“Batal!? Apa maksudmu!?”
Jeritan Bayu, pria yang seharusnya menjadi pasangannya di acara pelaminan besok, mengejutkan semua orang yang ada di ruangan. Namun, Kaira mengacuhkannya, wanita itu justru mengambil ponsel miliknya di dalam tas, dan memainkan sebuah video.
“Ah!”
Tiba-tiba, suara desahan dari video tersebut memenuhi ruangan, membuat orang-orang semakin penasaran.
“Tubuhmu membuatku candu, Melodi.” Nada suara khas, belum lagi erangan yang saling bersahutan, membuat Bayu tak bisa berkutik.
Suara video yang sedang berputar itu bahkan terdengar jelas oleh Wijaya bahkan Widya, pasangan paruh baya yang seharusnya menjadi calon mertuanya, yang kini sudah menatapnya dengan tatapan membunuh.
Kaira yang melihat reaksi semua orang hanya mendecih kecil saja. Terlebih melihat ekspresi Bayu yang mendadak pucat pasi.
“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, sayang,” ucap Bayu mencoba membela diri meski sudah tertangkap basah oleh Kaira. Kaira menggelengkan kepalanya pelan, tidak menyangka kalau Bayu masih saja mengelak.
“Tidak seperti yang aku pikirkan? Jelas-jelas kamu sengaja selingkuh di belakangku, Bayu! Kamu bahkan tega menggunakan ranjang itu untuk berzina! Ranjang yang seharusnya menjadi saksi malam pertama kita!”
Kaira sedikit memundurkan langkah kakinya ketika Bayu semakin mendekatinya. Bahkan, pria itu berani memegangi sebelah lengan Kaira dengan kuat sambil menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bersalah. Kaira yang sudah tahu dan muak dengan semua ini lantas menepis kuat cengkeraman lengan itu.
“Melodi yang merayuku, Kaira! Aku sudah menolaknya!”
“Tapi aku tidak bisa menikah dengan pria tukang selingkuh seperti kamu, Bayu!”
“Kaira, aku minta maaf sayang. Aku benar-benar khilaf. Kamu percaya sama aku, ‘kan?” rayu Bayu penuh permohonan.
Kaira menggeleng dengan tegas, tak ingin percaya segala omongan buaya yang ada di hadapannya. Wanita itu menatap nanar Bayu dari ujung rambut hingga bawah, tidak pernah menyangka bisa mencintai pria seperti ini. Pria yang sudah tega menyakiti hatinya.
“Selama ini aku sudah setia mengabdi kepadamu, Mas. Tapi mengapa ini balasannya!?” luap Kaira penuh kekecewaan.
“Aku tidak sengaja melakukan itu, Kaira,” balas Bayu dengan nada suara memohon. Kaira bahkan terkejut ketika Bayu mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat, mencoba menahannya untuk tidak pergi.
“Lepas!”
“Gak! Aku enggak akan melepaskan ini sebelum kamu maafin aku.”
Kaira mengerahkan segala tenaganya untuk berusaha lepas dari cengkeraman. Tepat ketika dia berhasil bebas dan melangkahkan kakinya untuk bergegas, tubuh ramping Widya tiba-tiba menghadangnya.
“Benar-benar perempuan tidak tahu diri! Beraninya kamu membatalkan di saat pernikahan akan dilakukan besok!” maki Widya dengan nada penuh emosi. Mantan calon ibu mertuanya itu tak terima menyaksikan anaknya harus mengemis maaf kepada Kaira.
“Andai Ibu melakukan sesuatu kemarin, mungkin aku tidak akan seperti ini.”
“Bedebah kamu, Kaira!” Widya melirik ke arah Bayu yang masih saja bersimpuh. “Sudahlah, Bayu! Untuk apa kamu mengemis cinta kepada perempuan bodoh ini, tidak sepadan dengan kamu!” titah Widya dengan tegas.
Kaira masih diam di tempat meski kini Widya sudah semakin maju melangkah mendekatinya. Kedua bola mata tuanya bahkan melototinya tajam.
“Pede banget kamu, batalin pernikahan dengan Bayu. Memangnya, kamu yakin ada lagi pria yang mau menerima kamu yang cuma sebatas guru honorer?” ucap Widya sembari tertawa kecil, merendahkan Kaira sambil menunjuk-nunjuk wajahnya dengan jari telunjuk.
Ucapan mantan calon mertuanya itu seketika membuat manik cokelat Kaira mulai berlinang air mata. Seolah pembelaannya terhadap anaknya sehari yang lalu belum cukup, kini wanita itu semakin merendahkan Kaira dengan kalimatnya yang menyakitkan.
