'Pergilah ke rumah sakit swasta yang dekat dari sini, bilang kamu ada janji bertemu dengan profesor Hendra dan sebut saja nama kamu Bora.'Bora masih mengingat pesan yang diberikan dokter Donny. Setelah diskusi mengenai makalah yang akan diikutkan lomba, dokter Ditya memberikan sedikit saran dan juga perbaikan, besok hari terakhir dia mengumpulkan makalah. Jam sudah menunjukan lima sore dan sekarang Bora sudah berdiri di depan pintu masuk rumah sakit.Bora menyemangati diri sendiri dan masuk ke dalam. "Selamat sore, apakah ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang perawat di lobby."Saya ada janji dengan profesor Hendra."Perawat itu menatap curiga Bora. "Janji untuk?"Bora tahu tatapan curiga perawat tersebut. "Bora, bilang saja saya Bora."Perawat itu mendadak teringat sesuatu. "Ah, kamu kan..."Perawat itu tidak melanjutkan kalimatnya dan bergegas menghubungi seseorang.Bora mendengar percakapan orang-orang di sekitarnya."Bukankah dia anak walikota?""Ah, benar. Anak bermasalah i
Bora pulang ke rumah dengan perasaan lelah, hari ini dia benar-benar sibuk. Ibu tiri sudah menunggu di ruang tamu dengan amarah luar biasa. "BORA!"Bora tidak menghentikan langkahnya dan tetap naik ke atas tangga, jika dulu dirinya ketakutan dan menurut ke ibu tiri, sekarang dia tidak peduli lagi.Ibu tiri mengikuti Bora dari belakang dan berteriak di bawah tangga. "TURUN, BORA!"Bora menghentikan langkah di tengah tangga lalu balik badan. "Ada apa?""Kamu- bagaimana bisa kamu membuat skandal mengerikan seperti itu?""Bisa beritahu aku, skandal apa yang sudah aku buat?" Tanya Bora.Ibu tiri terkejut lalu kedua mata menyipit curiga. "Semenjak kamu berupaya bunuh diri, sepertinya semua sifat kamu berubah total. Apakah aku harus bawakan kamu untuk ruqiah?"Bora tertawa sinis. "Tidak ada yang berubah.""Bohong! Kamu berubah seolah bukan Bora pengecut yang kami kenal.""Apakah Ibu suka dengan aku y
"Tapi kamu bisa pulih dengan cepat, mengingat ada kepentingan yang harus kamu lakukan." Hendra mengembalikan catatan kesehatan Bora dan mengusir perawat itu. "Apa yang harus saya lakukan?"Setelah perawat menutup pintu, Hendra menunduk dan menatap Bora. "Bukankah kamu punya cheat yang sangat menguntungkan?""Cheat?""Semacam kekuatan atau berkah yang diberikan oleh Bern."Bora menatap lurus Hendra. "Selain itu? Tidak ada lagi alternatif lain?""Apakah cheat yang diberikan tidak berguna?"Bora mengalihkan tatapan. "Dibilang berguna sih iya, tapi tidak terlalu berguna untuk melihat kondisi kesehatan. Karena itu-"Hendra angkat tangan untuk menghentikan cerita Bora. "Oke, cukup. Lebih baik kamu simpan sendiri cheat tidak berguna itu."Bora cemberut."Karena tidak terlalu berguna, yang bisa saya lakukan hanya memberikan resep obat dan juga- kamu harus selalu mengunjungi saya.""Baik.""Tidak ada berita mengenai kamu jatuh dari tangga
Hendra mengikuti Bora di belakang dengan jalan perlahan. "Jadi, apakah itu hasil dari peringatan sistem milik kamu yang diberikan Bern?"Bora tidak menjawab."Kamu pasti kecewa melihat kedua orang tua perlahan melupakan kamu.""Sejak awal aku memang berusaha dilupakan, mereka hanya berusaha tanggung jawab atas kesalahan masa lalu. Bahkan aku pun terlahir dari kesalahan." Jawab Bora.Mendengar nada suara Bora yang seperti biasa, menandakan remaja perempuan itu mendengar cerita yang sama berulang kali.Bora mulai cerita. "Sejak kecil mereka selalu bertengkar dan merasa tidak cocok, di keluarga mama- wanita harus bisa tegas tapi di keluarga papa, wanita harus selalu tunduk. Awalnya mereka bertengkar di dalam kamar sehingga kami bertiga tidak tahu, tapi lama kelamaan- semuanya berubah sejak papa ketahuan selingkuh."Hendra memukul kepala Bora.Bora teriak kesakitan sambil mengusap kepalanya dan melirik tajam Hendra.
