Zain menarik kasar tangan Zara, membuat Zara merasa sangat kesal karenanya. Azhar yang melihatnya pun merasa sangat kesal, karena Zain yang bisa-bisanya berlaku kasar terhadap Zara.
Dengan cepatnya, Azhar menahan tangan Zain sehingga membuat Zain tak bisa berkutik. Mereka saling melempar pandangan kebencian, tak membiarkan masing-masing dari mereka melakukan apa pun.
"Lepaskan tangan Zara!" bentak Azhar, yang tidak bisa melihat Zara diperlakukan kasar seperti itu.
Zain memandangnya dengan sinis, "Apa pedulimu?"
"Aku sangat peduli dengannya!"
"Tapi aku sama sekali tidak peduli denganmu!" bentak Zain, membuat Azhar tak bisa berkutik.
Dengan kasar, Zain melepaskan tangan Azhar yang menahannya, membuatnya terlepas dari genggaman tangannya.
Mereka saling melempar pandangan kebencian, karena masing-masing dari mereka ingin memberikan yang terbaik untuk Zara.
Zara yang melihat perseteruan antara mereka, menjadi sangat geram dengan sosok Zain.
"Aku tidak tahu apa yang kau inginkan! Jangan macam-macam dengan Azhar, atau aku akan membencimu!" bentak Zara, sontak membuat Zain mendelik kaget mendengarnya.
"Apa maksudmu, Zara? Kau menggertak aku, demi seseorang yang bernama Azhar? Siapa dia, sampai bisa membuat posisiku terancam?"
Merasa tertantang, Zara yang masih setengah sadar segera memeluk lengan kiri Azhar.
"Dia pacarku!"
DEG!
Mendengar Zara mengatakan hal itu, sontak membuat Zain merasa kesal sendiri dengan keadaan.
'Beraninya dia merebut posisiku!' batin Zain, yang posisinya sudah sangat terancam.
Zara menarik lengan tangan Azhar, untuk menjauh dari hadapan Zain. Mereka pergi, tanpa sepatah kata lagi.
Kejadian itu masih teringat jelas di benak Zara, bahkan ketika ia sudah menghabiskan beberapa botol alkohol sekalipun.
Hal itu yang masih membuatnya kesal, karena kejadian itu memaksanya mengatakan hal yang tidak perlu ia katakan tentang Azhar.
"Kenapa aku bilang Azhar itu pacarku? Aku dan dia hanya sebatas teman yang saling memerlukan!" gumam Zara, lalu kembali menenggak gelas ke sekian yang sudah ia minum.
GLEK ... GLEK ... GLEK ....
Alkohol itu mengalir ke tenggorokan Zara, sampai tak terasa lagi rasa pahit dari alkohol tersebut.
Dari ujung pintu masuk, terlihat Zain yang sudah memperhitungkan keberadaan Zara. Ia sudah tahu, kalau Zara pasti akan kembali lagi ke tempat ini. Dengan cepat, ia pun menghampirinya dan segera menarik lengannya.
Hal itu sontak membuat Zara terkejut.
"Ada apa, sih?!" bentak Zara, yang masih belum sadar kalau itu adalah Zain.
"Kembali denganku, sekarang!"
Samar-samar masih terdengar suara yang tak asing di telinganya, yang tak lain adalah suara Zain. Zara berusaha mendelikkan matanya di hadapan Zain, walau ia sudah tidak bisa melihat secara jelas.
"Apa masalahmu?" Zara menantang keras Zain, karena ketidaksukaannya pada Zain.
"Jangan siksa dirimu seperti ini, Zara! Aku sangat peduli denganmu!"
Zara memutar bola matanya searah jarum jam, "Aku saja tidak peduli dengan diriku sendiri. Untuk apa kau memedulikan aku?"
Ucapan Zara menjadi tamparan keras bagi Zain, yang sudah sangat tidak bisa berkutik lagi.
Di tengah perbincangan mereka, seseorang bernama Azhar pun kembali muncul memandangi mereka dari kejauhan.
'Apa aku harus melakukannya?' batinnya bimbang.
Walaupun bimbang, Azhar tetap melangkah untuk berhadapan dengan Zain. Lagi dan lagi, Zain merasa sangat terusik dengan kehadiran Azhar di antara dirinya dan juga Zara.
Wajah Zain seketika menjadi merah padam, ketika melihat sosok Azhar di hadapannya.
"Mau apa lagi kau di sini?" tanya Zain dengan nada sinis menukik.
Azhar berusaha untuk tenang, "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Mau apa kau di sini bersama pacarku?" tanya balik Azhar, sontak membuat Zain semakin geram saja padanya.
