Dion membuntuti langkah cepatku, pasalnya hati ini begitu dongkol dengan kejadian tadi. Reza, lelaki yang begitu aku kagumi justru membuat hati ini mendidih penuh amarah.
"Nyonya Merry, Anda harus berjalan hati-hati. Jangan terlalu cepat seperti itu," ujar Dion memberi saran.Mungkin karena di matanya aku ini hanyalah wanita tua, sehingga tak bisa berjalan cepat.Aku pun berhenti dan berbalik ke arahnya. "Dion, secepatnya laksanakan rencana selanjutnya! Aku ingin, laki-laki sombong itu memakan ucapannya!" perintahku dengan tegas."Baik, Nyonya. Akan aku pastikan Reza ada di hadapan Nyonya," ujar Dion dengan keyakinan tinggi.Senyum penuh dendam pun terulas, akan aku pastikan Reza menyesali ucapannya. Neraka itu telah aku persiapkan untuk lelaki sombong tak punya akhlak itu.***Dua hari berlalu ....Hari ini adalah hari pertama untuk para kontestan mengikuti sayembara. Setelah seleksi ketat, hanya ada 100 orang yang diterima dan berhak mengikuti tahap selanjutnya.Dari ruang pribadi, aku dan Dion memantau kegiatan mereka. Sebuah layar monitor menampakkan semua yang terjadi di seluruh ruangan, termasuk kamar mereka.Terdapat sepuluh kamar besar yang digunakan untuk menampung mereka, sebuah aula untuk pertemuan dan pengumuman, sebuah ruang perjamuan yang sangat luas, dan berbagai fasilitas lain.Rumah besar tempat aku menginap terpisah dengan tempat penyelenggaraan. Hal itu bertujuan untuk tetap menjaga privasi diriku. Penyamaran sebagai Merry Usbad harus tetap terjaga.Sudah hampir satu jam mata ini mengamati satu persatu orang yang menikmati jamuan pagi hari, tetapi tak dapat aku temukan sosok Reza. Bahkan di setiap kamar pun tidak aku lihat keberadaannya."Dion, di mana Reza? Kenapa sejak tadi dia tidak nampak?" tanyaku dengan kesal."Sebentar, Nyonya Merry. Saya akan coba hubungi Meta," balas Dion sembari bersiap menelepon Meta."Tidak perlu. Kamu hubungi saja istrinya Reza!"Dion pun mengangguk patuh. "Baik, Nyonya."Segera Dion melaksanakan perintah. Dial nomor kontak istri Reza dia tekan, tak berapa lama telepon diangkat."Santi, kalian di mana sekarang?" tanya Dion tanpa salam atau basa-basi."Masih perjalanan menuju lokasi sayembara, Dion. Ini jalanan macet," jawab Santi yang merupakan istri Reza."Anda harusnya sudah tahu waktu berkumpul jam berapa, bukan? Harusnya kalian datang kemarin sore, bukan hari ini baru berangkat." Dion mengomeli wanita malang itu.Aku yakin, dia pasti sangat kesulitan membujuk suaminya. Laki-laki itu memang terlihat keras kepala, mungkin saja dia menolak keinginan istrinya."Iya, saya tahu. Tapi ...." Kalimat Santi terpotong."Jadi kamu bersekongkol dengan Dion untuk menjualku!" Terdengar suara teriakan dan aku yakin itu suara Reza."Tega kamu, San!""Mas Reza, dengerin aku ... hadiah sayembara itu bernilai 10 milyar! Tugasmu, cukup menangkan sayembara itu saja. Itu sudah cukup, jangan berpikir hal lain!"Perdebatan suami istri terdengar jelas di ponsel yang masih loudspeaker. Aku dan Dion berpandangan. Sepertinya Santi lupa jika panggilan masih aktif.Aku tersenyum, dapat aku bayangkan wajah syok Reza ketika tahu akan dijual oleh istrinya sendiri. Sudah pasti, harga diri sebagai laki-laki akan jatuh. Apalagi jika tahu siapa wanita yang akan menjadi istrinya, sosok Merry Usbad yang dia hina sebagai wanita expired.Dalam hati aku tertawa membayangkan ekspresi dia nanti, kedua matanya pasti akan melotot saat melihatku. Mungkin bisa jadi dia akan lari terbirit-birit tapi tak bisa keluar, karena ikrar perjanjian telah kuat mengikatnya."Pegang dia dengan kuat! Sebentar lagi kita akan sampai!" Terdengar suara Santi memerintah.Entah suasana macam apa yang ada di dalam mobil. Namun, tak berapa lama dari pantauan monitor, tampak sebuah mobil memasuki pintu gerbang. Seorang wanita tampak mengeluarkan kartu kepesertaan sayembara, sehingga mendapat ijin masuk.Setelah mobil terparkir sempurna, keluarlah dua orang pemuda yang memegangi Reza. Selanjutnya disusul oleh seorang wanita, dialah istri Reza.Benar, Reza ternyata dipaksa datang untuk mengikuti sayembara. Aku dan Dion masih berusaha menguping pembicaraan mereka dari panggilan ponsel yang lupa dimatikan oleh Santi. Dia pasti terlalu fokus membujuk suaminya, apalagi tadi Reza memotong pembicaraan."Santi, kamu kenapa tega begini?" Terdengar suara Reza yang semakin serak."Cobalah mengerti, 10 milyar itu bukan uang sedikit bagi kita. