Share

Bab 9

“Kamu mau tinggal bareng aku? Rumah ini juga kegedean kalau ditinggali sendiri. Kalau kamu tinggal di sini, kamu bisa hemat biaya sewa rumah.”

David sendiri juga tidak tahu mengapa dia berkata seperti itu. Dia baru kenal dengan Prisca selama dua hari. Kalau tiba-tiba mengajak dia untuk tinggal bersama pasti akan terasa canggung. Namun berhubung dia sudah terlanjur mengatakannya, dalam hati dia sangat menantikan apa jawaban dari Prisca. David tidak sadar betapa rendah dirinya saat dia masih bersama dengan Sarah. Dia selalu saja mendengar apa yang Sarah katakan dan jarang sekali mendapatkan hak untuk berpendapat. Akan tetapi, semuanya akan jauh berbeda ketika David tinggal bersama Prisca. Apa pun yang Prisca katakan, pada akhirnya tetap David yang mengambil keputusan.

Yang namanya lelaki, siapa yang tidak ingin berkuasa atas wanitanya? David merasa nyaman karena Prisca selalu mendengarkan apa yang dia katakan, dan tanpa sadar itu membuat David ingin tinggal bersamanya.

“Tapi … apa nggak apa-apa?” tanya Prisca ragu.

Meski Prisca berkata demikian, sebenarnya dalam hati dia sangat senang. Kalau dia pindah kemari, itu menandakan dia berhasil mencuri hatinya David. Soal apakah nantinya David berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya, Prisca sama sekali tidak peduli dengan itu, bahkan saat ini pun dia ada keinginan untuk menggoda David.

Sejak kecil, Prisca adalah orang yang punya kemauan keras. Dari SMA hingga kuliah, dia menjadi primadona kelas dan banyak orang yang mengejarnya. Bahkan di antaranya juga ada anak orang kaya dan berkuasa, tapi semuanya ditolak oleh Prisca. Bisa dibilang sampai detik ini, Prisca belum pernah berpacaran sama sekali. Dia tahu apa yang dia inginkan. Apabila nanti dia ingin mencari pasangan yang biasa saja, pacaran dengan berapa banyak cowok sekarang pun tidak masalah. Akan tetapi, Prisca tidak ingin hidup seperti itu. Dia ingin meningkatkan kualitas diri untuk mengubah nasib sendiri dan juga nasib keluarganya.

Makanya itu sampai detik ini dia tidak pernah berpacaran. Dia terus menunggu hingga hari ini tiba. David-lah orang yang akan mewujudkan impiannya. Apabila Prisca berhasil mencuri hati David dan memanfaatkannya, kehidupannya pasti akan terjamin. Prisca tidak pernah ada niat untuk menikah dengan anak orang kaya seperti David. Keluarga seperti mereka pasti akan mencari pasangan yang dianggap selevel. Prisca tahu di mana dia harus menempatkan diri sendiri. Karena sudah bertekad untuk menjalani hidup seperti itu, seumur hidup dia tidak ada keinginan untuk menikah. Karena alasan itu, ketika David mengajaknya untuk tinggal bersama, Prisca tidak tahu harus bagaimana merespons karena kebahagiaan ini datangnya terlalu mendadak.

“Apa salahnya?! Lagian aku juga nggak betah tinggal sendirian di rumah segede ini. Bakal lebih enak kalau ada yang menemani aku ngobrol. Tapi kalau kamu sudah punya pacar, anggap saja aku nggak pernah ngomong apa-apa, biar nggak salah paham nanti,” kata David.

“Nggak, nggak! Aku mana ada pacar. Kalau boleh jujur, aku nggak pernah pacaran sekali pun. Aku cuma khawatir kamu bakal merasa terganggu.”

Tidak pernah pacaran? Mustahil! Itulah yang ada di dalam pikiran David, tapi dia tentu saja tidak mengutarakannya dan malah berkata, “Nggak ganggu, kok. Aku orangnya suka keramaian. Kalau tinggal cuma sendirian di rumah segede ini rasanya hampa. Kalau kamu nggak datang, aku juga bakal pergi ke kampus untuk cari teman ngobrol.”

“Kalau memang kamu sudah bilang begitu, terima kasih sudah nawarin. Aku bisa langsung pindah ke sini besok?”

“Sip, perlu aku bantu pindahan brangnya?”

“Nggak, nggak usah. Aku sendiri juga bisa. Lagian barangku juga nggak banyak.”

“Oke kalau begitu! Sekarang kamu bisa lihat-lihat dulu rumahnya, sekalian pilih kamar mana yang mau kamu tempati. Oh ya, Prisca, kamu kemarin mau ngajak berenang, ‘kan? Di atas ada kolam renang, kamu bisa berenang kapan saja kamu mau.”

“Wah, boleh juga! Gimana kalau kita berenang sekarang saja?”

“Ehem … lain hari saja, deh!”

Pose Prisca yang sedang setengah berbaring itu sungguh menggoda iman. Harus diakui Prisca memang punya daya tarik alami terhadap lawan jenis. Prisca lalu berdiri dan berbisik di telinga David, “Kamu boleh panggil aku kapan pun kamu mau! Aku sudah beli baju renang, belum pernah ada yang lihat aku pakai baju itu, lho!”