"Jangan mengada-ada! Zara bukanlah pacarmu!"
"Kau sudah mendengarnya langsung dari Zara kemarin, bukan?"
Mata Zain semakin mendelik, "Aku tidak percaya dengan omong kosong kalian! Jangan membuat cerita yang tidak benar!"
"Aku tidak membuat cerita! Aku dan Zara memang berpacaran! Jangan pernah kau usik Zara lagi, atau kau akan mengetahui akibat dari perbuatanmu!" gertak Azhar, membuat Zain semakin geram saja mendengarnya.
Karena sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa, Zain pun hanya bisa menunjuk kasar ke arah Azhar, lalu pergi dari hadapan mereka.
Situasi kembali kondusif, dengan Azhar yang sudah berhasil mengusir Zain dari sana.
Azhar memandang dalam ke arah Zara yang sudah hampir kehilangan kesadarannya, "Kau tidak apa-apa?" tanyanya.
"Ya, tidak ada yang dia lakukan padaku."
Mendengar hal itu, Azhar menjadi sangat tenang. Namun, seketika perasaan tenang itu berubah menjadi keresahan. Airbud yang ia pakai pada telinganya, berbunyi dengan sangat jelas.
"Buat dia menjadi semabuk mungkin!"
Terdengar suara dari airbud yang ia gunakan, membuatnya merasa sangat bimbang dengan keadaan. Dalam lubuk hati yang terdalam, ia sama sekali tidak ingin melakukannya. Namun, keadaan memaksanya untuk melakukan hal yang diperintahkan oleh orang tersebut.
Rasa bersalah terus muncul dalam hatinya, tetapi keadaan yang sudah memaksanya untuk melakukan hal seperti ini.
'Maafkan aku, Zara. Kau sudah tidak bisa membantuku untuk membayar tagihan rumah sakit adikku lagi. Sekarang, aku jadi berbalik menyerang kamu, karena aku sangat membutuhkan uang. Percayalah, ini adalah perintah seseorang dan bukan keinginanku!' batin Azhar, yang sangat tidak tega melakukan hal yang akan ia lakukan pada Zara sesaat lagi.
"Azhar, temani aku minum! Aku ingin melampiaskan semuanya!" pinta Zara, yang memang menjadikan Azhar sebagai tempat ia menumpahkan perasaannya.
"Baiklah."
Karena sudah sesuai dengan apa yang menjadi rencananya, Azhar pun menurut dengan permintaan Zara. Ia menemani Zara untuk menenggak habis alkohol yang ada, dengan bertujuan untuk membuat Zara menjadi sangat mabuk.
Hal itu ia lakukan, agar bisa menjalankan rencana yang dibuat orang yang menyuruhnya melakukannya.
Ketika suasana sudah mulai tak terkendali, Azhar memeriksa dengan benar keadaan Zara. Ia memerhatikan sorot mata Zara, yang sepertinya sudah mulai kehilangan cahayanya. Sekarang, dapat dipastikan bahwa Zara sudah kehilangan kesadarannya.
"Zara," panggilnya, tetapi Zara sama sekali tidak meresponnya.
Zara sudah tertidur di atas meja bar, karena sudah kehilangan kesadarannya. Suatu hal yang sudah sangat sesuai dengan apa yang direncanakan mereka.
"Aku sudah menyiapkan sebuah ruangan. Kau bawalah dia ke sana!"
Suara itu terdengar lagi di telinga Azhar. Perintah selanjutnya yang akan Azhar jalani dari orang yang memonitor di belakang layar.
Mendadak hati Azhar menjadi goyah, saking tak bisanya ia berkhianat pada sahabatnya sendiri.
'Sudah banyak pertolongan yang kau berikan, tetapi aku sangat terdesak! Kalau bukan seperti ini, aku pasti tidak akan bisa membayar tagihan rumah sakit adikku! Maafkan aku, Zara!' batin Azhar yang sudah tidak bisa mengelak lagi dari takdir yang harus ia jalani.
"Cepat! Obat itu sudah bereaksi pada Zeo!"