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mendapatkannya. Sekarang ini ada kesempatan emas, kamu cukup jadi suami wanita tua, setelah dia mati, kamu bisa kembali padaku."Wow, sungguh rencana yang indah. Dasar wanita ular! Bagaimana bisa berpikir seculas itu? Baiklah, terserah kalian mau rencanakan apa, yang pasti kejutan akan menanti kalian.Tatapanku ke arah Dion, mata lelaki muda itu setengah tak percaya dengan apa yang dia dengar."Nyonya ...." ucapnya setengah berbisik, tetapi aku segera mengangkat tangan, memberi isyarat agar dia tetap diam."Iya kalau dia cepat mati, kalau tidak?" tanya Reza mencari sanggahan."Hadeeeuh ... kamu ini bodoh sekali, Mas. Kita ini masih tinggal satu kota. Nggak mungkin kan wanita tua itu akan mengurungmu di kamar terus, sudah pasti kamu punya kesempatan keluar dan menemui aku."Pandai sekali wanita itu membujuk Reza. Antara pandai dan licik memang beda tipis."Gimana, tak ada masalah, bukan? Kamu hanya perlu fokus untuk menangin 10 milyar itu. Setelahnya, kita bisa atur nanti."Tampak Reza hanya mengangguk tanda mengerti."Sekarang Mas Reza masuk. Nanti aku yang akan hubungi Dion lagi, agar Mas Reza mendapat prioritas."Buru-buru aku menekan tombol pengakhiran panggilan, agar wanita itu tidak tahu jika tadi aku dan Dion telah mendengar rencana busuk mereka.Pandanganku beralih ke Dion. Wajah dia dipenuhi ekspresi kekesalan."Nyonya Merry, kenapa Nyonya menginginkan dia? Nyonya Merry sudah dengar sendiri rencana jahat mereka, bukan?""Tenanglah, Dion. Aku rela mengeluarkan uang sebanyak ini, semua hanya demi memberi pelajaran pada orang-orang seperti mereka.""Maksud Nyonya?"Aku hanya menjawab dengan senyuman penuh arti, kemudian berdiri dan mendekati Dion. "Kamu akan tahu nanti. Sekarang, kamu pergi temui mereka," perintahku seraya menepuk bahu lelaki muda itu."Baik, Nyonya."Dion pun segera undur diri dari hadapanku. Namun, aku ingat sesuatu sehingga memanggilnya kembali."Dion!"Lelaki itu menghentikan langkah, kemudian berbalik menghadapku. "Iya, Nyonya Merry.""Setelah mengantar Reza berkumpul dengan yang lain, bawa istrinya ke ruang lain. Tawarkan sejumlah uang agar dia mau menandatangani dokumen yang sudah aku buat kemarin.""Baik, Nyonya.""Dan ingat, rekam penandatanganan itu. Aku tidak ingin manusia licik seperti dia bisa main-main denganku.""Baik, Nyonya Merry. Saya akan pastikan semua beres.""Good. Pergilah dan urus semuanya. Jika sudah selesai, kembalilah ke sini. Perintahkan ke pelayan untuk membawakan aku jus dan camilan ke sini juga.""Siap melaksanakan tugas, Nyonya."Aku tersenyum melihat kepatuhan Dion. Tidak salah aku merekrutnya, karena ternyata dia bisa diandalkan.Pandanganku kembali ke layar monitor, melihat kembali Reza yang diantar oleh istrinya untuk masuk ke lubang jebakan. Tawa ini tak bisa aku tahan, tawa penuh kemenangan."Lihat saja, Reza. Sebentar lagi kamu akan syok saat melihatku. Kamu akan menelan pil pahit dari kegetiran sebuah kenyataan. Ucapan yang pernah kamu lontarkan padaku, hari ini akan membuatmu dalam situasi tak menyenangkan sama sekali, hahaha ...."Puas sekali rasanya melihat permainan ini. Aku rela menangguhkan semua urusan kerjaan hingga dua minggu ke depan, bahkan rela kehilangan uang hampir 30 milyar untuk menggelar sayembara gila itu.Semua demi melampiaskan sakit hati ini.Riuh peserta terhenti saat mendengar pengumuman dari Meta."Selamat pagi, seluruh peserta Sayembara Mencari Jodoh. Sepuluh menit lagi acara akan segera dimulai. Bagi