Share

Bab 2

“Maksud kamu apa, Mas?“ tanyaku tidak paham. ‘Isi' apa yang Mas Adnan maksud, bukankah yang namanya martabak ada isinya telur dan sayur? Ah, entahlah.

Mas Adnan menghela nafas, seperti berat mengatakan sesuatu. “Ada pelet di dalam martabak itu, Dek. Tiara ingin merusak hubungan kita melalui Ibu." Mas Adnan berhenti sejenak menyeruput kopi pahitnya. Ia sangat menyukai kopi yang kental dan pahit.

“Masak sih, Tiara seperti itu?” Aku mengernyitkan dahi, ‘Serius Tiara seperti itu? ‘ batinku bergejolak, banyak sekali pertanyaan yang ingin kulontarkan, tapi kutahan. Tidak semuanya harus aku tanyakan saat ini juga.

Mas Adnan mengangguk, “Iya, Tiara tidak suka melihat kita hidup bahagia,“

“Aku gak percaya.” Jelas saja aku tak mempercayai ucapan Mas Adnan. Kalau kalian tahu, pasti akan berpikiran sama sepertiku.

Tiara adalah perempuan yang terlihat sempurna, wajahnya cantik, berkulit putih bersih, dan berkarir. Berbeda jauh denganku yang biasa saja, kulitku tak seputih Tiara, dan aku hanya ibu rumah tangga biasa, mengerjakan perkerjaan rumah dan mengasuh anak.

Dulu pernah ingin berkarir, bekerja sebagai PNS dan berwirausaha sendiri. Namun, apalah dayaku, kuliah tidak lulus, jangankan menjadi PNS, berjualan saja aku tak bisa. Karena masalahku di masa lalu, membuatku sedikit menjauh dari orang-orang. Nyaliku ciut saat bertemu orang, apalagi mereka yang membenciku.

“Terserah kalau kamu tidak percaya.” Mas Adnan kembali menyeruput kopinya. “Lain kali kalau dia datang, buang apapun yang dia bawa.” Perintah mas Adnan membuatku berpikir sejenak.

“Gak enak dong sama Tiara, nanti takutnya dia tersinggung." Aku tipe orang yang mudah tidak enak dengan orang lain. Aku tidak ingin Tiara berpikir buruk tentangku apabila apa yang dia bawa langsung dibuang.

“Kalau orangnya sudah pulang, baru kamu buang, Dek." Mas Adnan terlihat kesal, jangan menghina karena aku loading lama ya, Mak. Memang seperti inilah aku apa adanya, kalau tidak dijelaskan rinci aku tidak akan paham.

“Iya, Mas, iya!” jawabku sewot, begitu saja dia sudah kesal.

“Tapi aku masih gak percaya loh, kok Tiara seperti itu sih?” Aku bergumam sendiri, masih tidak percaya.

Seolah mendengar ucapanku, Mas Adnan berkata, “ Dia memang seperti itu, makanya aku gak suka! Semua teman dekatnya, bisa sedekat itu karena Tiara yang bikin mereka suka, bukan murni suka.”

Aku menghela nafas, “Rumit sekali sih?“

Mas Adnan nampak tersenyum, ah bukan, mengejek lebih tepatnya. “Begitulah dia, ingin menjadi pusat perhatian, egois, dia ingin didengar, tapi tidak mau mendengar orang lain.” Lagi-lagi aku terkejut mendengar cerita Mas Adnan, selama menjadi istrinya aku belum pernah mendengar Mas Adnan menceritakan tentang Tiara.

Sebelumnya Tiara jarang sekali kemari, dan aku pun tidak peduli dengannya. Dia hanya masa lalu Mas Adnan, masa lalu buruk yang harus dibuang, kalau kata Mas Adnan. Aku tidak ingin bertanya, karena sepertinya mas Adnan tidak ingin bercerita.

Kemarin adalah kali pertama Tiara datang dan membawa martabak telur kesukaan Ibu. Ternyata tujuannya ingin membuat Ibu membenciku dan mengusir dari rumah ini. Apa yang akan kalian lakukan, jika menjadi aku?

“Ikuti alur dia, Dek. Pura-pura gak tahu kalau kita sudah mengetahui niat busuknya,” perintah Mas Adnan. Kenapa dia terlihat tenang? Kalau aku menjadi dia, akan kukembalikan pelet yang ia kirimkan. Mampus sekalian saja, aku tidak peduli.

Andaikan yang kena aku atau Mas Adnan itu tidak masalah, InsyaAllah kami paham bagaimana menghilangkan pengaruh pelet itu, nah ini Ibu Mertua, beliau sama sekali tidak terlibat apapun dengan masalah kami. Aku tidak terima!

“Kenapa harus diem-diem gitu? Udah jelas dia ingin mencelakai Ibu, dan ingin kita berpisah. Kok Mas masih tenang-tenang saja sih? “ tanyaku kesal.

Mas Adnan menghela nafas lagi, “Dek, coba bayangkan, misal dia tahu kita menghilangkan pengaruh pelet itu dari Ibu, Tiara akan semakin tidak terima, dia akan terus menerus mengirimkan pelet yang lebih berat efeknya. Kasihan Ibu,” jelas Mas Adnan.

“Haah, baiklah.” Aku menyenderkan kepala di bahu Mas Adnan. Kurasakan tangannya mengelus rambutku.

Mungkin dari kalian ada yang bertanya, dari mana Mas Adnan tahu Martabak itu ada isinya. Mari aku jelaskan, tapi rahasia ya? Jangan bilang Tiara, nanti dia semakin brutal. Aku tidak ingin terjadi apapun pada Ibu mertuaku tercinta.

Jadi sedari kecil, mata Mas Adnan berbeda dengan kita yang normal. Kenapa? Mas Adnan mempunyai indra keenam atau semacamnya. Dia bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mata normal, jadi dia mas Adnan gak normal dong matanya? Iya, dalam artian mata Mas Adnan adalah langka. Tidak semua orang memiliki kemampuan itu, ah ada yang bilang juga itu bukan kemampuan, tetapi musibah. Aku tidak peduli! Karena berkat mata mas Adnan, Alhamdulillah kami bisa melewati beberapa kali masalah yang berhubungan dengan ilmu Hitam.

Sebelum Mas Adnan menikah, ia belajar mengendalikan kemampuan indra keenamnya, ia belajar bagaimana menyembuhkan orang yang terkena pelet, guna-guna, ataupun santet. Mas Adnan pernah bercerita, apabila ada orang yang memiliki indra keenam, tapi tidak bisa mengendalikannya, maka bisa jadi orang ini menjadi gila.

Cup!

Kurasakan Mas Adnan mencium rambutku, beralih menciumi tengkuk yang memberikan sensasi tidak biasa. Aku tahu apa maksudnya, kugandeng tangan Mas Adnan, mengajaknya ke kamar untuk mencari jalan surga bersama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status