Hari itu, semuanya terasa gelap. Tak ada bulan, tiada bintang yang biasanya selalu menemani malam. Hanya hujan deras yang terus mengalir tanpa henti membuat genangan air di mana-mana.
Plak...Plak
Suara langkah kaki terdengar. Nyatanya tepat di tengah hutan yang gelap itu, seorang wanita berlari dengan napas terengah-engah. Dengan perasaan takut, sedih serta waspada bercampur aduk menjadi satu di dalam hatinya.
Rasa ingin berteriak keras meminta pertolongan pun sempat terlintas dibenaknya, tapi itu tidak ia lakukan. Setelah wanita itu pikir kembali, saat ini ia sedang berada di tengah hutan yang tentunya persentase bertemu dengan orang lain sangat kecil. Bukannya lebih aman, malah ia bisa tertangkap. Sebab, saat ini ia sedang mencoba meloloskan diri dan bersembunyi dari kejaran beberapa orang di belakangnya.
"Aku tidak boleh menyerah!" Gumam wanita itu dalam hatinya sambil sesekali menoleh ke arah belakang memastikan pengejarnya belum menyusulnya.
Wanita itu tidak sendirian, di pelukannya terdapat seorang bayi laki-laki mungil yang sesekali tersenyum padanya. Meski dalam guyuran hujan yang kian deras, bayi tersebut tidak menangis.
Bayi laki-laki itulah yang menjadi alasannya untuk tetap berlari dan tidak tertangkap, meskipun sebenarnya darah sudah bercucuran di tubuhnya. Luka-luka pun seperti hiasan yang terdapat di mana-mana.
"Tidak bisa, aku tidak bisa mati di sini!" Wanita itu kembali membatin, ia menggigit bibirnya dengan keras sampai mengeluarkan darah, itu ia lakukan untuk menguatkan tekadnya agar bisa lolos dari pengejarnya.
Berlari, terus berlari hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini. Sampai akhirnya, wanita itu menemukan sebuah gua. Tanpa pikir panjang, juga menghiraukan bahaya yang terdapat di dalamnya, wanita itu masuk membawa bayi laki-lakinya.
Awalnya ia sudah merasa cukup aman, tetapi nyatanya tidak demikian.
Rasa takut dan gusar yang ada di benaknya kini harus kembali merasuk ke dalam hatinya, sebab ia mendengar suara jejak kaki yang semakin lama kian mendekati tempatnya bersembunyi.
Satu, dua, tiga, langkah kaki itu semakin bertambah banyak. Wanita tersebut menyadari bahwa itu adalah jejak kaki para pengejarnya. Benar saja, tidak lama kemudian terlihat lima orang berpakaian serba hitam, dengan topeng berhiaskan corak burung gagak terpasang di wajah mereka. Kelimanya berlari cepat sambil memegangi pedang di tangannya masing-masing.
Tanpa menjelaskan identitas mereka, wanita itu sudah mengetahuinya. Wanita itu bersembunyi di balik sebuah batu yang ada di dalam gua itu, berharap para pengejarnya tidak menemukan Keberadaannya.
Sebab ia mengenali benar identitas lima orang itu. Mereka adalah anggota kelompok pembunuh bayaran, perampok, yang sangat kejam. Kelompok itu sendiri dikenal dengan sebutan Kelompok Gagak Pembunuh. Sebuah kelompok yang sudah sangat terkenal di dunia persilatan dan menjadi momok menakutkan bagi manusia biasa atau pun pendekar sekali pun.
"Cepat…" ucap salah satu dari lima orang itu, "Kita harus menemukannya dan menyelesaikan misi kita!" Sambungnya.
"Berpencar," ucap salah satu dari mereka.
Mendengar perintah itu, yang lainnya mulai mencari ke seluruh penjuru gua dan tidak lama kemudian, salah satu dari mereka menginjak sesuatu yang cair seperti genangan air.
"Bagaimana air bisa masuk ke dalam gua ini?" Tanyanya dalam hati. Ia melihat ke sekelilingnya, mencoba menemukan asal yang bisa membuat air tersebut masuk. Setelah tidak menemukannya, anggota kelompok Gagak Pembunuh itu pun curiga.
Anggota kelompok Gagak Pembunuh tersebut segera mengangkat kakinya dan memegangi cairan itu. Meskipun dalam kegelapan, ia tetap bisa melihat warna cairan tersebut yang ternyata berwarna merah. Untuk memastikan tebakannya, ia pun mencium baunya. Benar saja, bau amis darah segera masuk ke dalam hidungnya.
