Share

Bab 6 memutuskan untuk lupa

Bab 6

“Begitu saja!” seru Santi merasa sangat menyayangkan kalau sampai Mira mengambil keputusan seperti itu.

Mira menelan air ludahnya dengan susah payah. “Aku tidak mungkin menjalin hubungan serius di umurku yang sekarang ini, bukan?” sahut Mira menjadi ragu dengan keputusannya sendiri.

“Kata siapa tidak mungkin? Umurmu bahkan belum mencapai 50 tahun!” seru Tari memberi dorongan semangat kepada Mira.

“Tiga tahun lagi aku akan mencapainya!” serunya mengingatkan Tari dengan tatapan histeris dan menahan malu.

“Kita ini awet muda, keturunan vampire yang tidak akan menua, jadi tidak perlu mengkhawatirkan hal itu!” sahut Santi seraya menenangkan Mira.

Mira tertawa mendengar ucapan Santi yang sembarangan. Ia menggeleng pada akhirnya. Dia sadar kalau itu hanya harapan semu belaka. Sebagai pembisnis sukses tidak mungkin dia mau mengorbankan reputasinya dengan kisah cinta di masa setengah tuanya.

“Tidak. Bagiku semalam itu sudah cukup. Sekarang aku akan berusaha untuk tetap melupakan pengalaman liar semalam dan menjalani kehidupan normalku kembali,” kata Mira sambil menarik senyum simpul.

“Cukup? Bagaimana mungkin cukup! Apa kau tidak mengingat pertempuranmu semalam itu? Kalau kau tidak ingat, cobalah dengar rekaman suaramu dan pria pilihanmu itu, siapa tahu kau akan berubah pikiran dan mencari tahu!” seru Jenni sambil mengguncang tubuh Mira seolah berusaha menyadarkan sahabatnya ini yang terlalu kalem menurutnya.

Mira menghentikan Jenni sambil menatapnya dengan tatapan serius. “Sudah kukatakan, Jen kalau aku benar-benar tidak ingat kejadian semalam!” ucap Mira dengan tatapan serius.

“Kau berbohong, bukan? Masa iya durasi panjang begitu tidak ada yang teringat sedikitpun di benakmu! Kalian begitu hot semalam! Aku saja langsung merindukan Rafael karena mendengar desahan dan erangan kalian yang begitu panas semalaman!” seru Santi menimpali dengan tatapan kagum.

Mira mengusap wajah Santi yang hampir meneteskan air liur saat mengatakan hal itu kepadanya. “Sumpah, aku sungguh tidak berbohong! Saat ini, di benakku, hanya ada bayangan kosong. Yang kuingat kalau kalian merayakan ulang tahunku di diskotik. Kita bersenang-senang lalu puing! Terhenti begitu saja di sana!” sahut Mira dengan jujur.

Jenni, Reni. Tari, Santi langsung mengeluh dan menyayangkan hal itu!

“Maaf,” kata Mira merasa telah menyia-nyiakan usaha teman-temannya.

“Sudahlah, jangan pikirkan lagi. Otakmu mungkin tidak mengingat tapi tubuhmu tidak mungkin bisa melupakan sensasi semalam, percayalah dan jangan khawatir. Pelan-pelan, kau akan mengingat dengan sendirinya,” kata Reni berusaha menghibur Mira.

"Apa sih yang kau katakan ini!" seru Mira sambil melempar Reni dengan handuk dengan ekspresi wajah yang memerah.

Reni tertawa sambil menangkap handuk Mira kemudian menjulurkan lidahnya sambil menertawai wajah Mira yang memerah karena malu.

“Kalau begitu kau juga tidak ingat wajah pria yang menghabiskan malam bersamamu?” tanya Tari dengan hati-hati.

“Salah satu peserta yang kalian kumpulkan, bukan? Salah satu anak muda itu, aku ingat. Tapi yang mana aku tidak ingat!” seru Mira merasa sangat malu saat mengingatnya, rata-rata usia para pemuda itu hampir seusia putranya!

Semua orang menghela napas frustasi dan langsung menggeleng serentak dengan wajah serius.

Kening Mira mengerut bingung. “Lalu dengan siapa aku bercinta tadi malam!” seru Mira dengan histeris dan mengejar semua sahabatnya dengan geram.

“Kau memilih pria lain!” seru Jenni menghindari kejaran Mira.

"Itu pilihanmu sendiri, bukan salah kami!" seru Santi menimpali.

"Iya, benar! Kami sudah berusaha mencegahnya tapi kau yang tidak mau mendengarkan kami!" seru Tari sambil berteriak menghindari kejaran Mira yang membabi buta.

