Share

Kopi Petaka

"Lantas, apa bedanya? Bukankah tiap hari kamu lembur? Memangnya kalau pulang cepat satu hari, hidup kamu bisa jadi berbeda?!"

Vanilla menarik nafas dalam-dalam, tapi ia tahan sebelum jatuhnya ke belakang alias kentut.

"Banyak sekali perbedaannya, Pak. Hari ini tuh saya mau bertemu kakak saya. Kalau saya gak ketemu dia, yang ada dia marah sama saya. Kalau dia marah, nanti ngadu ke Ibu saya. Kalau udah ngadu, saya dikutuk jadi batu. Mau, Pak?" Ia sampai membeberkan perjalanan hidupnya yang cuma ada dalam otaknya itu.

Kala mencibik. Batu apa dulu, kalau batu giok yah boleh-boleh saja.

Kala menaiki tangannya. Kebetulan, ia juga punya kakak yang sangat ia sayangi. Kala jadi teringat Alin. Karena itu, hatinya sedikit melunak.

"Ya sudah, hari ini kamu bisa pulang cepat!" Berterima kasihlah pada Alinea yang sering menyirami batin Kala dengan kasih sayang.

Tidak ingin membuang kesempatan, Vanilla berlari ke ruangannya dan langsung membereskan meja kerja. Urusan dokumen menumpuk? Ia pura-pura gak lihat.

"Iiih, iih...!" Vanilla bergidik menatap beberapa berkas yang mesti ia selesaikan minggu ini namun sialnya belum terpegang sama sekali.

"Kalian baik-baik disini,ya. Aku mau ketemu Kak Senja dulu!" Vanilla bicara dengan tumpukkan kerjaannya. Syukur-syukur kalau mereka bisa kerja sendiri. Tapi itu gak mungkin.

Vanilla meletakkan tasnya di bahu kanan. Sedang tangan kirinya memegang gelas kopi yang terbuat dari plastik itu. Ketika melewati ruangan Kala, ia sedikit tertegun sembari mengagumi pahatan wajahnya.

"Bahkan, lagi serius kerja pun, Pak Kala ganteng!" pujinya sendiri. Sedetik kemudian, ia melihat Kala memperhatikan bingkai foto dan tersenyum. Entah, tapi itu bikin Vanilla penasaran.

'Foto siapa, sih. Dia lagi lihatin Apa. Foto pacarnya?' batin Vanilla bermonolog. Ia jadi menatap kopi gelas itu. Kayaknya Vanilla punya ide melihat foto siapa yang bisa membuat Kala menatap teduh.

Vanilla kembali ke pantry. Ia membuatkan Kala kopi hitam langsung dari mesin pembuat kopi. Untuk gulanya, ia hanya memberi sedikit. Karena Kala suka dengan rasa alami. Itu lebih nikmat baginya. Setelah kopi selesai. Vanilla mengetuk ruangan Kala.

"Masuk!" suruh Kala tanpa memperhatikan siapa yang masuk karena ia sedang sibuk.

"Maaf, Pak. Tapi sebelum pulang saya mau memberikan kopi ini buat Bapak. Buat teman lembur!" Vanilla berjingke dengan heels-nya. Ia mau lihat objek didalam bingkai foto itu. Tingkahnya mengundang rasa penasaran Kala

"Kamu mau lihat?!" Ia malah menawarkan dengan senang hati. Bagi Kala, Alinea itu sangat cantik. Jadi, patut dibanggakan. Kala sudah mengambil figura itu. Ia jadi kayak anak kecil yang sedang menyombongkan mainan barunya.

"Eenggh... gak usah, Pak!" Ah, kenapa sudah sampai sini Vanilla malah gak siap mau lihat? Mungkin, dirinya jiper. Gimana kalau itu foto pacar Pak Bosnya? Terus, lebih cantik lagi. Patah hati dong?

"Hm!" Kala bergumam kecewa lalu memasukkan foto Alin ke dalam laci. Sudahlah, ngapain juga kasih lihat? Gak penting juga! pikirnya.

"Ya udah deh, Pak. Saya betulan balik,ya!"

Baru selangkah, Kala menahan Vanilla. Sepertinya, tadi ia salah persepsi. Kala ingat, Alinea saja gak pernah marah kepadanya kalau ia ingkar janji. Semua karena hubungan kakak-adik terlalu erat.

Kalau begitu, seharusnya kakak Vanilla juga paham dong! Adiknya lembur demi kemajuan perusahaan. Perusahaan maju. Ia juga, 'kan yang bangga?

"Setelah saya pikir, sepertinya, kamu tetap lembur malam ini. Soal kakak kamu, kamu,'kan bisa menelpon dia dan bilang pulang terlambat. Saya yakin, dia akan memahami adiknya!" tutur Kala.

Menyesal sudah membawakan kopi kalau akhirnya jadi gini!

"Pak, Bapak bercanda,'kan?!" Vanilla sampai menumpuhkan telapak tangannya di meja kerja Kala. Namun, Kala tidak mempermasalahkannya. Ia tidak sekejam itu.

