Saat itu waktu menunjukan pukul 18.30 dan hujan turun dengan sangat deras melengkapi pertengkaran di rumah itu, Savana pergi dari rumah karena telinganya sudah tidak kuat mendengar cacian dan makian yang di lontarkan Mama Maia kepadanya, ia sangat kecewa, hatinya seperti tersayat-sayat, air mata terus mengalir membasahi wajah cantiknya, ia teringat bahwa dari kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu dan ternyata semuanya sudah terjawab, kenapa Mama Maia selalu bersikap dingin kepadanya dan hanya memanjakan dan menyayangi maura.
Papa Rangga pun menemui Mama Maia, sambil menatap tajam Mata Mama Maia. "Tega kamu, Mah!" ujar Papa Rangga pada Mama Maia.
"Aku sakit Pah, hati aku sakit ketika melihat wajah anak itu, aku selalu ingat pengkhianatan yang kamu lakukan 25 tahun yang lalu," sahut Mama Maia.
Papa Rangga pun langsung mengejar Savana yang pergi dari rumah ketika hujan turun dengan sangat deras.
Sambil mengais. "Ternyata selama ini aku hanya anak tiri," gumam Savana pelan.
Bibirnya bergetar. "Sekarang aku gak tahu lagi gimana hubungan aku sama kak Aksa kedepannya," ucap Savana pelan.
Savana terus menangis di kursi taman komplek, ditemani air hujan yg begitu deras yg jatuh membasahi tubuhnya, hatinya begitu sakit seperti tertusuk-tusuk ratusan jarum, sampai akhirnya Papa Rangga datang dengan memberinya payung untuk melindunginya dari derasnya air hujan pada malam ini.
"Papa nyari kamu karena Papa khawatir Nak, Papa tau kamu disini nak, karena dari kecil kamu kalo lagi sedih pasti perginya ketaman ini," ucap Papa Rangga Sambil membelai rambut Savana.
Namun savana masih tampak sangat kecewa dengan sang Papa karena tega mengkhianati Mama Maia, hingga Mama Maia begitu sakit hati, sampai sangat membencinya.
"Pah kenapa Papa tega sama Mama ... Aku gak nyangka Papa tega khianati Mama," ucap Savana sambil menatap sedih mata Papa Rangga.
"Papa salah Nak, jadi dulu Mama terlalu sibuk dengan pekerjaannya Nak, Papa sama Mama sudah lama menikah namun sulit untuk memiliki keturunan, Papa selalu di rumah sendirian, kurang diperhatikan. Papa tahu Papa salah, Papa menyesal. Karena kesalahan Papa kamu yang harus menanggung semua akibatnya, kamu menderita, kamu harus menerima kebencian Mama bertahun-tahun. Hati papah kacau nak, Papa bahagia baru setelah kamu lahir Nak, kalau kamu marah silahkan nak, tapi tolong nak jangan pernah membenci Papa, maafin Papa," ujar papah Rangga Sambil menatap mata Savana yg tengah menangis sesenggukan.
Air mata Savana terus mengalir bersamaan dengan air hujan yg turun, hatinya begitu terenyuh saat mendengarkan penjelasan Papa Rangga, savana pun langsung memeluk erat Ayahnya.
"Aku gak mungkin benci sama Papa, aku sayang sama Papa," ucap Savana sambil terus menangis.
"Tapi, sepertinya aku harus membatalkan pernikahan aku Pah," lirih Savana dengan nada bergetar.
"Nggak Nak, kamu harus menikah sama laki-laki yang kamu cintai, kamu harus bahagia nak, nanti Papa akan ngomong sama Mama yah, kamu gak usah khawatir nak," kata Papa Rangga sambil menenangkan Savana.
Ia pun menatap teduh mata Papa Rangga. "Tapi, Maura Pah?" tanya Savana pelan.
"Sama Nak, nanti Papa akan bicara sama Maura, pokonya kamu harus bahagia nak," sahut Papa Rangga.
Savana pun mengangguk dan memeluk erat ayahnya ditengah derasnya air hujan yang membasahi payung mereka.
Papa Rangga pun mengajak Savana untuk kembali pulang, karena hari semakin malam, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Savana putri yang sangat ia cintai.
"Sekarang kita pulang ya Nak, Papa takut kamu sakit," ucap Papa Rangga.
"Iya Pah," sahut Savana dengan nada halus.
Savana dan Papa Rangga pun berjalan bergandengan tangan di tengah derasnya air hujan, Savana masih beruntung meski ia sejak kecil tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu seperti apa yang didapatkan Maura adiknya, namun ia tetap mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang begitu sangat mencintainya.
***
Savana menatap kosong arah depannya, matanya tampak sembab karena telah menangis semalaman, ia benar - benar kecewa dengan calon suaminya tersebut, karena ia tidak memberitahu dirinya jika dulu ia pernah berpacaran dengan Maura, adiknya.
