Share

4. Cantik Juga Petaka

Hari menjelang petang saat Andri keluar dari perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Gadis itu keluar karena perpustakaan karena akan segera ditutup, pun kampus mulai sepi karena para mahasiswa mulai pulang ke tempat masing-masing, entah kos atau rumah mereka.

Mahasiswa di UI, banyak yang memilih kos-kosan terdekat, agar lebih bisa menghemat waktu perjalanan. Andri sendiri pernah ditawarkan tinggal di kosan oleh Naya, tapi gadis itu menolak, karena kasihan mamanya tinggal seorang diri di rumah.

Andri berjalan ke arah parkiran, ingin mengambil mobil dan meluncur pulang. Baru saja ia membuka pintu mobil saat dering ponselnya berbunyi. Ia kembali menutup pintu mobil, memilih mengangkat telepon dari nama yang tertera di layar ponselnya, Alex.

Andri mengeryitkan dahi, melihat nama itu. Gadis itu berpikir, apa Alex ingin mengajaknya kembali bertemu. Karena seingatnya, kemarin Alex masih tak berbicara dengannya.

“Ndri, lu di mana? Tolongin gue dong!” Suara Alex terdengar panik di seberang sana.

“Tolongin apa sih? Lu di mana sekarang?” Andri balik bertanya pada Alex. Ia masih tak mengerti apa penyebab Alex terdengar begitu panik.

“Sial banget! Gue kekunci di toilet nih! Mana gak ada orang lagi.”

“Lah, kenapa bisa?”

“Tadi kelamaan, perut gue mules banget.”

“Toilet mana?” Andri bertanya setengah berteriak. Ia mulai sedikit panik mendengar jawaban temannya.

“Halo ...?” Andri kembali berteriak di telepon. Namun, tak lagi terdengar suara Alex. Panggilan terputus begitu saja. Mungkin saja baterainya habis atau tidak ada signal di sana.

Andri menaruh buku-buku dan tas ke dalam mobil, lalu gadis itu berlari kembali ke ruang utama untuk menuju toilet. Ia tak sempat mendengar jawaban di toilet mana Alex terkunci. Gadis itu hanya memperkirakan bahwa Alex seharusnya berada dan menggunakan toilet di sekitar Fakultasnya.

Alex kuliah di fakultas yang sama dengan Andri, hanya saja lelaki itu mengambil jurusan Akuntansi.

Andri memasuki toilet khusus mahasiswa, ia memanggil nama Alex berkali-kali. Namun, tak ada jawaban. Gadis itu dengan lancang membuka pintu toilet satu persatu, tak ada siapa pun di sana. Semua kosong, terlihat kering tanda tak terpakai beberapa jam. Sepi. Baru saja Andri menyadari ruang itu begitu sepi, hingga membuat bulu kuduknya meremang.

Andri ingin keluar, mungkin saja Alex berada di toilet lain, pikirnya. Gadis itu merasa harus menolong temannya, setidaknya untuk permintaan maaf karena telah membuatnya kesal waktu itu.

“Di sini!” ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di hadapan Andri.

Andri tersentak kaget, ada ketakutan yang semakin menjadi-jadi dalam dirinya. Lebih lagi saat melihat tatapan lelaki di depannya. Alex menatap tajam pada Andri sambil terus maju selangkah demi selangkah. Langkah yang menurut Andri bertanda bahaya. Andri mencoba mundur seiring dengan Alex yang makin mendekat, lalu gadis itu ingin berlari sekuat tenaga menghindar dari Alex yang semakin terlihat tak terbaca maksudnya. Namun, sayang, langkah Andri tak cepat, hingga tangan kekar itu menahan tubuhnya yang hampir keluar dari pintu. Dengan cepat, Alex mengunci pintu. 

Ruang toilet berukuran lumayan besar, di dalamnya ada beberapa ruang yang dipakai untuk menunaikan hajat. Juga ada beberapa cermin besar di depan wastafel, dekat dengan pintu.

“Lu, mau apa, hah?” Andri berteriak di wajah Alex.

“Ssssst ... jangan teriak-teriak!” Alex menutup bibir Andri dengan telunjuknya.

Hal itu membuat Andri merasa begitu jijik. Gadis itu meludah, tepat mengenai wajah Alex. 

Alex tertawa sinis. Tawa yang begitu menakutkan bagi Andri. Ternyata Alex lebih buruk dari apa yang dikenal oleh Andri.

Lelaki itu menyeka air ludah di wajahnya. Kembali Alex tertawa sinis. Lalu, tangannya menganyun pada wajah mulus Andri. 

Andri menatap Alex penuh benci. Sementara pipinya telah memarah karena tamparan keras lelaki itu. Gadis itu terduduk, makin tersudut karena tubuh tegap Alex seolah mengimpitnya. Ia bahkan bisa mencium aroma tubuh Alex dari jarak begitu dekat, tapi itu menjijikkan hingga membuat gadis itu menahan napas.

“Lu sengaja malu-maluin gue waktu itu kan? Lu sengaja berpenampilan cupu seperti waktu itu kan? Lu sengaja mainin gue, kan?” Alex terus meracau. Ia berteriak tepat di depan wajah Andri. Tak terima karena pernah diperlakukan rendah oleh Andri.

