Napas Isabel seakan sesak akibat dipenuhi dengan kata-kata Joseph. Bulu kuduknya sampai merinding ketakutan. Untungnya, dia dilepaskan dan dibiarkan untuk kembali ke kamar sekarang ini.
“Ya Tuhan, kenapa aku bodoh sekali?” Isabel menepuk keningnya, merutuki kebodohannya yang langsung masuk kamar, tanpa sama sekali mengetuk pintu.
Isabel mondar-mandir tidak jelas di dalam kamarnya. Sungguh, dia tidak menyangka kalau akan melihat adegan seperti tadi. Seumur hidup, dia belum pernah melihat adegan seperti itu.
Isabel menghempas tubuhnya ke ranjang dan meraih bantal untuk menutupi wajahnya. Perasaan malu, takut, semuanya campur aduk. Yang dia sesali adalah dirinya harus melihat adegan seperti tadi. Andai saja rasa penasarannya tidak tinggi, pasti dia tidak akan melihat adegan itu.
Isabel memaksakan diri untuk memejamkan mata. Meskipun tidak lagi mengantuk, tapi tidak masalah. Yang penting dia memaksa diri untuk tidur, agar esok hari dirinya bisa tenang berhadapan dengan Joseph.
Sinar matahari begitu tinggi. Berawal dari Isabel yang tidak bisa tidur, dan berakhir dengan dia menjadi bangun tidur terlambat. Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi, dan dia baru saja membuka kedua matanya.
“Astaga!” Isabel sampai menjerit terkejut melihat waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Dia sama sekali tidak mengira kalau akan bangun sampai sesiang ini. Padahal tadi malam dia tak bisa tidur.
Isabel segera melompat dari tempat tidur dan berlari masuk ke dalam kamar mandi. Sungguh, dia benar-benar tidak enak bangun terlambat. Bagaimanapun dirinya masih menumpang tinggal di penthouse Joseph.
Lima belas menit kemudian, Isabel bergegas keluar dari kamar. Dia memutuskan ingin membantu pelayan untuk membersih-bersihkan penthouse milik Joseph. Setidaknya dia harus melakukan sesuatu sebagai bentu terima kasih.
“Nona, apa yang Anda lakukan?” seorang pelayan terkejut di kala Isabel membersihkan meja.
Isabel menggigit bibir bawahnya pelan. “A-aku ingin membantumu.”
Sang pelayan tersenyum sopan. “Tidak usah, Nona. Saya bisa melakukan tugas saya. Lebih baik, Anda menemui Tuan Joseph. Beliau tadi berpesan kalau Anda sudah bangun, untuk menyusul beliau di kolam renang.”
“Joseph di kolam renang?” ulang Isabel memastikan.
Sang pelayan mengangguk. “Iya, Nona. Tuan Joseph ada di kolam renang.”
“Baiklah, aku akan ke sana.” Perlahan, Isabel melangkah pergi meninggalkan sang pelayan—dan menuju ke kolam renang. Debar jantungnya berpacu kencang seakan ingin berhenti berdetak. Dia bingung, malu, dan cemas jika bertemu dengan Joseph.
Byurrr
Joseph melompat ke kolam renang tepat di kala Isabel datang. Gadis itu tidak berani beranjak mendekat ke kolam. Yang dilakukannya hanya memainkan kuku sambil menggigit bibir bawahnya.
Joseph muncul di permukaan, menatap Isabel berdiri cukup jauh dari tepi kolam. Dia berenang hingga ke tepi dan berkata, “Mendekatlah.”
“Aku?” Isabel menunjuk dirinya sendiri.
Joseph berdecak. “Memangnya ada siapa lagi selain dirmu?”
“Eh, i-iya.” Buru-buru, Isabel mendekat ke tepi kolam. “Aku minta maaf hari ini bangun terlambat.”
“Sepertinya apa yang terjadi tadi malam, membuat tidurmu terlalu nyenyak sampai bangun terlambat,” balas Joseph dingin dan datar.
“Eh?” Baru saja Isabel memekik bingung, tiba-tiba kakinya sudah ditarik oleh Joseph, hingga membuat tubuhnya tercebur di kolam renang.
Byurrr
Isabel gelagapan di kala tercebur di kolam renang. Dia berusaha meraih apa pun agar bisa muncul di permukaan. Joseph yang melihat Isabel gelagapan panik—langsung meraih tubuh gadis itu dan memeluknya erat.
“J-Joseph—”
“Kau itu lemah sekali!” seru Joseph jengkel.
Tubuh Isabel menggigil kedinginan. Gadis itu memegang bahu Joseph. “A-aku tidak bisa berenang, Joseph.”
