Share

Bab 7

"Jadi begini, Bu. Orang yang memegang kendali atas semua itu, hanya aku dan Pak Reno. Karena dia, yang sekarang memimpin perusahaan. Tapi, kalau saya berani bersumpah, Bu. demi Allah, saya tidak pernah melakukan semua itu. Kalau memang saya yang melakukannya, buat apa saya membongkar semua ini ke Ibu? Itu sama saja, saya menyerahkan diri kepolisi," terangnya lagi.

"Jadi maksud Pak Hartono, kemungkinan besar yang melakukan semuanya ini adalah Mas Reno begitu?" tanyaku tidak percaya.

"Ya seperti itulah, Bu. Jika Ibu merasa kurang yakin, dengan apa yang aku katakan tadi. Sebaiknya Ibu segera menyelidikinya sendiri, Biar Ibu bisa melihatnya langsung, apa yang sebenarnya terjadi," saran Pak Hartono.

Kalau memang apa yang dikatakan Pak Hartono terbukti, jika Mas Reno yang melakukannya. Berarti ia benar-benar keterlaluan dan tidak tahu malu. Lalu untuk apa, ia melakukan semuanya itu? Padahal aku telah memberinya kepercayaan, supaya ia memimpin perusahaanku dengan benar.

Tapi kenapa, dia malah mau mengambil milikku juga, dengan cara mentransfer uang perusahaan ke nomer rekening fiktif. Hingga membuat perusahaan berada diujung kebangkrutan. Padahal selama ini, dia dan juga keluarganya hidup dari kekayaan orang tuaku. Tapi kenapa, air susu malah dibalas air tuba.

Aku semakin kesal saja kepada Mas Reno dan juga keluarganya, kini ditambah lagi dengan Mbak Wina. Mereka semua itu benar-benar kumpulan benalu, yang meresahkan dan harus segera dimusnahkan. Tapi aku tidak mau asal, yang nantinya malah akan merugikan diri sendiri. Aku harus mengatur strategi yang cantik, supaya target langsung terkunci, sehingga dia tidak bisa lahi3 berkutik.

"Aku percaya kok kepada, Pak Hartono. Karena Bapak lebih lama berada di perusahaan almarhum Papa, jika dibanding dengan Mas Reno yang hanya baru seumur jagung," ungkapku.

"Alhamdulillah, kalau memang Ibu percaya kepada saya. Hati saya merasa tenang, Bu. Kalau pun nanti, ada orang yang akan mengkambing hitamkan saya karena permasalah ini, saya sudah siap melawannya. Karena saya sudah punya dekengan yang kuat," sahut Pak Hartono

"Baiklah, Pak Tono, lebih baik kita bekerja sama saja, buat membongkar semuanya ini.

AKarena aku pun merasa kesal, dan sakit hati. Mendengar perusahaan yang Papa bangun dari nol, kini harus berada diambang kehancuran. Itu semua dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Orang yang baru masuk ke dalam kehidupan keluargaku. Aku ingin membuat mereka menyesal, Pak. Apa Pak Tono mau bekerja sama denganku?" tanyaku.

Pak Tono hanya manggut-manggut, saat mendengar ceritaku. Ia pun menyeruput kopi, yang tadi dihidangkan oleh asisten rumah tangganya.

"Boleh juga sih, Bu. Justru aku senang, jika Ibu mau ikut bertindak, supaya orang yang berbuat seperti itu tau, kalau Ibu itu bukan wanita lemah." Pak Hartono menyetujui ajakanku.

"Betul, Pak Hartono. Kita mesti membuat strategi yang matang dan tidak terduga, Pak. Supaya target kita tidak menyangkalnya dan akan membuat si benalu itu terkesan," ungkapku.

Setelah itu kami pun membuat rencana untuk menjebak dan mengatur strategi, buat memberi pelajaran kepada Mas Reno. Aku akan membalas dendam kepada orang, yang telah membuat perusahaanku hampir mengalami kehancuran.

'Lihat saja kamu, Mas. Apa yang bisa aku lakukan kepadamu,' geramku.

Setelah itu aku pun pamit kepada Pak Hartono dan juga istrinya. Aku ingin segera pulang untuk beristirahat. Karena menghadapi suasana seperti ini, membuat aku merasa cepat lelah.

Sesampainya di rumahku, aku segera memasukan mobil ke garasi, kemudian aku masuk ke kamar. Aku segera mengambil handphone, yang ada dalam tas jinjingku, kemudian aku menelepon seseorang.

"Bi Ratih, Bibi bisa kembali kerja lagi ya. Kalau bisa Bibi datang sekarang juga ya, Bi. Aku tunggu," pintaku.

"Apa, Non, Bibi dipanggil kerja lagi? Alhamdulillah ya Allah, iya Non, Bibi mau. Bibi sekarang juga akan datang ya Non," sahut Bi Ratih, yang ada di seberang sana, yang kini menjadi lawan bicaraku.

Kini aku kembali memanggilnya untuk bekerja sebagai ART, sebab dulu sempat diberhentikan karena Mas Reno yang memintanya. Ia memberi alasan, kalau sekarang ada Mbak Wina, yang akan membantu pekerjaan rumah tanggaku.

Tapi setelah Mbak Wina ada, ia tidak pernah sekalipun mau membantuku. Malah tetap saja, aku yang punya rumah, yang capek ini dan itu.

***

"Mas, kamu itu habis dari mana saja sih, kok jam segini baru pulang? Handphone kamu juga kenapa tidak kamu aktifkan? Padahal sebelum kamu berangkat, aku sudah meminta kepadamu, supaya kamu jangan lama-lama nganterin Mbak Wina dan juga Ibu. Tapi ini apa, Mas. Malah adzan subuh kamu baru pulang. Padahal tanggung, Mas. Kamu nggak usah pulang saja sekalian, cecarku.

Bersambung ...

Comments (3)
goodnovel comment avatar
untung sy (Jang koto)
maantap...
goodnovel comment avatar
Leman Anto
ceritanya seru
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mati ajalah kau mila. dungu dan gampang ditipu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status