Mendengar cerita dari Guru Mada, Bagaskoro tertegun. Ia tidak habis pikir, diluar sana banyak orang yang rela mengorbankan rasa nasionalisme yang telah tertanam di dalam tubuhnya hanya untuk balas dendam."Mungkin cukup sampai sini dulu, hal yang perlu ku sampaikan kepada kalian. Selebihnya akan aku jelaskan kepada kalian ketika sudah sampai di Padepokan saja," Tutur Guru Mada dengan napas terengah-engah."Baiklah guru!" jawab Bagaskoro dan Bajulgeni hampir bersamaan.Mereka bertiga mulai berkemas dan membersihkan lingkungan sekitar pedesaan. Guru Mada dan kedua muridnya juga tak lupa untuk mencari beberapa tanaman pangan dan obat-obatan untuk dibawa kembali ke lereng bukit."Kita harus membersihkan apa yang perlu, semampu kita saja," Tegas Guru Mada. "Seberapa jauh padepokan guru dari puncak bukit ini?" tanya Bagaskoro. "Mungkin sekitar 2 jam kita akan sampai," jawab Guru Mada.Setelah mempersiapkan semuanya, mereka pun meninggalkan desa dan pergi menuju lereng bukit. Di tengah perja
Setalah Gubuk pertama selesai dibangun mereka segera menata barang-barang yang dibawa ke dalam gubuk. Bagaskoro benar-benar takjub dengan yang dilihatnya, tak pernah ia sangka butuh waktu cukup singkat untuk membangun Gubuk tersebut. Gubuk tersebut terdiri atas 2 kamar berukuran sedang, 1 untuk Guru Mada dan 1 kamar lagi untuk Bagaskoro dan Bajulgeni serta ada ruang pertemuan kecil dan teras."Ohhhh... akhirnya selesai. Kurasa aku akan istirahat dulu," seru Bajulgeni sembari menguap. "Apakah kau juga letih Bagaskoro?" tanya Guru Mada. "Kurasa aku tidak begitu letih Guru, mungkin karena aku cuma mencari bahan-bahan saja, hehehe," ujar Bagaskoro."Baguslah kalau begitu, aku akan menceritakan sedikit kepadamu tentang pencak silat," Ucap Guru Mada. "Apakah ini nanti hanya sebatas teori saja, atau akan ada prakteknya langsung Guru?" tanya Bagaskoro. "Untuk kali ini, aku hanya akan memberimu teori saja, selayang pandang tentang apa itu pencak silat dan beberapa gerakan dasarnya. Mungkin bar
Satu hari pun telah berlalu. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Bagaskoro sudah bersiap diri. Ia keluar ke halaman padepokan. Ia sudah mandi, berpakaian bersih dan ia siap untuk melanjutkan pembelajaran kemarin."Aku telah siap untuk latihan hari ini guru!" Ucap Bagaskoro dengan semangat paginya. "Nampaknya kau sangat bersemangat, mimpi apa kau semalam? Hahaha," ucap Bajulgeni. "Hmmmm, mimpi apa ya? Mungkin ini dikarenakan semangat juang anak muda, hehehe," jawab Bagaskoro dengan tertawa renyah.Tak berselang lama, Guru Mada pun keluar. Sang Guru pun nampak semangat tak kalah dari kedua muridnya. Selain itu Guru Mada juga membawa beberapa persenjataan untuk latihan."Ada apa ini, masih pagi sudah ribut?" tanya Guru Mada dengan nada pelan. "Hmm, tidak ada apa-apa Guru, hanya saja aku terlalu semangat hari ini. Aku tidak sabar dengan pelajaran yang guru berikan," seru Bagaskoro.Mata Bagaskoro nampak memperhatikan benda-benda yang dibawa gurunya. Ia melihat dengan seksama setiap alat yan
"Huwaaaaa... jam berapa sekarang? Mengapa sudah tidak panas?" tanya Bagaskoro sembari menutupi uapannya. "Sekarang sudah sore, kelihatannya kita lanjutkan besok saja untuk latihan jatuhannya," saut Bajulgeni."Hah... apa? Sudah sore?" Bagaskoro bertanya-tanya dengan terkejut. "Ya, kau tidur pulas sekali tadi, aku mau membangunkanmu namun dilarang oleh Guru. Guru bilang untuk membiarkanmu tidur saja, karena sekilas nampak kau sangat lelah. Tetapi anehnya kau tidur sembari tersenyum bahagia," jelas Bajulgeni.***"Aku tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan anak yang punya semangat sangat tinggi seperti Bagaskoro," gumam Guru Mada sembari memasak. "Semangatnya bagaikan nafasnya. Selama dia masih bisa menghirup dan menghembuskan udara dia terus bergerak. Baru kali ini aku bertemu dengan remaja seperti itu. Mungkin dia kelak bisa mendamaikan kembali dunia yang tengah berada dalam tanduk kehancuran ini,"Di saat Guru Mada sibuk melamun, panci yang ia taruh di atas tungku tiba-tiba berbu