Rencana yang sampai melibatkan Zeo, sungguh merupakan rencana keji yang hanya akan dilakukan oleh seseorang.Ya! Siapa lagi kalau bukan pasangan Yuki dan juga Ren. Mereka adalah dalang di balik rencana yang lebih kejam lagi dari sebelumnya.Belum puas mereka melihat bisnis keluarga Latulini hancur, sampai membuat pemimpinnya kehilangan nyawanya. Belum cukup puas, mereka juga bermain api pada Zara yang merupakan pewaris satu-satunya dari Latulini Group.Ren menyunggingkan senyumannya, "Biar pemimpin Abraham Group tahu, kelakuan busuk dari Latulini Group! Bukan hanya orang tuanya saja yang melakukan korupsi, tetapi putrinya bahkan berani tidur dengan putra dari pemimpin Abraham Group!"Mendengar ucapan Ren, Azhar hanya bisa menelan salivanya. Ia tidak bisa melakukan apa pun untuk menolong temannya itu. Ia hanya bisa berpangku tangan dengan Ren dan juga Yuki, tentang biaya operasi untuk adiknya.Dengan tekad yang sudah bulat, Azhar memapah tubuh Zara ke tempat yang sudah disediakan oleh
Sinar matahari memaksa masuk ke dalam celah gorden, menyinari mata indah milik Zara. Perlahan Zara membuka matanya, kemudian tersadar dengan ruangan yang sama sekali berbeda dengan ruangan kamarnya.Pandangannya ia edarkan ke sekeliling ruangan, dan membulat seketika saat melihat Zeo yang bertelanjang dada di sebelah tempat ia tertidur.Pemandangan absurd ini membuatnya sangat terkejut, sampai pipinya memerah seketika."Ah!!" pekiknya yang sangat terkejut dengan pemandangan tersebut.Karena mendengar teriakan yang cukup keras, Zeo pun sampai terbangun dari tidurnya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, sembari berusaha menyanggah kepalanya yang masih berat efek obat perangsang yang sengaja diberikan Ren padanya.Zeo menoleh ke arah Zara yang berada di sebelahnya, dengan pandangan yang sinis."Jangan berteriak di telingaku!" bentak Zeo kesal, saking sakitnya telinganya karena mendengar teriakan yang absurd dari Zara.Zara mendelikkan matanya, karena ia tak percaya ada sosok Zeo di sebe
Kabar burung tentang penangkapan Zara merebak seketika. Para staf berbondong-bondong mendemo perusahaan Latulini Group, tempat mereka sebelumnya bernaung. Namun apa daya, tidak ada yang bisa menjawab semua keluh-kesah mereka tentang pembayaran upah yang belum tuntas.Kedua pemimpin Latulini Group sudah tiada, dan pewarisnya pun sudah masuk ke dalam jeruji besi. Sia-sia belaka mereka melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Latulini Group. Tak ada yang bisa menampung aspirasi mereka, karena sudah tidak ada lagi cikal-bakal penerus Latulini Group.Zain yang melihat kerumunan aksi tersebut, hanya bisa menelan salivanya. Tak disangka, kehancuran Latulini Group akan menjadi separah ini."Untuk apa mereka melakukannya? Kenapa parah sekali yang mereka perbuat?" gumamnya, yang tak menyangka dengan apa yang para staf Latulini Group lakukan.Satu-satunya orang yang tidak terima penangkapan Zara, adalah Zain. Namun, pada saat hari di mana pengadilan itu berlangsung, Zain tidak tahu-menau dan b
Zain melangkah cepat menemui staf kepolisian yang ada di ruangannya. Butuh usaha besar untuk bisa sampai ke tempat staf tersebut, karena jarak lapas dan kantor staf yang cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.Zain sudah berhadapan dengan staf yang mengantarkannya menuju lapas Zara, dan ia memandangnya dengan sinis.Menyadari kedatangan Zain, staf tersebut pun segera bangkit dari tempatnya untuk menyamai tinggi Zain."Sudah selesai berkunjung, Tuan Muda? Cepat sekali? Padahal, masih ada sisa waktu 2 menit."Tak mau berbasa-basi, Zain menggebrak meja yang berada di antara mereka."Berikan aku catatan jaminan untuk kebebasan Latulini! Aku ingin dia bebas secepatnya!" ujarnya, sontak membuat para staf yang mendengar ucapannya mendelik terkejut karenanya."A-apa yang anda maksud, Tuan Muda?" tanya staf yang tak mengerti dengan maksud Zain.Mata Zain semakin menajam, "Aku ingin membayar jaminan kebebasan Zara Latulini! Kau tidak tuli, bukan?" bentaknya, sontak membuat para staf sema
