Share

04. Ketika Mulai Terasa Berat

Sesampai di kediaman keluarga Tom, sang adik Gee langsung menuntun kakaknya ke kamar disusul oleh sang ibu dan ayahnya. Kedua temannya Lisa dan Rachel tadi memilih pulang agar Kylee bisa istirahat.

Sampai didepan pintu berwarna putih gading, Gee langsung membukakan pintu. "Ini.. Ini kamarmu, kau sangatlah cerewet jika aku meminjam barang kakak. Menyentuh saja tidak boleh.” celoteh Gee.

Dia seperti Gavin saja. Menyentuh barangnya pasti akan diserang dengan mulut pedasnya.

"Ya sudah. Nanti jika kau memerlukan sesuatu panggil saja Ibu." Ucapnya beranjak pergi. Kylee mengrenyit heran, "Kenapa tidak memanggil dirimu?"

"Aku lelah Jean" ujar Gee malas. "Kau pemalas rupanya." Cibir Kylee sambari tersenyum mengejek.

"Ah terserah kau saja.. Baru juga sembuh sudah kelihatan menyebalkan."

"Hei! Kau bicara apa barusan? Baik aku tak mau denganmu lagi. Kau tak boleh meminjam apapun dariku. Jangan bicara denganku--"

"Ahh Jean! Iya-iya kau jahat sekali. Padahal aku merindukanmu. Ya sudah ya aku keluar dulu." Kylee tersenyum bahagia melihat tingkah adiknya yang terbilang cerewet namun tetap saja ia menyayangi dirinya.

Cukup senang menggoda adiknya kini ia berbaring ke tempat tidur setelah adiknya Gee keluar dari kamarnya. Kylee menatap langit langit kamarnya. Kini ia bangkit meneliti tiap sudut kamarnya. Rapi. Tapi lebih rapi miliknya. Ia mengamati meja rias didepannya.

"Eh? Tak ada make up? Apa ini hanya pelembab dan liptint? Dia tidak begitu ribet ternyata." Kylee membuka almari tempat baju, yang ia temukan hanya kaos, jeans , tak ada dress yang menyelip disana.

"Huh pantas saja Ken itu berpacaran dengan wanita yang lebih cantik darinya. Tidak sepertinya penampilannya yang kurang menarik." gumamnya lagi, puas mengomentari lantas ia berjalan ke meja belajar.

Banyak buku novel yang berjajar rapi disana. Ada beberapa foto yang terpajang, foto kedua sahabatnya dan dirinya yang selesai wisuda.

Pluk

Kylee menoleh kearah jendela seperti ada yang melempar sesuatu. Ia menghampiri jendela dan membuka jendelanya lebar. Tak ada siapa-siapa. Lantas ia menutup kembali. Ia tak peduli lagi, kini ia memilih tidur.

"Dia sudah pulang ternyata." gumam seseorang diluar sana sambari menyunggingkan senyumnya.

                                                                                -

Kylee menguap lebar, ia meregangkan otot ototnya yang terasa kaku sambari menuruni tangga. Ia sepertinya tidur cukup lama hingga hari sudah pagi begitu saja. Cacing cacing diperutnya juga sudah berdemo meminta makan.

Ia melihat ibunya yang kini sibuk memasak, dengan adik dan ayahnya yang sudah siap dimeja makan. Ia menghampiri ibunya. "Ibu kenapa Ibu tidak membangunkanku?" tanya Kylee memeluk ibunya dari belakang. Baiklah ia sudah memutuskan bahwa dirinya adalah Jean. Anak dari Keluarga dari Tom.

"Kau saja yang tidur seperti sapi." sahut Gee yang meletakkan gelas bekas susu d iwastafel.

Kylee mengerling menatap adiknya sengit."Berarti kau adiknya sapi tahu! Ibu kenapa Gee mengesalkan sekali sih. Eh kau tidak sekolah?"

Gee memutar bola matanya malas, "Kau lupa ini hari libur Jean. Ckck kau kebanyakan tidur makanya gendut."

Ibunya terkekeh geli sedangkan Kylee baiklah ia menahan amarah dari tadi.

"Hei! Apa hubungannya dengan berat badanku hah!!! Kau kurang ajar sekali menyinggung berat badanku!"

Gee berlari menuju ayahnya yang sedang membaca koran dimeja makan.

"Ayah lihatlah ada singa betina mengamuk dipagi hari! Hahaha.."

Jean melotot tak percaya, "Tadi sapi sekarang singa? Hei! Secara tak langsung kau mengatai Ibu dan Ayah bahwa mereka sapi dan singa."

"Hei sudah sudah." ujar Ibunya yang kini membawa sup di meja makan. Gee terkikik geli melihat kakaknya meyalik tajam.

Ting tong

Kylee menoleh kearah ruang tamu begitu juga dengan lainnya. "Aku bukakan." ujar Kylee menuju pintu luar.