Setelah memastikan beberapa hal lagi, anggota kelompok Gagak Pembunuh itu memutuskan untuk berteriak, "Aku menemukannya!"
Teriakannya yang kencang seketika menggema, menarik perhatian seluruh rekannya. Tanpa berlama-lama, kelimanya kembali berkumpul dan mengikuti jejak tetesan darah tersebut.
Walaupun gua tersebut cukup gelap, tapi nyatanya mereka mampu menembusnya. Kelima orang itu sudah terlatih di dalam tempat yang gelap seperti itu.
"Itu dia," ucap salah satu dari mereka sambil menunjuk ke satu arah. Rekannya yang lain dengan cepat memandang ke arah tersebut, dan benar saja mereka menemukan sosok yang mereka kejar selama ini.
"Cepat tangkap dia dan selesaikan misi kita!" Kelimanya langsung berlari dan berniat menangkapnya. Salah satu dari mereka mengulurkan tangan, mencoba meraih tubuh mangsa mereka, tapi sebelum tangannya sampai tiba-tiba sesuatu melesat dengan cepat.
Ia tidak cukup cepat untuk menyadarinya, hasilnya tangannya terkena sesuatu yang melayang itu dan beberapa saat kemudian terpotong dengan rapi, menyisahkan lengannya saja.
"Argh!" Orang itu berteriak dengan sejadi-jadinya. Ia tidak menduga tangannya tiba-tiba terpotong dan belum sempat ia mengetahui apa yang menyebabkan tangannya terpotong, sesaat kemudian giliran kepalanya yang terpisah dari tubuhnya. Anggota kelompok Gagak Pembunuh itu tewas seketika.
Melihat hal tersebut, anggota kelompok Gagak Pembunuh lainnya meningkatkan kewaspadaan. Mereka berdiri berdekatan, menjaga semua sisi mereka agar bisa saling melindungi.
Tidak lama kemudian, salah satu dari mereka melihat sebuah bayangan yang melintas dan bergerak dengan cepat di depannya.
Pria bertopeng itu mencoba menebas bayangan tersebut, tetapi ia gagal melakukannya. Ia hanya menebas udara yang kosong, sebab bayangan tersebut bergerak sangat cepat yang sulit diikuti oleh mata anggota kelompok Gagak Pembunuh itu.
Sesaat kemudian, pria bertopeng tersebut merasakan ada yang mendekati lehernya. Tanpa ia bisa menghindar, lehernya tiba-tiba terpisah dari tubuhnya. Sampai ia menghembuskan napas terakhirnya, anggota kelompok Gagak Pembunuh itu tidak tahu siapa yang melakukannya dan benda apa yang memotong lehernya.
Melihat kejadian itu, tiga anggota kelompok Gagak Pembunuh yang tersisa kembali meningkatkan kewaspadaan mereka. Dengan penuh emosi, salah satu dari mereka memberanikan diri untuk menantang sosok misterius itu.
"Hei, siapa kau! Jangan jadi pengecut. Jika kau seorang pendekar, tunjukkan dirimu dan lawan kami dengan terang-terangan!" Ucapnya sambil mengacungkan pedangnya.
Ia ingin melanjutkan kata-katanya, tetapi sebelum ia melakukannya, sesuatu menembus tenggorokannya. Anggota kelompok Gagak Pembunuh itu tewas seketika.
Kini tersisa dua orang lagi, melihat tiga orang rekannya mati tanpa disadari alasannya, keduanya menjadi takut. Tubuh mereka bergetar dengan hebat. Bahkan pedang yang mereka genggam dengan erat sebelumnya, kini sudah tergeletak di lantai gua.
Mereka menyadari, siapapun yang menyerangnya, pasti dia bukanlah orang sembarangan. Tentunya kekuatan serta ilmunya jauh tinggi di atas mereka.
Karena itulah, salah satu dari mereka mencoba peruntungannya. Ia berteriak, tapi kali ini tidak untuk menantang sosok itu, tetapi ia meminta maaf.
"Maafkan kelancangan kami senior, kami tidak tahu Anda sedang berada disini. Kami tidak berniat mengganggu istirahat Anda, kami hanya ingin membawa wanita itu bersama bayi laki-lakinya. Jika senior mengizinkan, maka kami akan pergi setelah menyelesaikan misi."
