Lonceng pun berdering menandakan waktu keberangkatan akan segera dimulai.
“Azyla, Jeysa,Tania ... bel sudah berdering. Ini saatnya kita menuju tempat kediaman bus yang akan kita tumpangi,” ucap sorang sahabat yang cukup berarti bagi seorang Azyla, ialah Aliya.Dengan langkah kaki yang pasti mereka, dengan segera menuju kediaman bus yang akan membawa mereka ke tempat yang bersejarah tersebut.“Azyla, Aliya jangan jauh-jauh dari kami, nanti kita tak bisa bersenda gurau bersama,” ucap Jeysa.“Iya itu benar. Nanti kita tak bisa bercerita bersama, seperti yang kita lakukan di dalam kelas,” tutur Tania.Azyla dan aliya pun memenuhi permintaan kedua sahabat mereka itu.Jam tangan Azyla pun terus berputar pada porosnya, waktu pun telah menunjukkan akan tibanya mereka pada tempat yang mereka nantikan. Dengan berjalannya waktu, keceriaan dan kebersamaan mereka pun dapat diumpamakan layaknya sebuah melodi yang telah tercipta.Ya, karena kepaduan yang utuh antara berbagai jenis instrumen musik yang pastinya memiliki kriteria yang cukup berbeda satu sama lainnya. Dengan kebersamaan serta kepaduan diantaranya itulah yang mampu menciptakan sebuah lagu yang berisikan lirik-lirik tentang indahnya persahabatan.Tak hanya sampai pada sebuah perumpamaan, dengan hati yang riang penuh keceriaan itu, mereka dengan spontan memperagakannya. Mereka menyuarakan alunan kata yang mereka nyanyikan secara bersama.Bagai udara yang selalu mereka hirup, mereka tak pernah melupakan petikan gitar yang selama ini telah menemani alunan rangkaian kata mereka, bak berupa nyanyian dan tentunya telah menggambarkan kebersamaan mereka selama ini.Beberapa saat setelahnya, akhirnya mereka harus menutup semua itu dengan sebuah lagu penutup yang bercerita tentang kesetiaan seorang sahabat. Ya, lebih tepatnya mengenai kisah persahabatan yang selalu tersenyum bersama, dengan penuh kasih dan ketulusan yang pasti.Tak terasa sudah, langkah kaki mereka pun telah menginjak pada tempat kebanggaan orang melayu yang cukup penuh misteri tersebut. Banyak kisah yang terungkap tentang manis dan pahitnya kehidupan pada masa itu. Tak terkecuali mengenai kisah seorang panglima yang setia dan juga kisahnya bersama para sahabatnya. Hal i
Pada detik ini, Azyla dan para sahabatnya pun mulai memandang indahnya suasana yang ada di sana, layaknya kisah persahabatan mereka yang penuh dengan harmoni dan kedamaian.Tak terasa, kegembiraan itu telah berjalan setengah jam lamanya. Kini saatnya, seluruh murid SMK Pelita Bangsa dikumpulkan. Mereka dengan sengaja disuruh berkumpul untuk diberikan informasi, serta peraturan yang harus dilakukan dan diikuti dengan penuh kewajiban, sebagai wisatawan yang baik.Suara merdu nan syahdu pun mulai terdengar oleh pendengaran mereka. Ya, suara merdu itu menandakan suatu kegiatan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tentunya harus segera dilaksanakan. Maka sebab hal ini, Azan yang telah bergema itu pun menuntut Azyla, Aliya, dan Tania untuk menuju tempat suci yang dapat menyucikan hati orang-orang yang beriman dan para penganut agama Islam.Layaknya garis tangan seseorang, perbedaan sungguh tak menjadi sebuah permasalahan bagi mereka, untuk selalu tersenyum dalam hubungan persahabatan
Azyla, Aliya dan Tania pun melangkahkan kaki mereka menuju masjid yang tak jauh dari tempat peristirahatan mereka. Langkah demi langkah mereka lewati dengan dihadiri perasaan yang seakan menyatakan penuh tanda tanya dan sama sekali tak terduga tentunya. Maka pada saat itulah, suatu misteri pun mulai menghampiri langkahnya Tania.“Azyla, Aliya ... apa kalian merasa jika ada bayangan yang tengah mengikuti kita?” tanya Tania dengan tampak sedikit bergidik.“Hmm ... tidak, aku tak merasakannya,” jawab Azyla.“Sama, aku juga tidak,” lanjut Aliya.“Apa saat ini, kalian ... benar-benar tak merasakan apa yang kurasakan?” tanya Tania dengan tampak khawatir.“Sungguh, tidak,” jawab Azyla dan Aliya dengan merasa heran.“Hmmm ... ya sudah, mungkin itu hanya sebatas perasaanku saja,” ucap Tania meski hatinya masih merasakan suatu kejanggalan yang tak biasa.