Sekujur tubuh David dibuat gerah oleh rayuan Prisca. David benar-benari ingin menindih tubuh Prisca ke lantai, tapi dia masih berusaha untuk menahan hasratnya dan berkata, “Lihat-lihat saja dulu. Itu … aku mau ke atas sebentar ambil barang. Habis itu kita balik ke hotel.”

Dengan wajahnya yang sudah memerah, David mencari alasan untuk pergi karena sudah tidak kuat lagi. Keputusan mengajak Prisca tinggal bersama di rumahnya adalah kesalahan besar. Kalau digoda seperti tadi setiap hari, pria mana yang tahan?

Prisca pun hanya tertawa merasa David ini sungguh menggemaskan. Dia yakin David masih seorang perjaka. Anak orang kaya seperti David masih perjaka? Siapa yang percaya? Apa mungkin David punya masalah dalam fungsi reproduksinya? Tidak mungkin, ‘kan?! Kalau benar seperti itu, apa yang bisa Prisca manfaatkan darinya? Tidak, itu tidak mungkin. Kalau sampai David tahu apa yang sedang Prisca pikirkan saat ini, dia pasti akan langsung membawa Prisca ke kamar dan melemparkannya ke atas ranjang.

David naik ke kamarnya untuk menghindari Prisca. Dia benar-benar tidak kuat menahan godaan Prisca, tapi di satu sisi David juga sangat menikmatinya. Dia kemudian meraih ponsel dan melihat postingan foto pemandangan malam yang dia unggah di IG kemarin. Dari ratusan komentar yang masuk, sebagian besar isinya adalah sindiran terhadapnya. David hanya membalas beberapa komentar dari teman dekatnya, tapi dia tidak bilang kalau dia sudah membeli rumah di sini. Andai David bilang pun, belum tentu mereka akan percaya. Kemudian David menutup IG dan beralih ke WhasApp untuk mengecek pesan yang masuk.

Karin mengucapkan selamat pagi, dan ada juga satu pesan lagi yang berasal dari Indah, adik sepupunya. Indah ini adalah anak perempuannya dari tantenya David yang paling kecil. Indah berusia dua tahun lebih muda dari David dan sekarang sedang kuliah tahun pertama di kota lain. Hubungan antara David dengan Indah cukup baik. Selama tiga tahun di bangku SMA, dua tahun pertama David menumpang tinggal di rumah tantenya itu, dan di satu tahun terakhir David tinggal bersama tantenya yang paling tua. Tantenya yang paling kecil ini masih memiliki anak kecil, jadi David pindah agar dia bisa fokus belajar untuk ujian kelulusan. Tantenya yang paling tua ini hanya memiliki satu anak perempuan dan lebih dua dua tahun dari David. Anaknya ini sekarang sudah lulus kuliah dan sedang bekerja.

“Kak David, itu fotonya di mana. Bagus banget!” kata Indah.

“Ini aku ambil di Kota Jiwan. Kalau kamu suka, libur nanti datang saja. Aku bawa jalan-jalan,” balas David.

“Serius, jangan bohongin aku, ya!”

“Sumpah, sejak kapan aku pernah bohongin kamu.”

“Oke, deh, kalau begitu. Liburan nanti aku datang, ya.”

“Sip.”

“Kak David, sekarang setiap malam aku jadi streamer di Wilo Live, lho. Kalau Kak David lagi nggak ada kerjaan, jangan lupa dukung aku, ya!”

“Waduh, masih kecil sudah bisa jadi streamer?”

“Kak David ketinggalan zaman, ah. Aku sama teman sekamarku empat orang pada main Wilo Live semua. Bisa dapat duit pula.”

“Kalau begitu nanti malam coba aku nonton, ya. Biar popularitas kamu naik.”

“Oh ya, Kak David sekarang masih kerja paruh waktu? Bulan lalu aku dapat enam juta dari live streaming. Mamaku juga kasih aku tambahan tiga juta. Nanti aku transfer empat juta, ya. Nanti Kakak bisa ajak Kak Sarah makan bareng.”

David sungguh merasa terharu melihat pesan yang ditulis oleh Indah. Meski harus pindah dari rumah tantenya di kelas dua SMA dan jadi jarang bertemu lagi dengan Indah, kedekatan mereka masih sangat erat seperti dulu.

“Nggak usah. Uangnya buat kamu sendiri saja beli baju! Nanti aku kasih kejutan kalau kamu datang ke Jiwan.”

“Kejutan apa?”

“Rahasia, dong! Bukan kejutan namanya kalau aku kasih tahu!”

“Ih, nyebelin! Kak David, sudah dulu, ya. Aku mau ke kelas, bye!”

“Oke, bye!”

Tak lama kemudian, David mendapatkan transfer uang sebesar empat juta dari Indah. David tetap menerima uang itu dan berniat untuk membalasnya berkali-kali lipat di live nanti malam. David rasa sekarang sudah waktunya dia turun ke bawah dan memberikan kunci rumah untuk Prisca. Kalau nantinya David tidak tahan dengan godaan Prisca, dia tinggal membeli satu rumah baru untuknya. Toh, uang sudah tidak jadi masalah lagi baginya. David berpikir, selama mereka berdua belum resmi berpacaran, dia tidak ingin berbuat hal yang senonoh. Sebagai pria, dia harus bertanggung jawab. Setelah David memberikan kunci rumahnya kepada Prisca, mereka berdua pun kembali ke Golden Hotel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status