“Dua puluh lima, dua puluh enam, tujuh, delapan, sem ... eh, mana nomor dua puluh sembilan?” gumam Chou sambil pelan-pelan menyibak kelelawar yang bergelantungan di kurungan. Chou berulang kali mengecek ulang kumpulan kelelawar yang menjadi tanggung jawabnya.
“Ah ... sialan!” Chou segera menarik tangannya dari dalam kurungan. Tangan Chou yang berkali-kali membolak-balikkan tubuh kelelawar-kelelawar yang sedang tidur itu sangat mengganggu mereka. Mungkin karena sejak dilahirkan kelelawar-kelelawar ini sudah ada di laboratorium, mereka tidak lagi takut pada manusia. Mereka juga sudah terbiasa keluar masuk kurungan untuk dijadikan percobaan.
Chou melihat sarung tangannya yang lumayan tebal terkoyak, ada sedikit darah mengalir dari ujung jarinya. Dia tidak begitu memperhatikan kelelawar nomor berapa yang menggigitnya tadi.
“Ada apa? Kenapa tanganmu?” tanya Angel.
“I’m ok. Don’t worry.” Chou menutupi rasa sakit di ujung jarinya di depan ‘malaikat’ cantik yang diam-diam sudah memasung hatinya sejak pertama bertemu itu, dengan senyum lebar.
“Are you sure? Coba kulihat.” Setengah memaksa Angel berusaha menarik tangan Chou yang disembunyikan di belakang punggungnya. Namun, Chou menepis lembut tangan halus Angel dan menggenggamnya.
“Aku enggak apa-apa, percayalah.”
Tiba-tiba, terdengar suara bel tanda pintu laboratorium terbuka. Keduanya menoleh ke arah pintu kaca yang hanya bisa dibuka menggunakan kartu khusus.
“Hai, pagi-pagi sudah genggam-genggaman tangan! Pacaran jangan di sini, ada CCTV dimana-mana,” canda James pada dua rekannya.
“Tangan Chou terluka, tapi dia tidak membiarkan aku melihat lukanya.”
Angel segera menarik tangannya. Seandainya bukan di dalam laboratorium mungkin dia akan membiarkan tangan hangat pemuda tampan yang jenius itu menggenggam jemarinya berlama-lama. Seandainya Chou tahu gemuruh di dada Angel saat jari mereka saling menggenggam ....
“Terluka kenapa?” James menatap Chou yang sedang membersihkan lukanya dengan alkohol swab.
“Aku tadi melihat si nomor dua puluh sembilan tidak ada di kurungan. Mungkin aku mengganggu teman-temannya yang sedang tidur, salah satu dari mereka menggigitku.” Chou memperlihatkan ujung jarinya yang sobek kecil dan sarung tangan yang juga terkoyak cukup lebar.
“Kurungan nomor berapa?” Wajah James berubah tegang.
“Kurungan D13. Aku heran kemarin masih lengkap tiga puluh ekor. Pagi ini berkurang satu, tapi aku lihat catatan sebelumnya tidak ada riwayat yang mati.”
Chou menyodorkan catatan yang setiap hari harus diisi oleh petugas jaga yang bertanggungjawab sesuai jam kerja.
“Kamu yakin? Sudah kamu cek ulang? Sudah cek kurungan yang lain?” James cemas sekaligus tegang, dia berkali-kali membaca laporan timnya.
“Eh, kamu tidak melihat jariku luka begini? Kamu pikir mengapa aku digigit? Itu karena aku berkali-kali mengecek dan mencari nomor dua puluh sembilan. Tidak mungkin tertukar kurungan. Kalau memang iya, harus ada yang bertanggungjawab.” Chou sedikit tersinggung karena James sebagai ketua tim meragukan kinerjanya.
“Sorry, bukan begitu maksudku, aku hanya ...,” James tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.
“Ada apa James?” tanya Profesor Lim.
James hanya terdiam dengan wajah tegang. Ada sebersit ketakutan bila dia mengatakan yang sebenarnya, tetapi dia tidak mungkin berbohong. Setiap sudut ruang laboratorium terpasang CCTV yang merekam semua kegiatan selama 24 jam penuh setiap hari.
“Nomor dua puluh sembilan dari kurungan D13 ... menghilang, Prof.”
James menyerahkan berkas laporan dari sif sebelumnya. Sang Profesor menatap tajam mahasiswa andalannya satu persatu. Dahinya berkerut.