Bayangan Zain terlihat dengan jelas, memantul pada kaca jendela mobilnya. Zara hanya bisa memandangnya dari pantulan kaca, karena ia tidak sanggup untuk melihat Zain yang begitu baik padanya.'Zain sudah begitu baik padaku, tetapi kenapa aku malah merasa tidak enak padanya?' batin Zara, yang tidak ingin merasa cuma-cuma menerima uluran tangan dari Zain."Zara, bisa kita bicara sebentar?" panggil Zain, Zara terkejut lalu berusaha mempersiapkan dirinya untuk berbicara dengan Zain.Zara membalikkan tubuhnya ke arah Zain dan memandangnya, "Kau ingin kita membahas tentang apa?" tantang Zara, yang merasa hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalas perlakuan baik Zain terhadapnya sekarang."Tentang kabar burung itu, apakah benar kau menjebak Zeo untuk melakukan hal yang tidak baik?" tanyanya.Zara sudah menduga, pertanyaan semacam ini pasti akan terlontar dari mulut Zain."Tidak, semua itu tidak benar."Zain mendelik bingung, "Walau tidak benar, apakah kau dan Zeo sudah ...." Ia tak sanggu
Hari sudah semakin sore, Zain sudah selesai melakukan tugasnya dengan baik dan benar.Zara mengantarkannya sampai depan pintu rumah. Melihat Zain yang ada di hadapannya, ternyata cukup membuat hati Zara menjadi tidak keruan.'Dia sebenarnya baik, tetapi aku tidak bisa terus berada di sisinya. Aku harus pergi, aku tidak bisa bersama dengan orang sebaik dirinya,' batin Zara yang sudah tidak mau memikirkan tentang perasaannya lagi terhadap Zain.Walaupun berat, Zara pasti akan melakukannya sebisa yang ia mampu.Pandangan mereka saling bertemu, membuat Zain merasa tidak ingin meninggalkan Zara sendiri di sini."Apa kau butuh sesuatu?" tanya Zain sebelum pergi dari hadapan Zara.Zara menggeleng kecil, "Tidak. Pulanglah sebelum malam tiba."Karena sudah merasa terusir, Zain pun memakai jas hitamnya dan langsung berbalik dari hadapan Zara."Gunakan telepon genggam yang ada di atas meja kamar. Aku sudah persiapkan khusus untukmu, jika kau memerlukan sesuatu, kau bisa hubungi aku," ucapnya tan
Zain sudah sampai di kota tempat kediamannya. Karena sudah terlanjur tersulut dengan apa yang dikatakan Zara tentang Azhar, Zain pun bergegas mencari keberadaan Azhar.Belum sempat beristirahat dan belum sempat kembali ke rumah, Zain langsung pergi mencari apartemen yang Azhar tempati. Dengan berbekal informasi dari orang yang ia percaya, ia bergegas menuju ke lokasi yang sudah diinformasikan rekannya itu.'Mau macam-macam dengan Zara? Kekasih macam apa dia?' batin Zain, yang tak terima dengan apa yang Zain lakukan pada Zara.Mobilnya sudah terparkir rapi di basement apartemen, tempat Azhar tinggal. Ia bergegas melangkah menuju ruangan kamar pada lantai yang sudah diinformasikan, dengan langkah yang jenjang.Zain dengan cepat mencapai lift, kemudian menekan angka 10 pada tombol yang berada di sebelah kiri pintu masuk lift. Pintu tertutup, Zain pun menunggu lift sampai pada tempat tujuannya.Amarahnya sudah meledak-ledak, ia bahkan tidak sanggup jika harus menahannya lagi kali ini.'Ji
Suasana menjadi nampak tegang, karena tidak ada yang mengeluarkan suara selain sang Kakek. Orang yang dituakan di keluarga ini, dan orang yang sangat dihormati mereka.Mata Kakek semakin menajam menatap ke arah Zain, "Kenapa aku tidak melihatmu di kantor Abraham Group, sore ini?" tanya Kakek lagi, semakin membuat Zain merasa gugup.Memang, setelah jam makan siang Zain sudah meluncur menuju ke Latulini Group. Kemudian, ia bergegas untuk menuju ke arah lapas tempat Zara ditahan. Ia tidak mengetahui kalau kakeknya akan datang sore ini, sehingga ia langsung pergi ketika pekerjaannya selesai."Aku pergi ke tempat sahabatku, Kek.""Ke tempat sahabatmu? Siapa sahabatmu?" bidik Kakeknya, membuat Zain semakin takut untuk menjawabnya.Zeo yang melihat kelakuan sepupunya itu, menjadi sangat muak dengan dirinya.'Beraninya dia hanya diam ketika ditanya Kakek,' batin Zeo, yang merasa Zain tidak memiliki adab ketika berhadapan dengan Kakek mereka."Aku sudah tahu semua yang kau lakukan hari ini. Ja