Tidak ada tanggapan dari sosok misterius itu, yang terjadi selanjutnya adalah rekan pria itu tiba-tiba terbang dan hal yang selanjutnya terjadi adalah, kepalanya membentur dinding gua dan tewas seketika. Darah mulai menetes dari tubuh pria tersebut bagai air hujan yang mengalir dengan deras. Kini yang tersisa hanyalah anggota kelompok Gagak Pembunuh yang meminta maaf tadi. "Ku mohon maafkan kelancanganku, Senior. Aku-Aku tidak berniat lagi menangkap wanita dan bayi laki-laki itu. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini hidup-hidup." Sikap gagah, wajah seram dan nafsu pembunuh yang ditunjukkannya di awal kini tidak terlihat lagi. Berganti dengan wajah ketakutan, tubuh bergetar hebat, dan tidak ketinggalan celananya yang sudah basah. Bukan karena hujan, sebab mereka bisa mengeringkan pakaiannya dengan kekuatannya, melainkan disebabkan oleh air kencing yang tanpa terasa tiba-tiba keluar dari kemaluannya. Tidak ada jawaban dari sosok misterius itu dan bebe
Keesokan harinya, di sebuah ruangan pertemuan berkumpul lah beberapa orang yang mengenakan pakaian mewah. Mereka adalah para petinggi kekaisaran Yang. Yang paling menarik perhatian adalah seorang pria yang terlihat berusia tiga puluh tahunan yang sedang duduk di kursi istimewa. Wajahnya tampan, sikapnya penuh kewibawaan serta berkarisma walaupun sebenarnya hal itu berbanding terbalik dengan suasana hatinya sekarang.Dia tidak lain adalah Li Guan, belakangan diketahui ia merupakan seorang kaisar dari daerah yang bernama kekaisaran Yang.Tujuan ia mengumpulkan bawahannya di ruangan itu adalah untuk membahas tentang istri dan anaknya yang sampai saat itu belum sampai ke istana. Padahal di konfirmasi dari kediaman mertuanya, istri dan anaknya sudah pulang tiga hari sebelumnya dikawal beberapa prajurit dari istana dan satu orang pengawal khusus yang berkemampuan tinggi.Walaupun ada hambatan di jalan, seperti sebelum-sebelumnya, mereka akan tiba pagi hari ini. Tetapi
Tiga hari telah berlalu semenjak kejadian di ruang pertemuan. Kabar pemberontakan yang dilakukan perdana menteri pun tidak bisa disembunyikan dan dengan cepat menyebar ke permukaan.Banyak yang tidak percaya bahwa perdana menteri Ji akan melakukan pemberontakan untuk mengambil alih kekuasaan Kekaisaran, tetapi banyak juga yang berpikiran itu adalah hal yang bukan mustahil. Perebutan kekuasaan untuk jabatan, harta dan wanita, memang sering membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Setidaknya itu adalah hal yang paling mendasar untuk pemicuh sebuah perkelahian.Walaupun demikian, pejabat Kekaisaran yang ikut terlibat dalam pertemuan itu sebisa mungkin untuk menekan penyebaran itu agar tidak terlalu membesar.Di sisi lain, sesuai yang telah disampaikan tabib terbaik istana. Kaisar Yang saat ini, Li Guan memang tidak bisa disembuhkan dan ia lumpuh total. Tubuhnya pun perlahan-lahan mulai berubah warna menjadi kehijauan. Beruntung Racun Kelabang Hijau hanya melumpu
Matahari hampir terbenam saat bocah bernama Fang dan sang kakek selesai memancing. Keduanya lalu meninggalkan tempat itu untuk kembali ke rumah mereka."Fang'er, apakah kau masih merasakan kedinginan?" Tanya Kakek dengan khawatir."Tidak kek, setelah kau mengalirkan tenaga dalam ke tubuhku, aku langsung merasakan kehangatan." Balas sang bocah sambil tersenyum lebar, senyuman yang mampu membuat orang melihatnya akan merasakan kenyamanan dan kedamaian.Fang, itu adalah nama bocah tersebut. Tidak memiliki marga atau tambahan nama seperti kebanyakan orang. Pernah Fang menanyakan hal tersebut kepada sang Kakek, tetapi pria sepuh itu hanya mengatakan ia akan mengetahuinya setelah waktunya tepat. Fang hanya bisa memanyunkan bibirnya, sebab itu tidak tahu kapan waktu yang tepat itu akan datang.Sesuai perawakannya yang mungil, Fang berusia enam tahun. Meskipun demikian, Fang tidak lemah seperti yang terlihat, dengan tubuh kecilnya ia bisa memikul benda atau hewan