Keesokan harinya, sebelum matahari menyingsir dari arah timur Bagaskoro sudah terbangun dari tidur nyenyaknya. Kemudian diikuti dengan bangunnya Bajulgeni. Namun sebelum mereka berdua bangun, Guru Mada sudah terlebih dahulu bangun, beliau sedang melakukan pemanasan di lapangan."Kalian sudah bangun, bagaimana kondisi tubuh kalian? Kalian sudah siap untuk berlatih?" tanya Guru Mada dengan semangat paginya. "Ooooo... entahlah Guru, aku merasa masih sangat mengantuk. Namun aku tadi mencoba untuk tidur kembali namun tidak bisa," jawab Bagaskoro dengan terbata-bata. "Itu terjadi karena kemarin kau memfokuskan diri untuk terus membaca. Ya memang, membaca itu tidaklah salah. Akan tetapi, tubuhmu juga punya hak untuk memperoleh istirahat yang cukup," ucap Bajulgeni."Memangnya kemarin malam kalian tidur jam berapa?" tanya Guru Mada. "Seingatku kemarin aku tidur sekitar jam 10 guru, tetapi entah dengan Bagaskoro," jawab Bajulgeni. "Kemarin kalau tidak salah aku tidur di atas jam 12, mungkin se
Bagaskoro pun memutuskan untuk membuat jadwal latihan, agar latihan yang ia mendapatkan hasil yang maksimal. Sebelum mulai menulis ia bertanya-tanya apa saja bentuk latihan yang perlu ia jalani. Serta bagaimana ia menyusun jadwalnya agar efektif."Kak Bajulgeni, apakah kau sedang ada urusan?" tanya Bagaskoro dengan nada pelan. "Tidak, aku sedang tidak mempunyai urusan apa-apa, memangnya kenapa?" tanya Bajulgeni kembali. "Hmmm, jadi begini, aku berencana untuk membuat sebuah jadwal latihan rutin. Ya, hitung-hitung sebagai bentuk penempaan diri. Supaya fisik ku tetap energik dan daya tahanku menambah," jawab Bagaskoro dengan bahagia.Bajulgeni dapat menangkap dengan baik apa yang dimaksudkan Bagaskoro. Bajulgeni merasa sangat senang, karena Bagaskoro yang baru aja mengenal tentang bela diri langsung punya ketertarikan yang tinggi terhadap ilmu bela diri."Kalau begitu begini, sebelumnya aku akan bertanya tentang aktivitas sehari-hari mu di luar latihan dan aku kan memberitahumu tentang
Keesokan harinya, sebelum Guru Mada bangun dari tidurnya, Bagaskoro sudah mempersiapkan diri, sedangkan Bajulgeni masih tertidur lelap di atas ranjang. Bagaskoro tidak sabar ingin segera menanyakan tentang peperangan beruntun yang terjadi saat ini kepada Guru Mada. Seketika Guru Mada keluar dari pondok, Bagaskoro yang sedang pemanasan langsung berhenti dan berjalan menuju Guru Mada."Selamat pagi guru!" sapa Bagaskoro dengan lantang. "Oh.. Pagi juga nak, tak kusangka kau sudah bangun, apakah tidurmu nyenyak semalam?" sapa Guru Mada kembali dilanjut dengan pertanyaan. "Ya, tentu saja, tidurku kemarin cukup nyenyak guru," jawab Bagaskoro."Hal apakah gerangan yang membuatmu menemuiku, apakah kau sudah siap untuk meneruskan pelatihan mu? Atau malahan kau ingin memberitahu ku kalau kau sudah mahir?" tebak Guru Mada. "Kurasa tebakan Guru meleset semua, aku kesini karena aku ingin tahu lebih lanjut tentang apa yang terjadi sebenarnya. Seperti yang pernah guru katakan, aku benar-benar ingin
Fajar mulai menyingsir, udara menghembus pelan menyebarkan kesejukan di sekeliling. Guru Mada bangun dan segera membersihkan tempat tidurnya. Setelah membersihkan tempat tidurnya, ia segera keluar dari tenda dan membersihkan diri. Guru Mada melihat ke sekitar. Ia mendapati kedua muridnya masih tertidur pulas di dalam tenda."Kelihatannya aku harus segera mengumpulkan kayu bakar dan beberapa bahan makanan sembari menunggunya datang. Jika perkiraan benar, dia mungkin akan datang ke sini nanti siang," gumam Guru Mada sembari pergi meninggalkan tenda.Tatkala Guru Mada pergi, tidak lama kemudian Bagaskoro dan Bajulgeni bangun. Keduanya nampak kaget didapatinya hari sudah sangat terang. Keduanya segera keluar tenda dan pergi ke tenda sang guru. Namun, mereka berdua tidak dapat menemukan dimana sang guru berada."Guru... Guru... dimana engkau!" teriak keduanya sambil menelusuri sekita tenda. "Kira-kira kemana guru pergi ya?" gumam Bagaskoro. "Entahlah, namun aku tidak merasakan firasat yang