Sesampainya mereka, Azyla dan kedua sahabatnya itu pun membasuh wajah mereka, serta mensucikan diri mereka dengan mengambil air wudu. Lalu kemudian, mereka pun memasuki masjid yang elok dan megah itu dengan penuh keikhlasan, untuk menunaikan kewajiban mereka.Menit demi menit pun telah terlewatkan, perasaan Tania kembali cemas dengan adanya kemisteriusan yang penuh dengan tanda tanya itu kembali. Hal ini terjadi, di kala mereka berangsur kembali melangkahkan kaki, menuju pandangan Jeysa yang tengah menunggu kehadiran mereka.Pada detik itu, detik ketika sesampainya mereka, tentunya obrolan pun kembali hadir melalui lisan yang mempertanyakan tentang kecemasan salah seorang sahabat mereka itu, terlagi Jeysa sama sekali tak mengetahui tentang hal ini.“Tania, wajah kamu terlihat cemas. Ada apa?” tanya Jeysa penuh perhatian.“Begini Jey ... tadi pada saat dipertengahan jalan, lebih tepatnya di saat kami ingin menuju ke masjid ... Tania melihat sebuah bayangan yang menjadi tanda tanya bag
Mereka pun dengan ceria di kala hendak memasuki istana tersebut. Tak hanya sebatas perasaan belaka, bahkan mereka pun turut menampilkan rasa mereka itu dengan berjalan khas sesuai cerminan rasa yang tengah mereka rasakan, dengan tak luput dengan senyuman, seraya menggenggam tiket yang telah mereka terima tentunya. Hal ini terjadi, bukan hanya pada Azyla, Aliya maupun hanya Jeysa, melainkan juga dengan Tania.Ya, meskipun tadinya Tania sempat memikirkan suatu hal yang tak pasti, tapi pada menit itu ia dengan spontan berubah menjadi sosok Tania yang ceria kembali.Sesampainya mereka di dalam istana yang tampak begitu megah itu, Azyla dan para sahabatnya pun mulai mendokumentasikan semua peninggalan-peninggalan yang terdapat di dalamnya. Namun berbeda dengan yang lainnya, Tania malah kembali membangkitkan rasa kecemasannya yang telah sempat terjadi pada sebelumnya.“Azyla, Aliya, Jeysa ...,” panggil Tania.“Ya?”“Rasanya ... seperti ada yang mengikutiku kembali. Sebaiknya kalian jangan ja
“Tenanglah Tan, kami akan selalu bersamamu. Lagi pula aku tak melihat apapun, bahkan aku juga tak merasakan apa yang tengah kamu bicarakan,” tutur Azyla.“Aku serius Zy, bahkan aku mersakannya lebih dari yang tadi,” sangkal Tania.“Gini saja, lebih baik kamu menyibukkan diri, agar kamu tak merasakannya lagi,” sahut dan saran Aliya.“Tapi aku harus melakukan apalagi? Bukannya dari tadi ... aku sudah berusaha untuk menyibukkan diriku dengan menulis dan juga memperhatikan banyaknya objek yang ada di sini? Lantas apalagi yang harus aku lakukan?”“Iya sih,” ucapnya. Setelah Aliya mengatakan kalimat singkatnya itu, seraya memikirkan suatu hal yang mungkin bisa jadi saran terbaik untuk situasinya Tania kali ini, lantas dengan spontan ia pun melihat ke arah bawah dan kini, arah pandangnya pun dengan tak sengaja tertuju ke arah pergelangan tangannya Tania, “hmmm ... Tan, kamu melepaskan gelang persahabatan kita?” tanya Aliya setelah melihat tangan Tania yang hampa.
Setelah mendengar kalimat tanya itu, Tania pun turut mengernyitkan alisnya. Lalu kemudian ia pun turut melihat ke arah pergelangan tangannya, “Tidak, tadi aku memakainya,” jawab Tania, seraya turut melihat dekat pergelangan tangannya.“Lalu ke mana gelang itu?” Heran Aliya.“Entahlah, tapi perasaan tadi aku memakainya.” jawab Tania dengan benar-benar merasa heran, “tak mungkin aku lupa memakainya, ‘kan?!” tambahnya dengan terkesan seakan tengah bermonolog.“Ya, Tan ... tadi aku juga melihat kamu memakai gelang itu, saat berada di halaman istana,” jelas Jeysa.“Apa mungkin gelangnya jatuh di sana?” kata Azyla.“Mungkin saja. Bagaimana, jika kita mencarinya sekarang?” ujar Jeysa.“Boleh, ‘tu,” singkat Azyla.
Mereka pun keluar menuju taman yang berada tepat di depan istana itu sambil mencari gelang Tania yang hilang. Kini, telah sepuluh menit lamanya mereka mencari gelang itu secara bersama.“Azyla, Aliya, Jeysa, apa kalian sudah menemukan gelangku yang hilang?” tanya Tania.“Aku belum menemukannya. Bagaimana jika sebaiknya, kita mencari gelangmu itu dengan berpencar, agar bisa segera ditemukan?” saran Azyla.“Baiklah, jika itu yang lebih baik,” balas Tania.Tania pun menerima saran dari salah seorang sahabatnya itu. Maka kini, mereka pun mulai mencari gelang milik Tania dengan turut berpencar.Beberapa saat setelah berpencar, akhirnya Tania pun menemukan gelangnya yang hilang tepat pada tatapannya. Namun meskipun demikian, lagi dan lagi ia merasakan hal yang pernah ia rasakan. Ya, apalagi kalau bukan perasaan yang penuh dengan tanda tanya, layak pada saat sebelum-sebelumnya.Sebab merasa takut, alhasil sebuah gelang yang tadinya telah ia genggam pun terlepas begitu saja dari genggamannya.