“Kau tidak bisa berenang?” Manik mata hazel Joseph, menatap manik mata hijau Isabel.
Isabel mengangguk. “Iya, aku tidak bisa berenang.”
Joseph mengembuskan napas kasar. “Apa sebenarnya kebisaanmu? Aku lihat fisikmu ini terlalu lemah dan kau ceroboh.”
Isabel menggigit bibir bawahnya.
Joseph tersenyum samar. “Jangan katakan padaku, kalau kebisaan yang kau lakukan hanya menggigit bibirmu?”
Mendengar ucapan Joseph, membuat Isabel tidak lagi menggigit bibirnya. “J-Joseph, maafkan aku.”
“Kau minta maaf untuk kesalahanmu yang mana?”
“Untuk kecerobohanku, dan untuk tadi malam.”
“Menurutmu hanya minta maaf saja cukup?”
Isabel menunduk tak berani menatap Joseph.
“Angkat dagumu ketika bicara dengan seseorang, Isabel,” titah Joseph tegas.
Isabel memberanikan diri mengangkat dagunya, menatap Joseph. “Joseph, aku benar-benar minta maaf. Harusnya aku juga tahu diri karena sudah kau berikan tumpangan tinggal sementara di penthouse-mu. Hm, apa kau berkenan aku menjadi salah satu pelayanmu? Aku akan membantu membersihkan penthouse-mu. Aku juga bisa memasak. Meski masakanku tidak terlalu hebat, tapi aku akan belajar lebih rajin lagi.”
Joseph terdiam sebentar mendengar apa yang Isabel katakan. Banyak pertanyaan yang muncul di dalam benaknya, namun pria itu memilih untuk mengabaikan segala hal yang ada di kepalanya. Dia memilih untuk fokus pada satu hal saja.
“Pelayanku sudah banyak di sini. Aku tidak membutuhkan pelayan lagi,” tukas Joseph dingin.
Isabel menggigit kembali bibir bawahnya. “Kau tidak usah membayarku, Joseph. Aku hanya ingin berterima kasih saja padamu. Bagaimanapun, aku berhutang budi padamu.”
Jika bukan karena Joseph menampung Isabel, entah bagaimana nasibnya. Dia hanya sebantang kara. Tidak memiliki siapa pun. Hal itu yang membuat Isabel ingin menjadi pelayan di penthouse Joseph.
Joseph terdiam belum menjawab apa yang Isabel katakan. Rupanya gadis itu tahu berbalas budi. Namun, sayangnya Joseph tidak tertarik untuk menjadikan Isabel sebagai salah satu pelayan yang bekerja di penthouse-nya.
“Jadi kau ingin balas budi padaku?” Joseph menarik dagu Isabel, mendekatkan bibirnya ke bibir Isabel
“I-iya.” Isabel menelan saliva-nya susah payah. Hanya satu kali gerakan bibirnya saja sudah pasti bibirnya akan menempel ke bibir Joseph. Sungguh, ini benar-benar moment yang ambigu. Bahkan seluruh tubuh Isabel seakan lumpuh, tidak mampu berkutik sama sekali.
Napas Isabel tercekat ketika embusan napas Joseph menerpa kulit di atas bibirnya. Ujung hidung Joseph sudah menyenggol ujung hidung Isabel. Rasanya Isabel ingin pingsan ketika dalam keadaan intim dengan Joseph.
Sudut bibir Joseph membentuk senyuman tipis melihat Isabel yang gugup. “Balas budi padaku sangatlah mudah, dan aku yakin kau bisa melakukan itu.”
Mata Isabel mengerjap beberapa kali. Sekujur tubuhnya merinding. Air kolam yang dingin semakin membuat bulu kuduk Isabel berdiri. Posisi tangan Isabel tadi memegang bahu Joseph, menjadi melingkar di leher Joseph.
“A-apa yang harus aku lakukan, Joseph?” tanya Isabel dengan suara tercekat ketakutan. Seluruh organ dalam tubuhnya seakan meronta di dekat Joseph. Ini benar-benar membuatnya menjadi tidak nyaman. Jantung yang berdebar terlalu kencang, membuat sekujur tubuhnya melemas.
Joseph mendekatkan bibirnya ke telinga Isabel seraya berbisik serak, “Relaks, Isabel. Jangan tegang. Aku akan memberi tahumu nanti. Yang pasti sesuatu hal yang mudah agar kau bisa melakukannya dengan mudah.”