Karena terlalu mabuk, sang Kakek pun akhirnya pingsan tidak sadarkan diri. Fang yang melihat hal tersebut hanya bisa memanyunkan bibirnya sebab ia tahu apa yang harus dilakukannya setelah itu.Fang langsung menaikkan tubuh sang Kakek ke punggungnya, lalu menggendongnya kembali ke dalam rumah. Lagi-lagi, bocah itu menunjukkan tubuhnya yang kuat berbeda dengan anak-anak seusianya. Sebab ia tanpa kesulitan menggendong tubuh pria tua tersebut."Hanya dengan arak murah seperti ini sudah membuat Kakek tidak sadarkan diri." Fang menggelengkan kepalanya dan mulai menggerutu. Sementara itu, sang Kakek yang berada di punggungnya tertawa kecil, ternyata ia masih sadarkan diri.Fang sebenarnya mendengar hal tersebut, tapi ia pura-pura tidak mengetahuinya dan tetap menggendong sang Kakek sampai ke dalam rumah. Sebab itu adalah masa-masa terbaik yang bisa mereka lalui.Keesokan paginya, ketika Fang bangun dari tidurnya. Dengan menggosok kedua matanya yang masih menahan
Beberapa saat kemudian, Kakek kembali lagi dengan membawa sebuah keranjang yang cukup besar. Keranjang itu biasa Kakek bawa untuk menangkap ikan."Mancing lagi kek?" Tanya Fang, "Katanya hari ini mau ngajarin aku ilmu beladiri?" Sambungnya sedikit cemberut."Keranjang ini adalah alat untuk latihan pertamamu," balas Kakek tanpa menjelaskan lebih lanjut."Ayo ikuti Kakek," Sambung pria tua itu sambil berjalan meninggalkan rumah. Fang sendiri mengikutinya dari belakang.Keduanya berhenti setelah berada di lokasi yang banyak bebatuan. Sang Kakek menurunkan keranjang di punggungnya dan mulai memasukkan bebatuan yang ukurannya cukup besar ke dalamnya tanpa banyak bicara.Di sisi lain, Fang penasaran dengan yang dilakukan Kakeknya itu. Akan tetapi, sebelum ia menanyakannya, sang Kakek sudah selesai mewadahi bebatuan tersebut."Kemari," panggil Kakek kepada Fang. Fang menurutinya, walaupun banyak pertanyaan yang ada di benaknya."Sekarang, co
Fang menghentikan lajunya setelah hampir menabrak tubuh babi hutan itu. Ia ingin meninggalkannya, akan tetapi babi hutan tersebut tidak membiarkannya."Ngok-Ngok," babi hutan tersebut seakan bertanya kenapa Fang mengganggunya. Hewan liar itu mendengus kesal dan bersiap menyerang si bocah kecil.Tanpa menunggu penjelasan Fang dan meskipun bocah itu menjelaskan sekalipun sang babi hutan tersebut tidak akan mengerti, hewan liar itu menyerangnya dengan ganasnya."Tunggu dulu, kenapa kau menyerang ku?" Ucap Fang sambil menghindari serangan babi hutan. Ia tidak berminat menanggapi serangan hewan liar tersebut."Ngok-Ngok," sang babi hutan tidak mengerti ucapan Fang. Malah hewan liar itu menganggap Fang menghinanya. Oleh sebab itu, sang babi hutan menambah keganasannya dalam menyerang Fang.Awalnya Fang bisa menghindari semua serangan babi hutan itu, akan tetapi pada serangan-serangan selanjutnya, ia tidak bisa menghindarinya dan membuat sang babi hutan b
Empat tahun telah berlalu, kini Fang menginjak usia sepuluh tahun. Perubahan besar terjadi padanya, terutama untuk tubuhnya yang kini sudah lebih besar dan tinggi daripada sebelumnya.Saat ini Fang sedang duduk di bebatuan besar di bawah air terjun, ia sedang bermeditasi untuk berlatih pernapasan dan menambah tenaga dalamnya. Fang sendirian, Sang Kakek tidak terlihat di sana sebab ia mulai membiarkan Fang berlatih sendiri sejak setahun yang lalu.Fang membuka matanya saat ia mendengar sebuah raungan keras yang mengganggu telinganya. Ia menoleh ke sekitarnya, tetapi tidak menemukan keberadaan sosok yang meraung itu. Anehnya lagi, raungan tersebut tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi."Suara apa itu tadi?" Fang tidak berdiam diri, dia begitu penasaran dengan suara tersebut. Ia memutuskan untuk menghentikan latihannya dan memeriksa beberapa lokasi di dekat tempat itu.Setelah beberapa waktu, ia tidak menemukan apapun yang mencurigakan atau pun sosok yang me