Ponsel di atas mejanya bergetar, Savana mengamati nama kontak yang tertera di layar. Itu adalah panggilan dari Aksa kekasihnya.
Savana segera mengangkat panggilan dari kekasihnya itu.
Hallo ...
"Selamat pagi sayang," tanya Aksa dengan nada halus.
"Hari ini kamu ada waktu gak kak? aku mau ketemu," tanya Savana dengan singkat.
"Kalo buat kamu ada dong," sahut Aksa.
"Nanti kita ketemu di Helqa kafe," kata Savana dan langsung menutup teleponnya.
Savana merasa sangat kesal dan kecewa kepada Aksa karena ia tidak memberitahunya bahwa ia pernah menjalin hubungan dengan Maura.
Savana pun langsung menyimpan handphonenya, lalu mengambil handuk putih miliknya dan segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.Setelah selesai mandi Savana sedikit berdandan agar mata sembabnya sedikit menghilang. Savana segera turun ke lantai bawah setelah sedikit berdandan, Savana berjalan perlahan menuju meja makan.Papah Rangga yang melihat putri kesayangannya datang menghampirinya ia langsung menyapa. "Selamat pagi sayang," sapa Papa Rangga pada Savana sambil tersenyum lebar.Savana tersenyum tipis. "Pagi juga Pah," sahut Savana pelan. Kemudian ia segera duduk di kursi kosong yang ada di depan Papa Rangga.Savana mengerutkan keningnya. "Mama sama Maura kemana Pah? gak ikut sarapan bareng?" tanya Savana pada Papa Rangga karena ia tidak melihat adik dan ibu tirinya itu.Dalam hatinya Savana merasa tidak enak karena sudah membuat hubungan Papa dan Mamanya renggang, namun ia sendiri tidak dapat membohongi perasaannya jika dirinya
Setelah sampai di rumahnya Savana membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia sangat bingung dengan perasaannya saat ini. "Aku harus ketemu Maura," gumam Savana pelan.Ia pun langsung bangun dari tempat tidurnya lalu melangkahkan kakinya menuju ke kamar sang adik, Maura. Savana mengetuk pintu adiknya. "Tok ... Tok ... Tok ..." Meskipun hatinya bergetar ia mencoba memberanikan diri untuk masuk ke kamar adiknya dan membicarakan permasalahannya."Iya masuk," sahut Maura yang tidak mengetahui jika yang akan masuk ke kamarnya adalah Savana, orang yang sangat ia benci.Savana segera masuk kedalam kamar Maura dengan jantung yang berdetak kencang. Ketika Savana masuk kedalam kamar Maura ia melihat adiknya tengah menangis dengan muka tertutup bantal. Savana menghela nafasnya. "Maura ..." ucap Savana pelan.Maura tampaknya sudah hafal dengan suara sang Kakak, ia langsung membanting bantal yang ia pegang. "Ngapain Lo kesini Kak, belum puas bikin gue hancur," bent
Savana menggeliat ketika membuka matanya, tubuhnya terasa lumayan sakit, matanya sembab karena ia sering menangis akhir-akhir ini. Savana terlihat sedang memijat keningnya karena kepalanya terasa pusing. Savana duduk di atas ranjangnya. "Aduh! Kepala aku pusing banget," gumam Savana sambil terus memijat keningnya.Savana melihat kearah jarum jam yang terpasang cantik di kamar mewahnya, sekarang sudah menunjukkan pukul 07.15. Waktu dimana biasanya ia sudah bersiap - siap untuk pergi ke kantor. "Aku udah kesiangan," lirih Savana.Savana mencoba berdiri dan mencoba mengambil obat pereda pusing yang ada di laci mejanya. Savana berjalan perlahan menghampiri meja itu, untungnya didalam kamarnya masih tersedia satu gelas air putih, meski tidak banyak namun itu cukup untuk ia minum ketika memakan obatnya. Setelah memakan obat, Savana dengan perlahan berjalan kearah kamar mandi yang ada didalam kamarnya untuk bersih - bersih dan bersiap pergi ke kantor.Savana mema
Kehadiran mantan pacarnya membuat mood Savana kembali turun seketika. "Erik?" tanya Savana dengan wajah kecutnya.Erik tersenyum penuh kemenangan. "Iya," sahut Erik sambil menatap mata Savana yang terlihat tegang."Kamu ngapain sih pake ikutin aku terus! Kita itu udah enggak ada hubungan apa - apa lagi Erik!" ketus Savana.Tiba - tiba Erik memegang tangan Savana hingga membuat Savana merasa risih dengan kehadirannya. "Savana aku enggak akan berhenti ikutin kamu sebelum kamu mau balikan lagi sama aku!" ujar Erik dengan nada memohon.Savana mengerutkan keningnya. "Erik kamu itu udah gila atau gimana sih? Udah berapa kali aku bilang kalau aku enggak mau balikan lagi sama kamu!" ketus Savana yang merasa geram dengan tingkah laku mantan kekasihnya itu."Awas! Aku mau kerja!" bentak Savana sambil mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan mantan kekasihnya."Erikkkk!" teriak Savana hingga membuat pada karyawan memperhatikannya.Sem