“Pria lain!” seru Mira sambil menunjuk teman-temannya dengan tatapan geram.

Jenni mengangguk. “Tampan memang harus kuakui tapi umurnya sudah jelas di atas kita,” kata Jenni masih mengingat jelas ketampanan pria pilihan Mira semalam.

“Luar biasa!” sergah Mira sambil mengusap wajahnya dengan putus asa.

“Memangnya ada apa lagi?" tanya Tari merasa penasaran dan mendekati Mira yang sedang terduduk di lantai rumahnya dengan ekspresi memelas.

“Aku mengira kalau aku menghabiskan malam bersama salah satu anak muda itu!” sahutnya dengan jantung yang berdebar kencang.

“Jadi?” tanya Jenni dengan penasaran.

“Aku meninggalkan uang saku di atas nakas untuknya, apa menurutmu dia akan membunuhku kalau bertemu denganku di tengah jalan?” tanya Mira sambil memasukkan bibirnya ke dalam mulutnya dengan ekspresi cemas.

Jenni, Reni. Tari, Santi saling menatap satu sama lain kemudian tertawa terpingkal-pingkal sambil menunjuk ke arah Mira yang sedang mengerang menertawai kebodohannya sendiri.

Rendi menahan diri untuk tidak berbalik karena tidak ingin membuat situasi semakin canggung di antara mereka. Dia tahu, saat Cindy melepaskan pelukannya pagi ini dan tanpa suara menutup pintu kamar dengan hati-hati. Cindy pasti merasa sungkan untuk menyapanya karena percintaan mereka yang sungguh luar biasa tadi malam.

Ia benar-benar tidak menyangka, mereka akan menikmati percintaan yang begitu dahsyat sepanjang malam tanpa merasakan cukup meski sudah berulang kali merasakan klimaks yang bertubi-tubi.

Rendi tersenyum lalu merasa menyesal dan mengaduh setelah mengingat kalau dia belum menyimpan nomor ponsel Cindy yang dia yakin itu juga nama samaran, sama halnya dengan nama yang ia sebutkan kepada Cindy. Senyumnya berubah menjadi kerutan saat matanya melihat tumpukan uang tunai di atas nakas.

"Apa maksudnya ini!" seru Rendi langsung terbangun dari tempat tidurnya.

Ia mengumpat dengan marah, merasa terhina dan bertekad mencari Cindy untuk meminta penjelasan darinya!

Bastian datang bersama rekannya ke kantor mamanya tapi tidak menemukannya. Ia mencoba menghubungi ponsel mamanya dan kali ini diangkat. “Halo, Ma!” sapa Bastian sambil duduk di kursi kerja mamanya.

“Halo, Sayang,” sahut Mira sambil menguap lebar seraya memandangi jam di ponselnya. “Astaga, ini sudah sore!” serunya langsung bergegas bangun.

“Apa Mama baru bangun?” tanya Bastian dengan lembut sambil terkekeh.

“Iya, Sayang. Kenapa kau belum pulang?” tanya Mira dengan bingung.

“Bastian mengira akan menemukan Mama di kantor, berhubung Mama tidak pulang semalaman jadi Bastian kira Mama akan membawa pulang Papa baru untuk Bastian!” goda Bastian sambil tersenyum ke arah sahabatnya.

“Sembarangan!” sanggah Mira dengan gugup. Ia berharap Bastian tidak menggodanya lagi.

“Bastian hanya bercanda, Mama! Jangan marah yah,” sahut Bastian sambil terkekeh. “Selamat ulang tahun, Ma. Semoga panjang umur dan selalu bahagia,” kata Bastian dengan manis.

“Terima kasih, Sayang. Apa kau sudah memesan restoran untuk makan malam?” tanya Mira dengan cepat.

“Sudah, Bastian memesan tempat di cafe gelato kesukaan Mama,” jawab Bastian yang sangat tahu tempat kesukaan Mamanya.

“Terima kasih, Sayang. Jadi kita berkencan berdua saja seperti biasanya?” tanya Mira sambil terkekeh.

Bastian tersenyum gugup sebelum menjawab mamanya. Ia mendehem.

“Ada apa ini? Mama mencium ada hal yang mencurigakan yang enggan kau katakan kepada Mama,” sahut Mira berusaha mencari tahu.

“Mama benar,” kata Bastian pada akhirnya. “Bastian akan membawa pacar baru Bastian dan juga Aldo untuk makan malam bersama kita, apa boleh Ma?” tanya Bastian dengan wajah penuh rasa bahagia.

“Yah, Tuhan Bastian! Akhirnya! Selamat yah, Sayang!” seru Mira dengan penuh semangat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status