“Bagaimana bisa?” Suara Profesor Lim nyaris seperti bisikan. Kalau sudah begitu, artinya ada yang sangat serius terjadi. Para mahasiswanya sudah sangat mengenal kebiasaan Profesor terbaik versi Dewan Komunis China itu.
Kurungan D13, tidak sembarangan petugas boleh mendekatinya. Hanya orang tertentu dan mendapat wewenang khusus yang boleh mengecek keadaan kelelawar-kelelawar yang ada di dalamnya. Hewan-hewan ini memang diperuntukkan untuk percobaan. Bila menggunakan anjing atau kelinci, selain biaya yang mahal, sejumlah organisasi penyayang binatang akan terus menerus mengganggu mereka dengan surat protes yang tidak berhenti mereka kirimkan.
“Siapa terakhir yang mengawasi kurungan D13?” tanya Profesor yang sudah memutih seluruh rambutnya itu.
James segera melihat daftar nama petugas yang mengawasi kurungan D13 selama 24 jam terakhir.
“Chen, Siau Chen Liu. Chou, bisa kau hubungi dia? Siapa tahu dia masih belum pulang.”
Chou segera melakukan perintah James. Dia mengambil telepon genggamnya dari saku seragam lalu menekan nomor telepon Chen.
“Chen, kau di mana? Segera kembali ke laboratorium, Profesor Lim mencarimu.”
Tanpa basa-basi Chou langsung meminta Chen kembali ke laboratorium
“Ada apa?” tanya Chen di ujung telepon.
“Pokoknya kau segera ke laboratorium, urgen!” tegas Chou.
“Ok.”
Setelah mendengar jawaban Chen, Chou segera menutup telepon selularnya. Dia mengangguk pada James, mengisyaratkan tugasnya sudah dia lakukan.
“Sebentar lagi Chen datang, Prof.”
Profesor Lim mengangguk mendengar laporan James.
Angel pura-pura sibuk dengan beberapa gelas piala berisi cairan berwarna kuning. Chou mendekat, membantunya menyusun tabung-tabung reaksi di raknya. Angel merapatkan tubuhnya pada Chou.
“Kenapa semua panik?” tanya Angel lirih.
“Kamu tidak tahu?” Chou balik bertanya.
Angel menggeleng. Dia benar-benar tidak paham mengapa kurungan D13 sangat istimewa. Dia termasuk yang ada di tim proyek ini sejak awal, tetapi tidak semua dia tahu. Hal itu karena ada rumor yang beredar kalau proyek ini adalah salah satu proyek rahasia pemerintah pusat, hanya beberapa orang saja yang diberi akses untuk ‘tahu segalanya’ dan yang pasti mereka memang orang-orang istimewa.
“Kurungan D13, adalah proyek rahasia itu. Semakin sedikit yang kamu tahu akan semakin baik.”
Chou bicara dengan suara sangat pelan, nyaris berbisik. Angel yang mendengarnya tertegun, tubuhnya menegang.
“James, jaga jangan sampai berita hilangnya nomor dua puluh sembilan tersiar keluar. Aku tidak mau orang-orang panik.” Semua terdiam mendengar ucapan Profesor Lim yang tegas dan sangat hati-hati. Raut wajahnya sangat serius dengan sorot mata tajam.
“Baik, Prof,” jawab James tidak kalah tegas.
"Jangan lupa, cek CCTV dua hari terakhir," perintah Profesor Lim sambil berjalan ke luar laboratorium.
"Siap, Prof,” jawab James tegas.
Kemudian dia berpaling ke arah Chou, “Chou bisa kau minta petugas keamanan mengirimkan rekaman CCTV dua hari terakhir khusus ruangan ini? Katakan saja Profesor Lim ingin mengecek hasil tes pada kelelawar kita. Ingat, jangan bicara macam-macam!" pesan James pada Chou yang menjawab dengan anggukan saja.
Sepagi ini, dahi James berkeringat cukup deras. Padahal, sudah hampir musim dingin. Dia benar-benar panik dan tidak bisa berpikir jernih hari ini.
“Tenanglah, James. Kita pasti menemukannya, apa pun caranya.”
Chou memang selalu bisa menutupi perasaannya. Sepanik apa pun keadaan, dia tetap bisa tenang dan tampil bersahaja. Walau sebenarnya dia sempat gemetar ketika pandangannya beradu dengan Profesor Lim tadi.
“Kenapa Chen lama sekali?” teriak James kesal sambil membanting laporan yang berkali-kali dibacanya.