Mama Maia datang dan menarik tangan Savana dengan kasar. "Savana kamu cuci semua pakaian Mama sama Maura sekarang juga!" bentak Mama Maia.Savana mengerutkan keningnya. "Apa Mah? Kan ada Bibi yang biasa nyuci baju - baju ini," ujar Savana.Savana mengernyitkan keningnya ia benar - benar kesal dengan Mama Maia yang menyuruhnya mencuci semua pakaian Maura. "Baru aja aku mau istirahat, kepala aku pusing, badan aku juga pegel - pegel banget," batin Savana dalam hatinya.Mukanya memerah ia menatap tajam mata Savana. "Jadi kamu melawan permintaan Mama! Savana?" bentak Mama Maia."Apa kamu enggak kasian sama Maura! Savana? Maura baru aja pulang kerja dari pagi dia baru pulang dan baru aja selesai pemotretan! Sementara kamu? Kamu kan cuma manager perusahaan yang kerjaannya cuma duduk - duduk doang sambil ngadep laptop!" bentak Mama Maia sambil menatap sinis mata bening Savana.Savana merasa geram dengan apa yang diucapkan oleh Mama Maia kepadanya, namun ia
Suara dentingan lift mengingatkan Savana kalau ia sudah sampai di lantai dua, Savana langsung keluar dari lift itu ia berjalan kearah tangga sehingga pemandangan hilir - mudik para karyawan kantor berseliweran di depan matanya.Hari ini Savana memang sangat sibuk di kantornya karena perusahaan tempatnya bekerja akan bekerjasama dengan perusahaan besar asal Amerika."Savana!" seseorang memanggilnya sambil menepuk punggungnya dari belakang."Gimana? Udah selesai?" tanya orang itu lagi. Savana mengangguk dengan senyum tipis."Acc tapi masih ada yang harus di revisi," ucap Savana kepada partner kerjanya, siapa lagi kalau bukan Randi. Randi merupakan sahabat dekat dari CEO tempat Savana bekerja, namun ia juga berteman baik dengan Savana.Randi terlihat menundukkan kepalanya untuk melihat kearah jam tangannya. "Lima menit lagi istirahat, kamu mau makan sama saya enggak? Sekalian kita bahas kerjaan?" tanya Randi.Savana terlihat dia
"Lagi - lagi yang ditanayain sama cowok - cowok tampan itu Savana," batin Maura dalam hatinya."Gue enggak tahu Savana ada atau enggak," ketus Maura sambil mengerutkan keningnya.Erik mengakat aslinya. "Lo jangan bohong ya!" ancam Erik.Maura semakin kesal ketika Erik terus menanyakan keberadaan Savana. "Gue enggak tahu! Udah sini ada yang mau Lo titip enggak buat Savana?" tanya Maura ketika ia melihat ada satu bucket bunga yang sangat cantik didalam mobil sport milik Erik.Erik terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mau menitipkan bucket bunga untuk Savana. "Yaudah nih gue titip bunga ini buat Savana," ujar Erik sambil mengambil satu bucket bunga yang sangat cantik itu dari dalam mobilnya."Sini!" ketus Maura sambil merampas bucket bunga itu dari tangan Erik."Awas Lo kalau bunga itu enggak sampai ditangan Savana!" seru Erik sambil menjulurkan jari telunjuknya dihadapan wajah Maura."Iya! Lo enggak usah bawel, cuman bunga murahan kayak
Sekarang adalah hari weekend dan saat ini matahari mulai mencapai puncak keperkasaannya. Bias sinarnya menembus jendela - jendela rumah dengan yang begitu memancar ke area kulit.Menebarkan keengganan pada setiap orang untuk sekedar melangkahkan kaki mereka untuk keluar rumah, mengusik kenyamanan pada mereka yang masih terbalut dalam selimut untuk segera bangun dan beranjak dari singgasana peraduan malam.Namun pemandangan itu tidak terlihat sedikitpun didalam kamar perempuan cantik ini. Perempuan dengan rambut hitam sedikit bergelombang, kulit putih mulus seputih salju, dan bibir tipis merah merona seperti buah ceri nampak masih terbuai dalam mimpi di atas tempat tidurnya.Nampaknya ia sangat kelelahan dengan semua pekerjaannya hingga ia tertidur hingga siang hari."Savana!" Suara wanita yang begitu menggelegar terdengar dari luar kamar perempuan cantik ini. Teriakan yang selalu berhasil membuat perempuan cantik ini terbangun dari buaian mimpinya.&