“Mba Sandra ini... sahabatnya Saka, ya?” tanya Renata memulai pembicaraan. Dia melakukannya agar mereka tidak hanya saling berdiam diri. Namun tubuh Sandra tampak sedikit menegang ketika di tanya seperti itu. “Hm... iya.” Jawab Sandra. “Pantesan,” gumam Renata, matanya menatap lurus ke depan. “Saka itu nggak percaya banget kalau harus nitipin Ghea ke orang lain. Selain Mamanya, dia nggak pernah kasih izin siapa pun menjaga Ghea. Karena Mba sahabatnya, makanya Saka bisa percaya.” Perlahan, Sandra menoleh menatap Renata. Dia mengamati wajah cantik Renata yang sendu. “Saka itu sayang banget sama Ghea, jadi sikapnya sedikit berlebihan.” Kekeh Renata. “Kalau sama kamu?” tanya Sandra. “Ya?” “Saka... juga sayang kan sama kamu?” Pertanyaan itu membuat wajah Renata tampak gamang, ada kesedihan yang terbaca melalui wajahnya meski setelah itu Renata kembali menguasai
“Saka...” Renata memanggil Saka setelah mengetuk pintu kamarnya. Namun tidak ada sahutan. Melirik jam tangannya, Renata mengernyit. Sudah hampir pukul delapan pagi, tapi sejak tadi Saka tidak keluar dari kamarnya. Saat ini weekend, tapi Saka tidak pernah bangun terlambat sekalipun dia tidak bekerja. Bahkan biasanya di jam seperti ini dia sudah sibuk mengganggu Ghea agar bangun setelah mengusir Renata keluar dari kamarnya. Terkadang hal itu membuat Renata tersenyum geli di tengah keresahannya dalam hubungan mereka yang tak tentu arahnya. Renata kembali mengetuk pintu kamar Saka, namun lagi-lagi tidak ada sahutan. Karena cemas, Renata memutuskan membuka pintu itu. Tidak ada Saka di sana. Bahkan tempat tidurnya masih terlihat rapi. Renata mengernyit bingung, apa mungkin Saka pergi? Tapi kenapa pagi-pagi sekali? Menemui Bi Ambar, Renata bertanya. “Bi Ambar, tadi ketemu sama Saka nggak?”
“Mau apa?” tanya Saka, suaranya terdengar dingin hingga membuat hati Renata membeku menyakitkan mendengarnya. Renata mengepalkan kedua tangannya, kedua matanya memerah sempurna. Sekali aja dia berkedip maka air matanya akan lolos begitu saja. “Kamu... nggak pulang.” Hanya itu yang bisa Renata katakan. Sesaat, Saka hanya diam. Namun setelah itu menghela napas malas. “Pulang, Nata, aku sibuk.” “Sayang,” wanita itu berbisik di telinga Saka. “siapa sih cewek ini?” Wajah Saka menoleh ke samping, menatap perempuan itu. “Bukan siapa-siapa.” Jawabnya. Tubuh Renata semakin melemas mendengar ucapan yang menyakitkan itu. Bukan siapa-siapa... Renata bukan siapa-siapa bagi Saka. Bahkan setelah dia mengatakan hal itu, Saka menutup pintu kamarnya tanpa menghiraukan Renata di sana. Renata tersenyum patah. Lelaki yang dia cemas itu nyatanya sedang bersenang-senang dengan salah
Renata bergegas menemui Bi Ambar, menyuruhnya membawa Ghea ke taman di belakang rumah. Kemudian, Renata bergegas menemui Saka di kamarnya. Tanpa mengetuk atau permisi lebih dulu, Renata membuka pintu kamar itu begitu saja. Saka sedang melepas satu persatu kancing kemejanya saat pintu itu terbuka. Dia manatap Renata dengan wajah datarnya, lalu berpaling begitu saja dan melangkah santai menuju kamar mandi. "Kamu selingkuh." Langkah kaki Saka terhenti, lalu dia mendengar tarikan napas tercekat Renata di belakangnya, membuatnya memutar tubuh untuk menatap Renata. Renata mengepalkan kedua tangannya, menatap Saka penuh tuntutan. "Apa yang kamu lakukan dengan wanita itu di hotel. Kalian..." kedua mata Renata membendung telaga yang siap tumpah detik itu juga. "Memangnya... kenapa kalau aku selingkuh?" Saka melangkah perlahan menghampiri Renata, berdiri tegak dengan tatapan dinginnya yang menusuk. Kepalanya sedikit merunduk hingga dia bisa berbisik di telinga Renata. "bukannya