Sementara itu, Angel berdiri di sudut laboratorium dengan tubuh gemetar.
***
“Angel, bisa kau keluar sebentar?” mohon James saat Chen masuk ruangan. Pemuda berkacamata tebal itu mengerutkan dahinya, tanpa sengaja pandangannya bertabrakan dengan Angel. Ada berjuta tanya di balik mata bening itu. Namun, tidak ada yang berani bersuara. Wajah James sangat tegang, Chen berdiri di depannya. Mereka menunggu Chou dan Profesor Lim yang masih memeriksa ruang laboratorium lainnya. Gedung Wu Chan Institute of Virology, sangat luas. Sebagai laboratorium biosafety level empat pertama yang didirikan di China daratan, tentu semua tahu kualitas mereka bukan abal-abal. Bila sampai ada kejadian hewan percobaan mereka hilang, tentu suatu hal yang sangat mustahil. Sejak berdiri tahun 1956, sampai mereka mendapat kepercayaan dari luar negeri untuk menjadi salah satu laboratorium rujukan untuk bidang yang tidak biasa ini, tidak pernah ada catatan buruk tentang kinerja mereka. Semua staf adalah lulusan terbaik dari penjuru Negeri Tirai Bambu. Tidak sedikit y
Seorang gadis tampak tergesa-gesa melewati petugas keamanan di depan stasiun kereta api bawah tanah Wu Chan. Wajah cantiknya sedikit tegang namun tetap berusaha tenang dan tersenyum manis. Coat berwarna moca sangat serasi dengan kulitnya yang putih bersih. Rambut yang berwarna coklat emas menambah pesonanya semakin terpancar.Sebuah tas wanita berwarna hitam menggantung di pundak kirinya. Sedang tangan kanannya membawa sebuah tas komputer jinjing yang lumayan besar. Sangat terlihat tas itu padat dan agak berat. Langkahnya menuju lorong tempat kereta tujuan Shanghai.“Kereta tujuan Shanghai biasanya tepat waktu, hari ini kenapa ada penundaan?” kata seorang bibi separuh baya yang berdiri tidak jauh dari si gadis.“Mungkin ada sedikit masalah, biasanya tidak lebih dari dua menit kereta terlambat,” sahut seorang lelaki berkacamata tebal dengan dasi besar dan tas kerja yang sudah tidak baru lagi. Kentara sekali lelaki itu berusaha menarik perh
“Angel kembali ... di ....” Ucapan Chen sudah tidak terdengar oleh Chou. Secepat kilat dia berlari ke laboratorium mereka. Dia tidak peduli tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Bahkan, teguran rekan-rekannya tidak digubris. Dia hanya ingin segera melihat sosok yang sudah membuatnya hampir mati karena khawatir itu baik-baik saja. “Angel ... Oh, My God, syukurlah kamu tidak apa-apa. Dari mana saja kamu? Kamu baik-baik saja, kan? Apa kamu terluka?” cecar Chou dengan panik. Angel menatap Chou dengan dahi berkerut. “Yes, I’m ok. Thank you for asking,” jawab Angel masih keheranan melihat semua orang yang menatapnya tajam penuh kecurigaan. Hanya Chou yang tampak cemas dan panik. “Ada apa?” tanyanya sambil menatap satu-satu rekan satu timnya. “Kita tunggu Profesor Lim,” kata James dengan tatapan tajam tanpa berkedip. Sejurus kemudian, asisten kepercayaan Profesor Lim masuk. Semua berdiri dan me
Angel terdiam sesaat, berusaha menata hati dan pikirannya. Jangan sampai di saat genting ini dia tersilap lidah. Bisa hancur karier masa depannya dan juga rekan satu timnya.“Tiga hari yang lalu, saat tim kami bertugas menjaga kurungan D13, saya melihat ada yang tidak beres dengan salah satu kelelawar yang ada di dalam kurungan itu,” kata Angel membuka pembicaraan.“Saya sudah mengatakan pada Chen, tetapi dia mengatakan hal itu biasa karena perubahan cuaca yang tiba-tiba dan ekstrem. Selama ini hanya saya yang tidak diberi akses untuk mendekat ke D13. Entah apa alasannya. Hanya James sebagai ketua tim, Chou asisten, dan Chen sebagai dokter hewan yang selalu memeriksa kondisi penghuni D13.”Angel berhenti sejenak untuk mengambil napas.“Sehari setelahnya, kecurigaan saya terbukti. Saat jam makan siang, dan saya yang berjaga sendiri, salah satu kelelawar yang hari sebelumnya terlihat aneh, terjatuh. Saya ingin menghubungi rekan