“Aku memang cuma guru honorer, tapi aku gak akan tidur sama temanku sendiri, Bu!”
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kaira, membuat wajahnya seketika memerah dan perih. Dengan itu, Kaira pun tak ingin konfrontasi lebih lama.
“Pria yang mau menerimaku? Apa yang akan Ibu lakukan kalau aku sudah memilikinya?” ucap Kaira sembari memegang pipinya yang masih terasa perih.
“Apa maksudmu, Kaira?” Tiba-tiba, Bayu berdiri di sampingnya, memegang bahu Kaira dengan tatapan nanarnya.
“Aku sudah punya pria penggantimu, Mas Bayu. Dan tentu saja, dia lebih baik darimu!”
Kaira bergegas, mencari pria yang bisa menjadi jalan keluarnya. Dalam hati, Kaira sudah tak sanggup menahan segala hinaan dari keluarga yang seharusnya menjadi besannya, namun Kaira tetap memiliki tekad untuk membuktikan bahwa dia tak akan goyah. Wanita itu pun berlari, meninggalkan keluarga Wijaya yang masih menatapnya nyalang.
“Heh! Mau ke mana kamu!?”
Tak menghiraukan panggilan mantan calon mertuanya, Kaira bergegas meninggalkan ruang utama rumah itu.
“Mas Dipta!”
Dipta yang sedari tadi hanya mengamati berbagai macam tanaman di halaman depan kediaman Wijaya dikejutkan oleh Kaira yang berlari ke arahnya dengan napas tersengal-sengal.
“Kamu kenapa, Kaira? Hati-hati, nanti terjatuh,” ucapnya, khawatir jika wanita yang kini telah sah menjadi istrinya terluka.
“Bantu aku, Mas,” rengek Kaira, menatap Dipta nanar. Tiba-tiba, benteng pertahanan air matanya runtuh kala dia sampai di hadapan sang suami.
Dipta yang menyaksikan istrinya menangis langsung memeluknya, beberapa kali mengusap kepalanya, berusaha membuat Kaira tenang.
“Iya, saya akan bantu, Kaira. Tapi, kenapa pipimu merah? Kamu sakit?” tanya Dipta.
Kaira tak menjawab pertanyaan suaminya, dia hanya menarik pergelangan tangan Dipta, kakinya melangkah masuk kembali ke rumah yang dulu sering dia kunjungi.
Tak lama setelah Kaira masuk Kembali ke ruang utama, semua orang tiba-tiba berhenti bicara, netra tertuju ke arah Kaira dan pria yang berdiri di sampingnya.
“Ngapain kamu balik lagi?” tanya Widya, menunjukkan ekspresi tidak suka.
“Kata siapa tak ada pria yang mau menerimaku karena aku hanyalah guru honorer?” ucap Kaira, berusaha tak melepaskan tatapannya dari Widya, “Perkenalkan, Bu, Pak, Mas Bayu, ini Dipta, suamiku.”
Seketika, udara di sekitar ruangan tersebut terasa mencekik. Apa yang baru saja diumumkan oleh Kaira membuat manik semua orang membulat, terlebih mantan calon mertuanya, dan mantan calon suaminya.
“Apa!?” sahut Widya, Wijaya, dan Bayu secara bersamaan.
“Cih, kamu memang munafik, Kaira. Kemarin ceramahin saya tentang zina, sekarang malah kamu yang kelakukannya seperti jalang.” Widya kembali menghina Kaira, mengeluarkan kata-katanya yang bagaikan peluru di hati Kaira.
Belum selesai berurusan dengan Bu Widya, netra Kaira menangkap Bayu yang kini berjalan cepat ke arahnya. Ketika pria itu sudah berada persis di depannya, Bayu mengangkat tinggi-tinggi tangannya.
Kaira langsung memejamkan matanya, menyiapkan diri untuk sebuah tamparan keras lagi di pipinya. Namun, setelah beberapa detik, tamparan itu tak kunjung sampai di pipinya. Wanita itu pun membuka matanya, dan terkejut menyaksikan punggung Dipta yang kini persis di depannya. Tangan pria itu menahan pergelangan tangan Bayu dengan kuat.
“Main tangan kok sama perempuan?”