“Gantilah pakaianmu.” Joseph bertitah meminta Isabel mengganti pakaiannya yang sudah basah kuyub, akibat gadis itu tercebur di kolam.Isabel menarik handuk putih yang diberikan oleh Joseph, agar semakin membalut tubuhnya yang kedinginan. “I-iya, Joseph. Terima kasih.”“Kau terlalu banyak mengucapkan terima kasih dan juga minta maaf. Masuklah ke kamarmu. Ganti pakaianmu,” balas Joseph dingin tak ingin dibantah.Isabel mengangguk patuh, lalu melangkah pergi meninggalkan Joseph menuju kamarnya. Namun di kala Joseph hendak ingin menuju kamarnya—langkahnya terhenti melihat Ian—asistennya—datang menghampirinya.“Tuan, Nona itu—” Ian bingung melihat Isabel masuk ke dalam kamar.“Aku membiarkannya tinggal di sini,” jawab Joseph dingin.Ian hendak ingin bertanya lagi, tapi tatapan tajam dari Tuannya membuatnya mengurungkan diri untuk kembali bertanya.“Ada apa kau ke sini, Ian?” tanya Joseph to the point pada sang asisten.“Hm, Tuan. Ayah Anda tadi menghubungi saya. Beliau meminta Anda untuk s
Isabel merasa hidupnya tidak tenang. Benaknya berputar mendengar permintaan gila Joseph. Kata-kata Joseph layaknya ucapan menyejukan, namun memiliki makna menusuk hingga membuatnya merinding ketakutan. Napas Isabel terengah-engah akibat rasa takut sudah menyelimutinya.Permintaan bentuk balas budi membuat Isabel seakan ingin berhenti bernapas. Sungguh, permintaan Joseph benar-benar membuat Isabel ingin terjun bebas dari penthouse megah ini.Joseph adalah pria yang baru Isabel temui. Bahkan bisa dikatakan dalam seumur hidupnya, belum pernah dia dekat dengan seorang pria, seperti dirinya dekat dengan Joseph.Akan tetapi, satu hal yang Isabel tidak lupa adalah Joseph banyak menolongnya, termasuk menolongnya dari ambang kematian. Jika waktu itu Joseph tidak membawanya pergi, maka sudah pasti hidup Isabel akan berakhir tragis.“Isabel tidurlah. Ucapan Joseph tadi pasti omong kosong.” Isabel menarik selimut, menutup rapat wajahnya dengan selimut tebal itu. Joseph telah pergi meninggalkan I
“Siapa Aubree?”Pertanyaan pertama yang Isabel tanyakan di kala dirinya dan Joseph berada di ruang makan. Setelah Nathan pergi, mereka memutuskan untuk makan bersama, karena Joseph merasa lapar. Efek marah-marah sepertinya yang memicu Joseph menjadi lapar.Joseph yang tengah makan steak menghentikan makannya mendengar pertanyaan Isabel. “Aubree adalah istri kakaku.”Isabel terdiam sebentar. “Hm, Joseph … kenapa tadi kau bilang pada kakakmu kalau aku adalah kekasihmu?” tanyanya pelan dan hati-hati. Ini pertanyaan yang sejak tadi Isabel tahan-tahan.Joseph mengambil wine yang ada di atas meja, dan meminum wine itu perlahan. “Kalau aku mengatakan kau adalah temanku, maka dia tidak akan percaya. Aku malas untuk menjelaskan banyak hal padanya. Aku paling tidak suka ada orang yang ikut campur dengan urusan pribadiku.”Isabel mengangguk paham.“Kau keberatan kalau aku mengatakan kau sebagai kekasihku?” Joseph menatap Isabel, menunggu jawaban gadis itu.Isabel menggeleng cepat. “T-tidak seper
Isabel menatap cincin dan kalung milik mendiang ibunya yang tadi diberikan oleh pelayannya. Tampak jelas raut wajah Isabel menunjukkan kerapuhan dan kesedihan di kala melihat cincin dan kalung milik mendiang ibunya.Kepingan memori Isabel teringat tentang mendiang ibunya. Air mata Isabel pun berlinang jatuh membasahi pipinya, mengingat kenangan manis ketika ibunya masih ada di dunia ini.Isabel sangatlah merindukan ibunya. Jika ada mesin waktu yang Isabel inginkan adalah membuat ibunya kembali ada di dunia ini. Setiap kali gadis itu mengingat kenangan itu pastinya dia akan sedih dan sesak.“Nona?” Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Isabel.Isabel sedikit tersentak karena pelayan itu menyerukan memanggil namanya. Detik itu juga Isabel menyimpan cincin dan kalung mendiang ibunya ke tempat semula—lalu dia bangkit berdiri—melangkah menghampiri pintu kamarnya—dan membuka pintu kamarnya perlahan.“Iya?” Isabel menatap sang pelayan yang ada di hadapannya.“Nona Isabel, saya akan mememasak