Keesokan harinya Bora duduk di samping jendela sambil mencuri dengar diskusi papa dan ibu tirinya, pandangan mata kosong ke luar jendela. Pagi ini sepertinya mereka berdiskusi di meja makan, rupanya setelah profesor Hendra mengeluarkan larangan kunjungan, papa dan ibu tiri lebih memilih pulang."Bora sepertinya tidak punya semangat di akademi, pernikahan adalah yang terbaik untuknya. Kamu lihat sendiri 'kan- hanya demi seekor anjing, dia stres seperti itu.""Benar, pa.""Dia juga membuat banyak kebohongan untuk menarik perhatian orang lain, bully salah satunya.""Aku melihat kalian berdua mendorong anakku, kalian kira aku buta? Aku menutup mata karena kalian adalah anak dari wanita yang aku cintai, dan kamu- aku sudah merawat anak-anak kamu dengan baik, kenapa kamu tidak mau merawat anakku dengan perlakuan yang sama?""Aku merawatnya, tapi dia terlalu lebay dan mencari perhatian. Anak-anakku juga broken home tapi mereka mampu mengatasi kesulitannya send
"Aku jadi merasa kasihan dengan anak dan suami yang menikah dengan wanita tua itu. Jika aku menjadi keluarga dari wanita tua itu, aku akan membuat dia didepak dari kartu keluarga." Ditya menjelaskan dengan semangat menggebu dan mata penuh amarah. Bora yang sedang menyendok buburnya, tercengang. Ditya membulatkan matanya ke Bora. "Benar kan, Bora? Kamu pasti juga tidak ingin memiliki keluarga atau teman yang menyebalkan begitu."Bora tidak tahu harus menjawab apa, di dalam benaknya bertanya. Apakah dokter Ditya tidak tahu siapa istri pamannya atau siapa suami si Rina?Ditya menghela napas panjang lalu melihat pemandangan luar jendela. "Aku kadang merasa khawatir jika papa berhasil mengeluarkan paman dan mengenalkan keluarga paman kepada kami, masalahnya si Rina punya anak banyak sementara paman juga punya hal yang sama. Kebetulan yang mengesalkan, bukan?"Bora menjerit di dalam hati. Tidak! Bukan kebetulan! Mereka memang orang yang sama!
Pria yang ditunjuk Bora bergegas mengeluarkan satu lembar seratus ribu di dalam dompet. "Benar, kami dibayar dokter Frank, kami tidak tahu apa pun."Bora mengerutkan kening ketika membaca informasi tentang si anjing lalu beralih ke undang-undang penyiksaan hewan.Hendra menyipitkan kedua matanya ketika melihat uang kertas sudah tergeletak di atas aspal. "Nyawa seekor hewan, kalian samakan dengan uang seratus ribu? Bagaimana jika saya membayar lima puluh ribu rupiah untuk menghancurkan penis kalian? Aku rasa mengurangi orang bodoh, jauh lebih bagus daripada mempertahankan. Bibit bodoh membuat aku kesal."Ketiga pria sontak menutup adik kesayangan mereka. Bora bertanya pada Hendra. "Profesor, hukum tidak terlalu adil pada hewan tidak bertuan, bukan?""Memangnya kenapa?""Anjing itu berpemilik, dan ada hadiah. Sepertinya orang kaya."Hendra menatap Bora, mencerna semua informasi yang diberikan remaja perempuan itu. "Bora."
Ditya berhasil sampai ke rumah sakit hewan dengan selamat sambil menggendong anjing yang sudah dibius, sementara anjing K9 mengekori dari belakang dengan antusias dan berhenti saat salah satu perawat hewan menghentikannya dengan tiba-tiba.Perawat hewan itu berjongkok di depan anjing German Shepherd itu dan tersenyum. "Oh, sudah lama kita tidak bertemu, Blink."Blink merupakan anjing K9 berjenis kelamin betina yang jatuh cinta dengan dokter Ditya. Dulu namanya Cleo, namun diganti Blink karena suka mengedipkan mata ke Ditya dengan manja. "Bukankah dia anjing K9 yang suka sama dokter Ditya? Kenapa anjing ini mengikuti dokter? Apakah dokter baru saja ke kantor polisi satwa?""Tidak tahu, tapi dia tadi mengekori dokter yang sedang membawa pasien. Aku terpaksa menghalangi, supaya tidak mengganggu dokter." Perawat hewan berdiri lalu mengambil camilan anjing di bawah meja dan diberikan ke Blink. "Ini."Blink yang sudah terlatih, hanya