yang masih menikmati jamuan, harap segera menyelesaikan santap sarapannya. Setelah itu, kalian berkumpul ke aula pertemuan. Letak aula ada di lorong sebelah kiri ruang jamuan. Kalian jalan lurus, kemudian belok ke kanan sedikit.""Hari ini adalah seleksi pertama yang akan dinilai langsung oleh Nyonya Merry Usbad. Jadi, pastikan kesiapan kalian. Demikian pemberitahuan kami."Selesai Meta memberi pengumuman, suasana kembali riuh. Mereka segera menghabiskan makanan. Dari sekian banyak wajah, terlihat lebih dari 50 persen terlihat gembira dan antusias. Namun, terlihat juga beberapa wajah yang menampakkan ekspresi tertekan. Kemunculan Reza ke ruang perjamuan membuat hampir semua mata tertuju padanya. Beberapa mata memandang dengan sinis, mungkin menganggap Reza sebagai rival terberat. Ketampanan Reza sulit ditampik. Secara k
Meta masih terdiam. Mungkin saja dia bingung untuk memutuskan. Kembali aku mengaktifkan tombol on pada mikrofon."Sebutkan nama kamu siapa anak muda, kamu belum memperkenalkan diri." Suaraku kembali menggema di ruangan yang sangat luas itu."Oh maaf, Nyonya Merry. Perkenalkan, nama saya Davin." Lelaki muda itu menjawab dengan sikap penuh kesopanan."Berapa usiamu?""Saya 28 tahun, Nyonya Merry.""Masih sangat muda. Apa istrimu di rumah sangat cantik?"Lelaki bernama Davin itu mulai gugup. "Ma ... maaf, Nyonya Merry. Apa maksud Anda?"Aku tersenyum sebelum melanjutkan pertanyaan. Melihat lelaki muda dan tampan, tapi tetap ikut sayembara mencari jodoh yang jelas-jelas akan membeli pernikahan mereka."Davin ... jika istrimu cantik, sudah pasti kamu akan membuat visi misi yang terbaik untuk menakhlukkan hatinya. Namun, jika seandainya istri kamu hanyalah wanita biasa, kukira kamu tak akan melakukan pengorbanan lebih untuknya."Suasana menjadi hening, semua fokus pada apa yang aku sampaik
Suasana ruang aula kembali riuh, mereka saling berbisik. Meta sebagai moderator pun kebingungan untuk bersikap, karena dia tahu bahwa Reza adalah target dari acara sayembara ini. Sehingga tidak mungkin dia men-diskualifikasi Reza.Akhirnya aku berinisiatif untuk mencegah kericuhan selanjutnya. Reza memang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Segera aku menekan tombol on pada mikrofon."Tuan Reza Mahardika ... bisakah Anda bertanya pada diri Anda sendiri? Istri macam apa yang terpancing menyerahkan suami demi uang 10 milyar? Apakah Anda menganggap wanita yang selama ini Anda nikahi adalah wanita yang lebih mulia dari saya?" Seketika suasana hening. Tampak wajah-wajah pias terpampang di layar monitor. Begitu pun Reza, tertampar oleh rasa malu. Tak hanya itu, dia pasti merasa telah dijual oleh istrinya."Saya mengadakan sayembara ini, bukan semata-mata untuk merebut suami orang. Saya juga tidak hanya sekedar membeli satu di antara kalian. Tidak penting apa tujuan saya, tetapi kalian perlu
Kesegaran air mengucur dari ujung kepala, membasahi seluruh tubuh. Sabun mandi dengan aroma romantic menguar ke seluruh kamar mandi. Tidak lupa Egyptian A-romance shampoo turut memberikan aroma wangi pada rambutku.Selesai mandi, aku keringkan badan dan juga rambut, kemudian duduk di depan meja rias. Kutatap wajah tanpa make up, wajah seorang Mariana Leurissa. Lalu, mulai kupoles wajah dengan berbagai jenis urutan make up.Kali ini, make up aku ubah menjadi seorang gadis cantik. Dengan beberapa trik, wajah seorang Mariana Leurissa telah berubah. Malam ini sengaja aku menjelma menjadi wanita cantik nan elegan. Sebuah wig menyempurnakan penyamaranku.Tidak ada lagi Nyonya Merry Usbad yang tua, sekarang yang ada adalah Nyonya Merry yang cantik dan menawan. Keseksian tubuh sengaja aku eksplore dengan memilih gaun yang memperlihatkan lekuk tubuh. Selain itu, leher jenjang dan kulit yang putih bersih sengaja aku pamerkan.Setelah mematut diri di depan cermin, memastikan tidak ada yang kuran