"Kamu gak bisa meminta perusahaan memaklumi urusan pribadi. Setiap orang memiliki kehidupan personal, tapi jangan sampai mengganggu waktu kerja. Itu yang dinamakan tanggung jawab!" tuturnya,

Vanilla cuma bisa tertegun. Lagi gini, dia masih sempat-sempatnya ngomongin tanggung jawab? Kerja jam 8 sampai 6 sore, apa gak cukup menunjukkan kalau Vanilla orang yang loyal pada perusahaan?

"Silakan kembali bekerja! Besok saya membutuhkan laporannya, Gani!" Salah, sungguh salah berfikir kalau Kala orang yang pengertian. Dibalik kata-kata manisnya, ia cuma mementingkan dirinya dan perusahaan. Vanilla meradang, wajahnya mungkin memerah karena marah.

"Vani! Vanilla, bukan Gani!" Wanita itu sampai mengepal kedua tangan dan sejajar dengan pipinya.

"Bapak bisa mengingat isi dari kontrak kerja saya. Tapi, nama saya saja, Bapak lupa," lanjutnya, lagi masih menggebu. Kala sendiri tidak tahu apa masalahnya salah panggil.

Toh, disini mereka cuma berdua. Apa Vanilla juga gak mau meresponnya jika ia panggil "Heh!"

Kala menghembuskan nafas. Ia ingin mengatakan lagi. Apa itu efisiensi kerja? Intinya, kalau masih bisa dikerjakan cepat, mengapa membuang waktu yang sudah Tuhan berikan? Tidak, tidak. Itu tindakan yang kurang arif. Sayangnya, Vanilla gak mau mendengarkan. Ia mengambil lagi cangkir kopinya membuat Kala melotot keheranan.

"Saya lupa pakaikan gula!" tuturnya, bohong. Justru, Vanilla mau memasukkan garam ke kopi Kala. Biarkan saja ia marah. Vani gak peduli.

Sampai di pantry, tanpa segan Vanilla memasukkan satu sendok penuh garam sambil tertawa jahat.

"Apa habis ini kamu masih mau salah panggil nama aku?" Vanilla yakin sehabis minum, Kala gak akan melupakannya seumur hidup.

Vanilla membawa cangkir kopi yang sudah dimodifikasi itu. Yah, gimana lagi. Namanya bawahan. Ia harus siap melayani sang atasan termasuk menyetujui ide gilanya buat lembur setiap hari.

"Diminum, Pak!" Sebelum pergi ke ruangannya. Vanilla mau melihat reaksi Kala.Ia jadi mematung disana.

"Letakkan saja disana, Dani!" Vanilla menepuk jidatnya keras. Tolong jangan pernah ganti huruf depan dengan M. Bisa gawat bacanya.

"Terserah, Bapaklah!" sungutnya, seraya berlalu. Kala memandang kopi yang Vanilla buat. Ia jadi ingin meminumnya. Baru mengangkat cangkir perasaannya gak enak. Jika diingat lagi, tadi sepertinya Vanilla sedang marah sekali. Apa karena ia suruh lembur. Kala menghembuskan nafas lantas meletakkan cangkir kopi ke tempat semula. Ia ingin menelpon layanan antar makanan. Karena Kala mau membelikan Vanilla burger dan segelas milkshake. Mungkin itu cukup untuk membalas kebaikannya yaitu membuatkan Kala kopi tanpa diminta. Tak lama pesanan Kala sampai, karena Vanilla ada di depan telepon. Ia lebih mendengar suara panggilan dari sekuriti bawah.

"Aiissh, apa lagi, sih?!" Vanilla jadi sangat sensitif karena pekerjaannya yang menumpuk. Ia mengangkat gagang telepon ogah-ogahan. "Halo!"

"Bu, ada makanan buat Pak Kala di bawah," infonya.

Vanilla kembali tanya "Berapa porsi?" Kalau cuma beli satu mending dia pura-pura gak tahu saja. Biar Kala sendiri yang ambil.

"Kayaknya, sih ... cuma satu porsi, Bu!" Tuh,'kan kejamnya tuh kelewatan. Dipikir dia doang yang punya lambung? Vanilla mencibik. Pokoknya. dia gak mau ambilin makanan Kala. Biarkan saja! Memangnya, dipikir enak naik lift lantai 11 sampai lantai ke bawah, lalu kembali lagi ke ruangan mereka bekerja?

Namun, lama-kelamaan, Vanilla kepikiran juga. Gimana kalau Pak Kala makin ngada-ngada karena lapar? Katanya 'kan, orang bisa jadi galak kalau lapar. Iih, serem deh!

Akhirnya, dengan langkah berat Vanilla turun ke lantai bawah. Suasana kantor yang sepi membuat buluk kuduknya berdiri. Vanilla memeluk tubuhnya juga bergidik. Namun seseorang mengagetkannya

"Vanilla!" tegur Justin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status