Rupanya kejadian beberapa hari lalu membuat Alex dendam dengan Andri. Ia tak terima dengan perlakuan gadis itu padanya, uang seolah sengaja mempermainkan dan merendahkan harga dirinya.

“Terus lu mau apa, setan?!” Andri mengumpat perlakuan Alex.

“Mau apa?”

Alex mendekatkan wajah ke wajah cantik Andri, membuat gadis itu berpaling ke samping. Ketakutan sekaligus rasa jijik terus menguasainya saat perlahan Alex mengusap pipi Andri dengan jari-jarinya sambil menatap tubuh gadis itu dari atas hingga ke bawah.

“Lu emang oke sih!” Tatapan Alex terjuju pada dada Andri yang menurutnya sangat memancing hasrat kelelakiannya.

Andri menepis tangan kekar itu. Tangan yang hampir menyentuh bagian yang sangat ia lindungi. Ia mulai menangis keras dan berteriak minta tolong.

“Mau sesuatu yang sudah dari dulu aku inginkan. Sudah kubilang jangan teriak. Gak ada orang di sini! Lebih baik simpan tenagamu untuk ....” ucapan Alex tergantung, karena saat itu Andri berhasil menendang tubuhnya. Namun, tubuh besar itu tak berpindah, hanya sedikit bergeser dari tempat semula. Sungguh tenaga Andri tak sekuat Alex.

Andri berdiri, kembali berteriak minta tolong. Namun saat itu kesabaran Alex hilang. Ia mendorong tubuh gadis itu hingga terbaring di lantai. Andri terus berteriak, dan menangis. Hanya itu yang bisa ia lakukan, berharap ada mahasiswa yang belum pulang dan akan menolongnya. Berharap ada security yang lewat dan mendengar tangisannya, ia berharap ada siapa saja, datang dan menolongnya.

“Jangan lakuin ini, gue mohon!” Andri mencoba mengiba, berharap Alex luluh atau setidaknya merasa kasihan pada gadis lemah di depannya.

“Sudah terlambat, Sayang. Elunya gue ajak baik-baik enggak mau sih.” Alex mulai menindih tubuh Andri. Ia mencoba mendekatkan bibirnya pada bibir gadis yang kini berada di bawah tubuhnya.

Andri menggeleng kuat. Ia meronta-ronta untuk melepaskan diri. Matanya membelalak, bibirnya mengatup rapat, ia tak mau kehilangan ciuman pertamanya. Isakan gadis itu tertahan, tapi terdengar sangat menyayat hati. 

Alex menoleh saat mendengar pintu terhempas dengan kasar. Seseorang melemparnya dengan batu, karena bagian atas dari pintu itu terbuat dari kaca. Lelaki yang tak dikenali Ale, memutar kunci dan lolos masuk.

“Sial!” Alex berteriak.

Andri membuka mata saat dirasa tubuhnya tak lagi ditimpa tubuh Alex. Ia melihat seorang menarik kerah baju Alex dengan kasar.

Araska Pratama. Sosok pelindung gadis itu sejak dulu.

“Lu tau, sudah berapa lama gue melindungi dia?” Tepat saat Araska mengatakan itu, satu pukulan mendarat di wajah Alex.

Araska seolah tak memberi kesempatan untuk Alex membalas. Ia memukul wajah itu berkali-kali hingga membuat Alex mengeluarkan darah dari hidung dan bibirnya. Kembali Araska menarik kerah kemeja Alex, lalu memukulnya lagi dan lagi, seperti orang yang tengah kesetanan.

Alex tertawa sinis, ia meludah darah yang telah bercampur dengan liurnya. Lalu, satu pukulan ia balas untuk Araska. Araska terlihat kehilangan keseimbangan, hingga membuat Alex bisa melancarkan pukulannya.

Dua lelaki kekar itu saling adu kekuatan. Melihat itu, Andri teringat saat dulu, Araska pernah berkelahi dengan Rangga sewaktu SD. Rahang kokoh itu masih terlihat sama saat marah, ketat dan penuh amarah.

Araska tak membiarkan dirinya dipukuli terus menerus, ia melayangkan satu tendangan di dada Alex, hingga rosihan tubuh Alex bisa berpindah, dan Araska tak menyia-nyiakan kesempatan.

“Siapa?” Araska kembali mengulang pertanyaan Alex.

Alex tampak tak berdaya di bawah cengkraman tangan Araska. Ia membawa Alex berdiri di depan cermin. Sejenak Alex memandangi wajahnya yang babak belur, lebam hampir di seluruh wajahnya.

“Gue lelaki. Bukan banci kayak lu yang tega melecehkan perempuan.”

Setelah mengatakan itu, Araska melempar tubuh Alex ke depan pintu. Tepat saat itu, tiga polisi datang mengamankan.

Saat melihat Alex melakukan serangan balik pada Araska, Andri kembali menggunakan kewarasannya untuk menghubungi polisi. Meskipun bibirnya bergetar saat melapor, tapi ia takut Araska dikalahkan oleh Alex, dan itu membuat Andri merasa lemah.

*

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DI SINI YA. SHARE JUGA BIAR YANG BACA MAKIN RAME.

TERIMA KASIH 🙏

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
lega rasanya Andri nggak kenapa ²,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status