Cklek

Dilihatnya seorang pria menatapnya malas. Tidak mengenakkan, begitu juga dengan Kylee. Ingat rambut Kylee masih acak acakkan, belum mencuci muka juga sikat gigi. Sangat berantakan.

"Ck. Hilang ingatan tapi kebiasaanmu masih menempel padamu. Dasar wanita aneh." cibirnya yang kini langsung menyelonong masuk tanpa menghiraukan Kylee yang melotot tajam.

"Kau siapa!?" tanya Kylee kini mengekorinya masuk keruang tengah dan menuju ruang makan. "Aku pacarmu siapa lagi." ia berbalik sebentar lalu menatap wanita didepannya itu datar.

"Hah?! Cih jangan bercanda.." jelas pria didepannya itu bohong. Sahabatnya tidak bilang jika dirinya punya kekasih.

"... Aku tak mempunyai kekasih jelek sepertimu." lanjutnya.

Pasti ini Pria menyebalkan yang meribetkan hidupnya nanti. Batin Kylee.

"Heii!" teriak Kylee ketika pria itu menyentil dahinya. Pria itu hanya mengendikan bahunya tak peduli. Lantas ia menghampiri keluarga Tom begitu saja

Setidaknya omongan pedasnya membuatku sedikit lega padahal biasanya kau langsung memukulku. Kau benar-benar hilang ingatan Jean. Mengenaliku saja tidak.

                                                     ***

Kylee atau lebih tepatnya Jean. Kini memandang langit malam yang dihiasi banyak bintang juga bulan yang mempercantik. Ia kini tengah duduk dibalkon rumahnya sambari mendesah pelan. Beberapa waktu lalu ia sudah bisa pulang dan kondisinya juga lebih membaik.

Semua hal kini berkecamuk didirinya. Seperti sekarang walaupun ada ayah dan ibunya dibawah namun ia merasa kesepian. Seperti putri yang terkurung dalam kastil. Bagaimana tidak, sedari tadi ia kumpul bersama keluarga Jean hanya ada keheningan. Masing masing sibuk dalam dunianya sendiri. Alhasil Jean memilih kekamar. Menjadi kaya seperti ini sungguh tak enak, ia ingin kaya namun juga keluarga harmonis. Ia sungguh merindukan ibunya, suasana sungguh dan ini berbanding terbalik dengan kehidupan dia sebelumnya. Sebenarnya mengapa ia harus bertukar nasib dengan sosok yang tak ia kenal. Ini terlalu merumitkan untuknya.

Jean merapatkan mantelnya, suasana mulai terasa dingin namun ia enggan untuk beranjak. Ia bangkit dan berjalan ke pembatas balkon sambari menatap langit dengan lekat, Tiba-tiba saja sebuah tangan kekar melingkar diperut Jean. Kepalanya bahkan ia taruh ke pundak Jean. Tubuh Jean menegang. Jantungnya hampir saja melompat keluar, ingin rasa ia mengumpat namun lidahnya menjadi kelu saat wajah Jean begitu sangat dekat dengan Gavin

"Kenapa malam malam diluar?" tanyanya dengan nada begitu rendah. Membuat tubuh Jean semakin kaku.

Tak ada jawaban dari Jean, lantas Gavin mengangkat kepalanya menatap Jean yang sedari tadi membuang muka lebih tepatnya menyembunyikan rona merah yang menjalar dipipinya. Ia sungguh gugup, ia belum terbiasa dengan skinship Gavin yang ia berikan.

"Kylee?" panggil Gavin.

Tersadar Jean menoleh cepat, "ya?"

"Kau lucu." kekeh Gavin kini melepaskan pelukannya. Ia duduk disalah satu kursi dibelakangnya.

"Kemarilah." perintah Gavin, Jean masih diam tak bergeming. Jujur saja ia merasa nyaman dan aman didekat Gavin. Namun dengan segera ia menepis semua itu dan melihat kenyataan bahwa dalam diri Kylee adalah Jean. Gadis biasa yang tak pantas bersanding dengan seorang pangeran.

Gavin menghela nafasnya melihat Jean yang tak kunjung menghampirinya, ia menarik tangan Jean hingga kini Jean duduk dipangkuan Gavin.

"Eh? Gavin.." cicitnya.

Gavin memeluk Jean erat, menelenggamkan wajahnya diceruk leher Jean. Tak nyaman tentu saja dirasakan Jean saat ini. Sebebas inikah Gavin memeluknya. Tiba-tiba mencium pipinya, tapi jika bibir Jean belum pernah merasakannya. Eh!

Hening cukup lama kini Jean mencoba bertanya , "Vin.. Ada apa denganmu?"