“Main tangan kok sama perempuan?” Kemunculan Dipta di tengah-tengah Kaira dan Bayu mengejutkan semua orang. Terlebih, tangan Dipta yang menahan lengan Bayu dengan kuat, membuat pria itu tak bisa berkutik.Netra Bayu pun menatap pria bermanik hitam itu dengan nyalang, merasa terhina karena tak peduli seberapa kuat dia mencoba melepaskan diri, cengkeraman Dipta sama sekali tak bisa dilepaskan. “Apa yang kamu lakukan!?”“Saya yang seharusnya tanya sama Anda,” ucap Dipta dengan santai, akhirnya melepaskan cengkeramannya.Tak menghiraukan ucapan Dipta, Bayu menyipitkan matanya, merasa familier dengan pria di hadapannya, “Kamu …”“Kaira, ini yang kamu bilang suami barumu?! Kamu bercanda, ‘kan?” tanya Bayu, sesekali mengalihkan pandangannya ke Dipta, menatapnya dari kepala sampai ke ujung kaki.“Tidak, Mas. Pria ini memang suamiku, dan aku tidak sedang bergurau.” Kaira langsung memamerkan jemarinya yang dilingkari cincin putih di sana, menunjukkan jika dirinya memang benar sudah menika
“Maaf sebelumnya, Mas, apa gaji Mas Dipta cukup untuk membayar tempat mewah seperti ini?”“Jadi ini yang ingin kamu tanyakan?” Dipta hanya tersenyum kecil setelah mendengar pertanyaan Kaira.Pria itu pun berdiri dari posisi duduknya, ia berjalan mendekati jendela apartemennya untuk melihat pemandangan di luar sana yang menampilkan gedung pencakar langit.Dirasa cukup lama tidak dijawab, Kaira ikut berdiri dan berjalan ke arah Dipta, berdiri di belakang tubuh suaminya yang memiliki bentuk dada yang lebar serta perut rata.“Maaf kalau pertanyaanku barusan lancang, Mas,” lirih Kaira sambil menundukkan kepalanya tidak enak, sepertinya ia sudah tidak sopan kepada Dipta.Mendengar ucapan Kaira, membuat Dipta berputar badan menatap tubuh kecil istrinya. “Ini apartemen milik bosku dulu. Dia lagi balik ke Korea untuk sementara waktu. Dia juga yang menyuruhku untuk tinggal di sini selama dia di Korea.”Kaira mengangguk-angguk kecil, merasa bersyukur karena suaminya memiliki mantan bos yang baik
“Mmh—” Erangan serta tangan Kaira yang berusaha mendorongnya dengan kuat seketika membuat Dipta tersadar apa yang baru saja dilakukannya. Pria itu pun dengan cepat melepaskan ciuman dalamnya. “Ehm, mm— maaf, Kaira. Aku—” ucap Dipta terbata-bata, merasa panik sehingga pria itu tak tahu apa yang harus dilakukannya.Kaira pun merasakan hal yang sama. Malu, dan panik bercampur menjadi satu. Pasalnya, sejak pernikahan mendadak keduanya dari beberapa hari yang lalu, itu adalah sentuhan pertama yang diinisiasikan oleh Dipta. Dan anehnya, Kaira tidak merasa keberatan. Namun, hal yang paling tak bisa Dipta lupakan adalah semburat merah di wajah istrinya. Pria itu mengakui, bahwa Kaira memang cantik sejak pertama kali keduanya bertemu. Namun, malam itu, wajah Kaira terlihat lebih … sempurna. “Heh! Sopir!” Teriakan dengan nada yang familier memecahkan lamunan Dipta yang baru saja tiba di kantornya. Pria itu sengaja datang lebih pagi dari biasanya demi menemui Bayu, namun, siapa sangka just
"Tadi kira-kira jawabnya udah bener nggak, ya," gumam Kaira sambil terus berjalan keluar kantor Golden Grup.Rasa pesimis mulai Kaira rasakan kembali, mengingat beberapa menit yang lalu kala proses wawancaranya dengan pihak Golden Group berlangsung. Pasalnya, meskipun dirinya telah berlatih sebaik mungkin, tetap saja Kaira merasa gugup sehingga beberapa kali dia menjawab pertanyaan dengan terbata-bata.Merasa tak percaya diri, Kaira pun terpaksa menurunkan ekspektasinya. Dalam hatinya, wanita itu bahkan sudah merasa sangat bersyukur dengan kesempatan untuk bisa lolos sampai ke tahap interview di salah satu perusahaan bergengsi yang masuk ke dalam big three company tersebut. Bagi Kaira, ini merupakan pencapaian yang luar biasa untuknya.
