertawa, dan suara tawanya sampai pada telinga Nesa.

Gadis itu menjauhkan ponselnya, dahinya mengernyit heran, ia memastikan jika panggilan dengan sang papa masih terhubung, namun untuk alasan apa papa nya tertawa, alasan dirinya? Buka. Sesuatu yang lucu bagi Nesa.

"Papa kenapa?"

Rafli masih tertawa, dari sudut matanya, sang anak terlihat begitu aneh, menggenakan kemeja berwarna peach yang di padukan dengan jas berwarna hitam, celana kain berwarna hitam dan juga sepatu yang terlihat sangat kebesaran di kaki Nesa membuat pria itu terbahak, sangat berbeda dari penampilan yang selalu Nesa kenakan.

"Kamu ngapain? Kaya orang orangan sawah tau ngga."

Nesa menyingkirkan anak rambut yang menganggu pandangannya, mata gadis itu melirik kanan kiri, mencari keberadaan sang papa. "Papa di mana?"

Rafli menghentikan tawanya, lalu ia memutuskan mematikan panggilan tersebut, hal itu membuat Nesa semakin merasa aneh dengan kelakuan sang papa, akhir akhir ini sikap papanya sangat aneh, apa semua ada hubungannya dengan pria asing itu.

Nesa berjalan menuju bangku yang berada di depan minimarket tersebut, gadis itu harus beristirahat, ia telah menempuh jarak yang amat jauh, di tambah sepatu kebesaran milik Misel membuat langkahnya semakin tak nyaman.

Krek...

Suara botol plastik terbuka, dengan segera Nesa menegak isi botol tersebut, membiarkan minuman tersebut memanjakan tenggorokannya, menghilangkan rasa haus yang ia rasakan.

"Ahh.." Nesa memejamkan matanya, ia merasa segar sekarang.

Kini gadis itu baru menyadari jika kehidupan di luar sangat amat tak mudah, hal itu membuat dirinya sedikit kesal, tak seharusnya ia mengambil jalan ini namun jika Nesa pikir ulang, pilihannya tak salah, masadepan adalah miliknya dan Nesa akan mencoba mencari jalan yang tepat untuk dirinya.

Kreek..

Suara decitan di hadapannya membuat gadis itu mendongak, matanya terbelalak saat melihat sang papa kini duduk di hadapannya.

Nesa menegakkan tubuhnya, lalu ia memajukan tubuhnya untuk melihat lebih dekat pria yang kini duduk di hadapannya, memastikan jika ini bukan hanya halusinasi belaka.

"Papa?"

"Apa?" Rafli terkekeh, pria itu mengambil botol milik Nesa, lalu pria itu menegak beberapa kali.

"Ngapain?"

Rafli menutup botol minuman tersebut, lalu menatap sang anak dengan tatapan kasian. "Kamu yang ngapain, coba cari kerja? Sekarang cari kerja susah, Nes. Kamu punya skill apa? Ngeluh sama marah marah doang, ngga ada pekerjaan yang butuhin skill itu."

Mata Nesa membulat sempurna, ucapan papanya benar benar melukai harga dirinya. Namun akhirnya Nesa sadar, jika ia juga tak memiliki skill apapun.

"Papa bisa bantu Nesa? Cari kerja susah pa, bantu Nesa pa, plis."

Tangan gadis itu mengelus pelan punggung tangan sang ayah, hal itu membuat Rafli semakin tak tega.

Melihat tatapan memohon dari sang anak, mau tak mau Rafli mengangguk, melihat itu Nesa berteriak kegirangan.

"Terimakasih pa, terimakasih, papa ter-baik!" Senyum Nesa semakin mengembang kini hidup tak lagi sesulit yang ia kira.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status