Gavin menggeleng pelan, "Aku hanya ingin seperti ini." Ujarnya mengeratkan pelukannya. Ia memeluk Jean sangat posesif, ada rasa bersalah kini menggeronggoti hatinya. Bahkan ia kini benar-benar menyesal akan satu hal.

"Eumm.. Jika ada masalah cerita saja padaku. Aku pendengar yang baik." Tak lagi ada rasa takut untuk berbicara dengan Gavin, malah Gavin bisa melihat manik mata Kylee yang begitu teduh. Sangat berbeda dengan sebelumnya dan Gavin pertama kali melihat sorot mata Kylee yang seperi ini.

Kau aneh Kylee. Dulu tanpa kau minta aku sudah menceritakan panjang lebar keluh kesahku. Tapi kau tak peduli.

Gavin tersenyum lembut, "Bolehkah?" Jean mengangguk mantap.

"Baik.. Sebenarnya masalahku..." Raut wajah Jean berubah menjadi 100% serius. Bahkan ia menatap tepat pada manik Gavin lekat.

Gavin lagi-lagi tersenyum, "Aku merindukan ciumanmu." Ia tersenyum lebar.

uhuk!

Jangan ditanya Jean hampir terjungkal kebelakang jika Gavin tak menahan tubuhnya, mendengar penuturan Gavin teramat vulgar. Kenapa mulutnya sungguh tak tahu malu.

"HEI! Kau pernah dilempar kebawah belum hah?! Dasar Mesum!!!" Gavin tertawa keras, ia malah lebih mengeratkan pelukannya saat Jean meronta ingin lepas. Namun Gavin tetap saja mengeratkan pelukannya.

"Besok siapkan barangmu kau akan tinggal diapartementku sementara."

Jean kembali diam, "Memangnya kenapa? Kenapa harus tinggal bersamamu? Ibu dan Ayah mau kemana? Ray tidak pulang?" tanyanya kemudian.

"Hei hei hei bertanyalah satu satu." balas Gavin mencubit hidung Jean lumayan keras membuat sang empu mengaduh.

"Sakit Vin." keluhnya sambari mengusap hidungnya.

"Ibu dan Ayahmu akan kembali ke Jerman untuk mengurus beberapa hal. Ray juga ditugaskan keluar kota. Kau tak mungkin tinggal sendiri, aku juga tak mungkin kesini tiap hari." jelasnya.

Seketika raut wajah Jean berubah murung, secepat itukah orang tuanya meninggalkan dia, mengapa tak izin saja. Sepenting itukah pekerjaan mereka.  "Apa mereka presiden?" tanya Jean dengan menunduk, memainkan jarinya. Matanya sudah memerah.

Gavin mengrenyit heran namun ia paham maksud gadis didepannya itu, "Kenapa? Kau kecewa hm?" ia menyelipkan anak rambut Jean, berniat melihat lebih dekat wajahnya. Ia juga sudah melihat cairan bening itu menetes.

Walaupun dalam dirinya bukanlah Kylee namun sosok Jean entah kenapa juga merasakan bagaimana rasanya kesepian. Dan itu sangat menyakitkan. Jika ia berada dirumahnya sekarang pasti tak sesakit ini.

"Aku.. Aku tau jika itu untuk kebaikanku tapi setidaknya bukankah harusnya mereka bersamaku saat ini? Aku membutuhkan mereka saat ini, apa..apa kecelakaanku tidak cukup untuk membuat mereka berada disampingku?" kini pertahanan Jean runtuh begitu saja. Ia tak bisa lagi menahan rasa kecewanya pada orang tuanya. Setidaknya jika mereka bukan orang tua kandungnya melainkan orang tua pemilik tubuh ini, setidaknya ia merasakan kasih sayang dari mereka.

Mengapa dengan mudahnya mereka menitipkan anaknya dengan seseorang yang notabaenya kekasihnya?

Sepercaya itukah mereka dengan Gavin?

Memang tak ada kerabat lain selain nenek bibi atau siapapun?

Mengapa Jean harus seperti ini?

Gavin mengusap pipi Jean pelan, menatap lembut manik hitam miliknya. "Aku tahu.. Aku tahu apa yang kau rasakan Jean. Sudah ya jangan menangis, aku ada disini dan selalu disisimu. mengerti? Jadi simpan semua pertanyaanmu dulu." Seakan bisa membaca pikiran Jean akhirnya Jean hanya mengangguk. Tanpa ragu Jean menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Gavin. Menghirup parfum maskulin yang membuat dirinya nyaman. Ia butuh seseorang seperti Gavin.

Aku bahkan tak mengenal dirimu saat ini. Kau benar benar berbeda. Tapi bagaimanapun itu aku tetap manyayangimu Kylee.

Ray yang awalnya ingin masuk melihat keadaan adiknya kini mengurungkan niatnya. Ia hanya bisa menghela nafasnya berat.

-To Be Continued-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status