"Oh! Maaf, Pak, saya akan segera ke sana." Kaira tersenyum manis sambil sedikit membungkukkan tubuhnya di depan Wisnu.Kaira memperhatikan Bayu yang berdiri di depannya kini terlihat pucat pasi, apalagi tatapan Wisnu terhadap pria itu sangat mengintimidasi. Ada kepuasan di hati Kaira melihat Bayu tak berkutik."Mari kita ke ruang meeting, Bu Kaira," ajak Wisnu mempersilakan Kaira untuk berjalan terlebih dahulu di depannya.Diperlakukan begitu baik oleh orang nomor satu di kantor Archery Grup membuat Kaira sangat bangga. Ia berjalan melewati Bayu yang masih menatap dengan ekspresi kebingungan.Bayu merasa jengkel ketika Pak Wisnu lebih perhatian kepada Kaira dibanding dirinya. Lagipula apa istimewanya wanita itu? Apa jangan-jangan mantan kekasihnya sekarang menjadi simpanan Pak Wisnu? Jika memang benar, ia harus segera melaporkan hal ini kepada istri Pak Wisnu.Melihat kebaikan bosnya kepada Kaira membuat Bayu merasa gusar. Ingin rasa
“Suka?” Kaira mengerutkan kening bingung saat mendapatkan pertanyaan random seperti ini. Kenapa bisa Dipta berpikir seperti itu.“Ya, suka sama Bagas. Soalnya kamu ngebahas dia terus.”Kaira menahan tawanya ketika sikap Dipta sangat aneh. Entah kenapa kedua pria ini sikapnya aneh-aneh.Dipta bahkan mendengkus kasar saat melirik ke arah Kaira yang tengah menahan tawanya. Ia kesal ketika Kaira tidak peka sama sekali terhadap dirinya.Sampai akhirnya perjalanan mereka pun sampai di apartemen. Dipta yang tengah cemburu langsung saja keluar mobil dan berjalan terlebih dahulu tanpa menunggu Kaira yang masih tertinggal di dalam mobil dengan tatapan bingungnya.“Mas Dipta, tunggu!” seru Kaira saat Dipta menutup pintu mobil cukup kencang. Buru-buru Kaira menyusul keluar dan berdiri di samping suaminya. “Mas Dipta kenapa, sih?” tanya Kaira dengan wajah polosnya.“Gapapa, aku cuma laper,” jawa
“Ka-kalian siapa!?” teriak Bayu ketika melihat banyak orang berpakaian serba hitam keluar dari dalam pagar rumahnya.Tidak mendapat sahutan, Bayu memukul salah satu dari mereka dengan brutal yang justru mengakibatkan keributan kembali. Bayu yang kalah jumlah langsung dipegang kedua tangannya oleh mereka.“Bajingan! Siapa yang menyuruh kalian, ha!?” tanya Bayu sambil menatap tajam, bahkan meludahi orang di depannya meski tidak kena sama sekali.Belum sampai memberikan pukulan kepada Bayu, mendadak Widya keluar sambil berteriak kencang meminta tolong yang membuat para orang berpakaian hitam segera melepaskan Bayu dan segera pergi dari sana.Bayu yang sudah bebas dari cekalan orang tak dikenal, langsung berjalan menghampiri Widya yang terlihat acak-acakan.“Bu, mereka siapa!?”Widya hanya bisa menggeleng saja sebagai jawaban. “Tidak tahu, kayaknya orang suruhan Kaira,” ceplos Widya ngasal.
“Siapa yang dipecat? Saya tidak memecat kamu, Kaira.” Bagas buru-buru berdiri dari kursi kebesarannya, berjalan menuju ke arah Kaira yang masih terisak pelan. Bagas takut kalau 'pria itu' akan kembali mengomelinya lagi jika tahu. Bagas sedikit ragu ketika akan memegang kedua bahu milik Kaira. Akan tetapi dia merasa iba melihat wanita menangis. “Ta—tapi kenapa ada orang lain yang duduk di kursi kerja saya, Pak?” tanya Kaira sambil mendongak ke atas, menatap wajah Bagas yang tengah berdiri tepat di depannya. Bingung ingin menjawab apa membuat Bagas berdeham kecil yang justru menyadarkan posisi berdirinya yang terlalu dekat. Bagas bahkan melepaskan kedua telapak tangannya yang sejak tadi berada di atas bahu milik Kaira. Tidak mau dicap pengkhianat oleh sahabatnya sendiri, Bagas kini berjalan menuju ke arah sofa, duduk dengan posisi kaki menyilang. “Dia akan membantu pekerjaan kamu nantinya. Sepertinya saya butuh dua sekretaris karena kamu