Selesai makan malam, aku mengajak Reza ke teras kamar. Sengaja aku mengajaknya menikmati malam, sekalian ingin mencuci otaknya. Aku tidak akan membiarkan lelaki itu berubah pikiran, dia harus benar-benar memakan ucapannya sendiri waktu itu. Sebuah kejutan telah aku persiapkan."Nona Merry, Anda ini sangatlah cantik. Tak bosan mata saya memandangi Anda sejak tadi," ujar Reza yang mulai melancarkan rayuan.Aku yang duduk menyilangkan kaki, langsung meletakkan gelas, kemudian berdiri. Aku mendekati Reza yang sejak tadi berdiri dengan menyandarkan panggul ke pagar balkon.Aku tersenyum, kemudian melempar pandangan ke arah langit yang bertaburan bintang. Malam tak sepenuhnya sunyi, suara bising kendaraan masih bisa terdengar. Kota yang menurutku tak pernah istirahat dari kebisingan."Reza, apa di dunia ini sudah tak ada lelaki yang tulus mencintai?" tanyaku dengan nada datar, tanpa mengalihkan pandangan dari langit."Tentu saja masih ada," jawabnya dengan begitu yakin.Mendengar jawaban Re
Seketika ruangan senyap. Suaraku menggema di seluruh ruangan, membuat mereka terdiam. Wajah Reza juga tampak pias, sedangkan Faisal malah tersenyum seolah merasa menang karena mendapat pembelaan dariku."Saya harap, kejadian semacam ini tidak akan terulang lagi. Bersainglah dengan sehat, karena saya mencari suami yang bisa diandalkan, bukan yang hanya pandai menjatuhkan orang lain.""Meta, silahkan lanjut kembali."Aku pun mematikan mikropon kembali. Lalu, kembali mendorong kursi beroda ke depan Dion. "Dion, antar hasil penilaianku ini ke Meta!" perintahku pada lelaki muda itu. Dengan sikap hormat, Dion sedikit membungkuk. Dia menerima secarik kertas, dan berlalu dariku.Pandanganku kembali pada layar monitor. Di sana aku lihat, ada beberapa yang tampak cemas menunggu hasil final. Hanya Reza dan Faisal yang masih tampak tenang-tenang saja.Mata ini tiba-tiba tertarik untuk memperhatikan sosok Faisal. Lelaki itu duduk dengan santai, membaca buku tanpa peduli dengan apa yang akan terj
Aku tersenyum smirk, kemudian menegakkan badan. Untuk beberapa saat, aku masih mencoba memastikan penglihatanku. Menelisik wajah yang memang ada kemiripan dengan Raka.Hanya saja, Raka tidak memiliki jambang seperti Faisal. Rambut Raka juga lebih rapi dibanding gaya rambut Faisal. Namun, masalah lesung pipi dan postur tubuh ... hmm, kurasa sama persis."Tuan Faisal, boleh saya lihat kartu identitas Anda?" tanyaku dengan nada setengah memaksa."Untuk apa, Nyonya Merry? Bukankah semua data dan identitas diri para peserta sayembara sudah ada dalam laptop Anda?"Huff ... benar juga, semua data peserta dan foto identitas memang sudah masuk ke drive dan aku tinggal buka saja. Berasa aku bodoh di hadapan laki-laki satu ini."Jujur, saya tidak membawa dompet ke aula sayembara, Nyonya Merry. Dompet dan ponsel saya letakkan dalam tas di loker, karena saya ingin fokus memenangkan hati Nyonya Merry yang anggun dan berkelas ini." Kembali Faisal meluncurkan rayuan mautnya.Aku pun mulai jengah deng
Hatiku serasa mendidih mendengar ucapan Raka. Tidak aku sangka, lelaki yang sempat berpartner menjadi pemasok bahan baku skincare untuk perusahaan kosmetik milikku, justru berniat memanfaatkan situasi."Pak Raka, Bapak ini orang terhormat. Tapi kenapa memilih menggunakan cara kotor seperti itu! Apalagi saat ini Pak Raka sedang mengancam seorang wanita, itu tidak gentle, Pak. Itu hanya sikap pecundang!" teriak Dion yang turut kesal karena melihat bos-nya diperlakukan seperti itu."Hei ... jaga ucapanmu, Anak muda! Kamu tidak tahu sekotor apa bos wanita-mu ini? Dia lebih menjijikkan cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan! Kamu pikir, itu dandanan asli dia? Bahkan penampilan saja, dia tutupi dengan penyamaran!""Tapi Anda tidak berhak bersikap semena-mena pada Nyonya Merry!""Hahaha ... kamu masih memanggilnya dengan sebutan Nyonya Merry?!"Raka berjalan ke arahku, tanpa kuduga dia menarik rambut palsu yang aku kenakan. Seketika rambut panjangku pun terurai."Kamu lihat itu? Rambutny