Sepanjang perjalanan kembali ke laboratorium mereka di lantai dua gedung lama, tidak ada satu pun yang bicara. James yang biasanya selalu heboh dengan rencana dan ide-ide briliannya, kini diam seribu bahasa. Langkahnya tegap seperti ingin cepat-cepat sampai ke laboratorium. Chen mengikuti dengan susah payah langkah-langkah panjang ketua timnya. Tubuh Chen yang paling pendek di antara mereka berempat, membuatnya kesulitan menjajari langkah James. Chou masih menggenggam tangan Angel. Dia seakan ingin menyalurkan kehangatan pada jemari Angel yang sedingin es. Benar-benar situasi yang tidak mengenakan bagi mereka. James melempar jurnal yang sedari tadi dibawanya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi yang biasa dia duduki. Selang satu menit, Chen berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah seperti baru saja mengikuti maraton. Chou dan Angel masuk ke laboratorium dengan tenang, walaupun wajah Angel yang putih terlihat pucat bagai kehabisan darah. “Duduklah, minum dulu
Bab 7 Tepat pukul 20.00, James memarkir motornya di depan rumah kontrakan Chen. Tuan rumah yang masih sibuk dengan pasien berkaki empatnya, belum menyadari kedatangan rekannya itu. “Silakan ambil nomor antrian, Tuan,” kata seorang wanita berumur dengan dandanan agak menor sambil menyodorkan sebuah kartu kecil bertuliskan nomor urut. “Ini aku, Bibi. Apa Chen masih sibuk?” tanya James pada wanita itu. “Ah, kau rupanya. Maafkan, aku tidak memperhatikan. Dokter Chen masih ada seekor pasien. Anjing yang malang. Tadi pagi ketika ditinggal kerja pemiliknya, dia keluar rumah sendiri tanpa ada yang tahu. Ada orang yang menemukannya di taman. Kakinya terperosok sebuah lubang dan sepertinya ada tulang yang patah. Kasihan sekali,” jelas Bibi Mei dengan mimik sedih. James tidak tahu mengapa dia mendengarkan kisah sedih si pasien Chen ini dengan wajah serius. Ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang, baru dia tersadar.
Ketiga rekannya terbelalak. Angel sampai menahan napas menunggu lelaki yang selalu membelanya itu menjelaskan apa yang sudah dia temukan. “Chou, jangan bercanda,” ucap James. “Aku percaya kau pasti sudah tahu solusi masalah kita,” ujar Chen dengan penuh harap. “Yap! Aku tahu siapa yang bisa menolong kita lepas dari masalah ini,” kata Chou sambil memutar komputer mininya ke arah ketiga rekannya. Terlihat ada seorang perempuan bertubuh subur memasuki laboratorium mereka. Dia adalah seorang petugas kebersihan yang setiap hari akan mengambil sampah yang bisa didaur ulang dari setiap ruangan. Petugas kebersihan yang selalu datang tepat waktu setiap hari dan tidak pernah terlewat walau satu hari pun. Selain mereka berempat, Profesor Lim, dan tentunya senior mereka yang terlibat dengan proyek ini, petugas kebersihan adalah salah satu yang diberi akses masuk laboratorium mereka. “Ya, aku ingat, saat aku sedang mencari kelelawar itu, Bibi Qiu masuk. Me
James tampak gelisah, kedua rekannya yang lain justru terlihat antusias mendengarkan Chou.“Pemerintah kita saat itu menemukan jenis virus baru. Coronavirus. Tapi, saat itu masih sebagai coronavirus yang menyebabkan penyakit yang kita kenal sebagai SARS. Severe Acute Respiratory Syndrome. Sindrom pernapasan akut berat. Sebenarnya kasus pertama di Shunde, Foshan, provinsi Guangdong. Seorang petani yang tiba-tiba mengalami pneumonia akut dan meninggal hanya beberapa hari setelah dibawa ke rumah sakit. Dan salah seorang dokter yang menangani pasien pertama ini-yang sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah jenis virus baru yang sangat berbahaya-justru melakukan perjalanan ke Hongkong untuk menghadiri resepsi pernikahan kerabatnya di Hotel Metropole, Peninsula Kowloon. Dua hari di Hongkong dia mengalami panas tinggi, dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun, jiwanya juga tidak tertolong. Ternyata dia sudah menginfeksi enam belas orang yang saat itu bert