Share

Chapter 6

Saat itu waktu menunjukan pukul 18.30 dan hujan turun dengan sangat deras melengkapi pertengkaran di rumah itu, Savana pergi dari rumah karena telinganya sudah tidak kuat mendengar cacian dan makian yang di lontarkan Mama Maia kepadanya, ia sangat kecewa, hatinya seperti tersayat-sayat, air mata terus mengalir membasahi wajah cantiknya, ia teringat bahwa dari kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu dan ternyata semuanya sudah terjawab, kenapa Mama Maia selalu bersikap dingin kepadanya dan hanya memanjakan dan menyayangi maura.

Papa Rangga pun menemui Mama Maia, sambil menatap tajam Mata Mama Maia. "Tega kamu, Mah!" ujar Papa Rangga pada Mama Maia.

"Aku sakit Pah, hati aku sakit ketika melihat wajah anak itu, aku selalu ingat pengkhianatan yang kamu lakukan 25 tahun yang lalu," sahut Mama Maia.

Papa Rangga pun langsung mengejar Savana yang pergi dari rumah ketika hujan turun dengan sangat deras.

Sambil mengais. "Ternyata selama ini aku hanya anak tiri," gumam Savana pelan.

Bibirnya bergetar. "Sekarang aku gak tahu lagi gimana hubungan aku sama kak Aksa kedepannya," ucap Savana pelan.

Savana terus menangis di kursi taman komplek, ditemani air hujan yg begitu deras yg jatuh membasahi tubuhnya, hatinya begitu sakit seperti tertusuk-tusuk ratusan jarum, sampai akhirnya Papa Rangga datang dengan memberinya payung untuk melindunginya dari derasnya air hujan pada malam ini.

"Papa nyari kamu karena Papa khawatir Nak, Papa tau kamu disini nak, karena dari kecil kamu kalo lagi sedih pasti perginya ketaman ini," ucap Papa Rangga Sambil membelai rambut Savana.

Namun savana masih tampak sangat kecewa dengan sang Papa karena tega mengkhianati Mama Maia, hingga Mama Maia begitu sakit hati, sampai sangat membencinya.

"Pah kenapa Papa tega sama Mama ... Aku gak nyangka Papa tega khianati Mama," ucap Savana sambil menatap sedih mata Papa Rangga.

"Papa salah Nak, jadi dulu Mama terlalu sibuk dengan pekerjaannya Nak, Papa sama Mama sudah lama menikah namun sulit untuk memiliki keturunan, Papa selalu di rumah sendirian, kurang diperhatikan. Papa tahu Papa salah, Papa menyesal. Karena kesalahan Papa kamu yang harus menanggung semua akibatnya, kamu menderita, kamu harus menerima kebencian Mama bertahun-tahun. Hati papah kacau nak, Papa bahagia baru setelah kamu lahir Nak, kalau kamu marah silahkan nak, tapi tolong nak jangan pernah membenci Papa, maafin Papa," ujar papah Rangga Sambil menatap mata Savana yg tengah menangis sesenggukan.

Air mata Savana terus mengalir bersamaan dengan air hujan yg turun, hatinya begitu terenyuh saat mendengarkan penjelasan Papa Rangga, savana pun langsung memeluk erat Ayahnya.

"Aku gak mungkin benci sama Papa, aku sayang sama Papa," ucap Savana sambil terus menangis.

"Tapi, sepertinya aku harus membatalkan pernikahan aku Pah," lirih Savana dengan nada bergetar.

"Nggak Nak, kamu harus menikah sama laki-laki yang kamu cintai, kamu harus bahagia nak, nanti Papa akan ngomong sama Mama yah, kamu gak usah khawatir nak," kata Papa Rangga sambil menenangkan Savana.

Ia pun menatap teduh mata Papa Rangga. "Tapi, Maura Pah?" tanya Savana pelan.

"Sama Nak, nanti Papa akan bicara sama Maura, pokonya kamu harus bahagia nak," sahut Papa Rangga. 

Savana pun mengangguk dan memeluk erat ayahnya ditengah derasnya air hujan yang membasahi payung mereka.

Papa Rangga pun mengajak Savana untuk kembali pulang, karena hari semakin malam, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Savana putri yang sangat ia cintai.

"Sekarang kita pulang ya Nak, Papa takut kamu sakit," ucap Papa Rangga.

"Iya Pah," sahut Savana dengan nada halus.

Savana dan Papa Rangga pun berjalan bergandengan tangan di tengah derasnya air hujan, Savana masih beruntung meski ia sejak kecil tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu seperti apa yang didapatkan Maura adiknya, namun ia tetap  mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang begitu sangat mencintainya.

***

Savana menatap kosong arah depannya, matanya tampak sembab karena telah menangis semalaman, ia benar - benar kecewa dengan calon suaminya tersebut, karena ia tidak memberitahu dirinya jika dulu ia pernah berpacaran dengan Maura, adiknya.

Ponsel di atas mejanya bergetar, Savana mengamati nama kontak yang tertera di layar. Itu adalah panggilan dari Aksa kekasihnya.

Savana segera mengangkat panggilan dari kekasihnya itu.

Hallo ...

"Selamat pagi sayang," tanya Aksa dengan nada halus.

"Hari ini kamu ada waktu gak kak? aku mau ketemu," tanya Savana dengan singkat.

"Kalo buat kamu ada dong," sahut Aksa.

"Nanti kita ketemu di Helqa kafe," kata Savana dan langsung menutup teleponnya.

Savana merasa sangat kesal dan kecewa kepada Aksa karena ia tidak memberitahunya bahwa ia pernah menjalin hubungan dengan Maura.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status