Tidak ada ketenangan. Itu lah yang Saka rasakan selama satu minggu terakhir ini. Semenjak dia memaksa meniduri istrinya, tidak sekalipun Saka merasa ketenangan dalam kesehariannya. Setiap kali dia melihat wajah sedih Renata, usahanya untuk bisa tersenyum pada Ghea, membuat Saka merasa kalau dirinya benar-benar berengsek. Apa lagi ketika malam setelah kejadian itu terjadi, Saka melihat Renata yang berjalan dengan cara yang tidak nyaman dan hal itu membuat Saka sadar jika apa yang dia lakukan bukan hanya berhasil melukai batinnya, bahkan fisik Renata pun ikut terkuka olehnya. Kini Saka duduk termangu di kursi kerjanya. Semua pekerjaannya benar-benar tidak dia hiraukan sejak tadi. Lamunannya selalu saja mengarah pada Renata dan semua hal kejam yang telah Saka lakukan padanya, Demi membalaskan dendam, Saka sengaja menjerat Renata untuk terus berada dalam jarak pandangnya, memastikan Renata selalu berada di sisinya. Lalu, rencananya untuk
Saka keluar dari kamarnya untuk mengambil Ghea dari Renata karena dia ingin bermain bersama putri kecilnya itu. namun, ketika ia mendengar gelak tawa Ghea dari arah ruang televisi, Saka memutuskan untuk menghampiri tempat itu. Langkahnya terhenti mana kala dia menemukan kedua mertuanya dan juga Rosie sedang berada di sana, Ayu mamangku Ghea, meladeni ocehan Ghea yang menggemaskan. Herman yang duduk di samping istrinya tampak memegangi jemari Ghea. Sedangkan Rosie duduk berdampingan dengan Renata, tersenyum memandang ke arah mereka bertiga. Saka mengamati semua itu dalam diam. Di sana ada Istri dan anaknya, Mamanya dan juga kedua mertuanya. Mereka semua terlihat sempurna. Kesempurnaan yang tida pernah terlintas dalam benak Saka namun anehnya terwujud begitu saja. Selama ini Saka selalu menjaga jarak dari mereka semua kecuali Ghea. Bagi Saka, mereka semua tidak terlalu penting. Mereka bahkan tidak bisa mendekati Ghea dengan bebas karena jujur saja,
Ini adalah kali pertama bagi Saka berada di tengah keramaian yang di dominisi oleh anak-anak. Dia sering menghadiri pesta, namun selalu menyendiri di sudut ruangan ditemani oleh segelas minuman. Dan hari ini, di hari perayaan ulang tahun putrinya dimana Saka sebagai seorang tuan rumah, Saka benarbenar tidak tahu harus melakukan apa. Sejak tadi dia hanya mengikuti kemana Renata pergi untuk menemui para tamu sambil menggendong Ghea. Putri mereka yang ceria dan memiliki keramahan serupa Mamanya tampak bahagia menerima ucapan selamat dari orang-orang. Tidak hanya Ghea sepertinya, karena Renata, orangtuanya dan juga Rosie sama bahagianya. Mereka terlihat sangat bersemangat di hari ini. Berbeda dengan Saka yang merasa bingung dan tidak tahu harus melakukan apa. Hal itu disadari oleh Renata yang ternyata sejak tadi selalu mengamatinya. Saka hanya mengulas senyuman kecil, mengucapkan terima kasih dan tidak melakukan apa pun lagi. Bahkan berbasa-basi deng
Renata masih terduduk lemas di tepi tempat tidurnya. Rumahnya sudah kembali sepi seperti biasanya, orangtuanya sudah kembali pulang setelah tadi menangis memeluk Renata yang hanya bisa diam terpaku. Setelah Saka mengeluarkan amarahnya, beberapa keluarga yang selama ini menjaga jarak dengannya meski tidak pernah memberikan komentar pada Renata menghampiri Renata, memberikannya sebuah pelukan hangat yang tulus dan ucapan maaf yang membuat Renata merasa mencelos mendengarnya. Apa yang Saka sampaikan berhasil membuat beberapa orang menyadari perbuatan mereka. Renata memang bersalah, tapi bukan berarti tak termaafkan. Saka benar, jika Revan bisa dimaafkan dengan mudah, lalu mengapa Renata tidak? Kini, selepas mereka semua pergi, Renata hanya mengurung diri di kamarnya. Ghea masih berada di kamar Saka dan semenjak semua orang pulang, Saka turut mengurung dirinya di kamar. Tidak ada pembicaraan apa pun lagi diantara mereka. Namun, Renata te