Tubuh Isabel bergerak-gerak. Peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Gadis itu seperti tenggelam dalam mimpi buruknya hingga membuatnya sulit membuka mata, akibat mimpi buruknya itu seakan mencekam raganya untuk tidaklah sadar.“Tidak!!” Isabel terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat semakin membanjiri tubuhnya. Dia mengendarkan pandangannya—melihat dirinya berada di kamarnya.Isabel terdiam sebentar menatap ke sekitarnya. Ya, kepingan memorinya teringat bahwa dia masih berada di penthouse Joseph. Untungnya malam itu, Joseph menyelamatkannya. Jika tidak, entah bagaimana dengan kehidupannya. Isabel mengambil tisu menyeka keringatnya menggunakan tisu itu. Lantas, dia melihat ke jam dinding—waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa lelah akibat mimpi buruk yang dideritanya.Isabel berusaha mengatur napasnya di tengah-tengah rasa cemas menyelimutinya. “Lebih baik aku berendam saja.” Isabel bergumam ingin berendam malam-malam, demi menenangkan pikiran y
Otak Isabel tidak bisa tenang. Debaran jantungnya sekarang bahkan jauh lebih kencang dari biasanya. Isabel tak pernah merasakan ini sebelumnya. Perasaan yang benar-benar tak menentu.Tangan Isabel berkeringat dingin. Kegugupan pun melanda dirinya bercampur dengan debaran jantung yang jauh lebih kencang. Jika dibiarkan, bisa-bisa Isabel akan pingsan akibat perasaan yang tak menentu ini.Sumber utama yang membuat Isabel seperti ini adalah Joseph. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya ada pria yang melihat tubuh telanjangnya. Ditambah Joseph bukanlah suami ataupun pacar. Itu sangat memalukan!Isabel merutuki kebodohannya yang berendam di dalam jacuzzi sampai terlelap. Bisa-bisanya dia berendam dan berakhir tertidur pulas. Bahkan dia sampai tidak sadar kalau tubuhnya telah berpindah dari jacuzzi ke ranjang.Kegilaan macam apa ini? Isabel sungguh malu. Kalau saja bisa, dia ingin bersembunyi di kutub utara. Pergi sejauh mungkin. Dia sangat malu. Setiap kali melihat Joseph, ingin dirinya be
Esok hari, Isabel sudah berpakaian khusus untuk berkuda. Ya, tadi pagi-pagi sekali pelayan mengantarkan pakaian yang telah disiapkan oleh Joseph. Entah, Isabel tak tahu kapan Joseph memesan pakaian perempuan untuk berkuda. Dia yakin pasti Joseph meminta asistennya untuk memesan pakaian ini.Joseph memiliki selera yang tinggi. Isabel bisa membuktikan dari pakaiannya yang disiapkan oleh Joseph. Semua pakaian yang dibelikan Joseph merupakan pakaian yang memiliki gaya terbaik dalam arti modern, tidak ketinggalan jaman. Selain modelnya yang menawan, juga merk dari pakaian yang diberikan Joseph, bukanlah merk dari brand sembarangan.Isabel menatap cermin, dia memakai sedikit riasan tipis di wajahnya. Rambut merah gadis itu diikat messy bun—membuatnya cantik dan segar. Isabel memiliki rambut yang cukup panjang. Jika ingin berkuda, pasti akan membuatnya tidak nyaman kalau harus membiarkan rambut panjangnya tergerai. Itu kenapa Isabel memutuskan untuk mengikat rambutnya dengan model messy bun.
“Isabel, ternyata kau sangat hebat berkuda.” Pujian pertama lolos di bibir Aubree sambil menatap Isabel dengan tatapan bangga. Ya, saat ini mereka tengah duduk bersantai di kafe sambil menikmati makanan. Setelah selesai berkuda, Aubree mengajak Isabel, Joseph, dan Nathan untuk makan di kafe terdekat. Kelelahan berkuda, pastinya mereka membutuhkan asupan makanan.Isabel tersenyum mendapatkan pujian dari Aubree. “Tidak hebat, Kak. Kebetulan saja aku bisa.”“Well, dulu aku sangat takut setiap kali ibuku mengajakku berkuda. Kau tahu? Berkuda itu tidak mudah. Jika aku lihat tadi sepertinya kau sangat terlatih,” ujar Aubree yang kagum pada Isabel.“Hm, dulu aku belajar dari mendiang kakakku. Dia yang mengajariku untuk berkuda,” balas Isabel dengan suara tenang.“Kakakmu sudah tiada?” sambung Nathan yang kini penasaran.Isabel mengangguk. “Ya, aku hanya seorang diri di sini. Tidak memiliki siapa pun. Kakakku dan ibuku sudah tiada.”“Ayahmu?” sambung Aubree.Isabel terdiam sebentar ketika Aub