***
Dara pun ikut bergabung bersama kami di sini...!
Oma terlihat menyukai Dara. Mereka langsung akrab walau baru bertemu.
"Jadi kamu di sini ganti'in tugas Si Mbok?" tanya Oma dengan lembut.
"Iya, Oma. Ibu lagi pulang ke kampung. Rindu kampung halaman katanya," sahut Dara Si gadis kampung itu.
"Oh begitu. Tapi jarang-jarang lho ada anak gadis yang mau ngerjain pekerja'an rumah tangga. Apa lagi anaknya secantik kamu. Oma bangga deh sama kamu," puji Oma lagi.
Oma terus saja memuji Dara. Dan anak kampung itu seperti menikmati momen hari ini. Awas aja ya, bakal aku kerjain lagi nanti.
" Ibu, kami mau permisi istirahat ke kamar dulu ya. Ibu juga istirahat sana. Capek kan baru nyampe tadi," ucap Papi sambil berdiri bersama Mami.
"Iya silahkan. Ibu sebentar lagi," sahut Oma.
Mami dan papi sudah masuk ke kamar. Tinggal aku, Oma, dan Dara di sini...!
Aku semakin canggung. Niatnya mau ngerjain Si Dara, malah aku sendiri yang gugup begini.
"Kenapa kamu Riko? Oma liat kayak sedang gelisah begitu," tanya Oma yang menyadari kegugupanku.
"Gak kok, Oma. Aku biasa aja," jawabku berusaha tetap cool.
"Malu ya duduk bareng gadis cantik?" tanya Oma lagi sambil menggodaku.
"Apa'an sih, Oma. Kayak begitu di bilang cantik," ketusku sambil menyunggingkan bibir bagian atas.
"Memang cantik kok. Cantiknya alami lagi," puji Oma sambil menatap ke arah gadis kampung itu.
Oma meneruskan pujian-pujiannya pada Dara. Dan Dara hanya tersenyum sok manis. Tapi memang manis sih sebenarnya.
"Oma ayo istirahat, biar aku anterin ke kamar," ajakku mengalihkan perhatian Oma.
"Bentar lagi. Kenapa sih? Gak seneng ngobrol sama Oma di sini?" tanya Oma dengan sedikit heran.
"Seneng lah, Oma. Kan takutnya Oma capek," jelasku agar Oma tak salah faham.
"Iya bentar lagi. Oma mau ngomong serius sama kamu," ucap Oma yang memang terlihat sedang serius.
"Ngomong apa Oma?" tanyaku penasaran.
"Oma saya permisi ke dapur dulu ya. Ada pekerja'an yang belum selesai tadi," ucap Dara sungkan.
"Ya sudah silahkan," sahut Oma singkat.
Dara pun berlalu ke dapur. Hanya tinggal aku dan Oma. Mungkin Dara gak enak jika harus mendengar omongan penting yang Oma mau omongin tadi...!
"Riko, Cucu kesayangan Oma. Kapan kamu berencana menikah Nak? Ingat kamu bukan bocah lagi. Usiamu sudah sangat matang untuk berumah tangga," papar Oma serius menatap penuh arti ke dalam manik mata tajamku.
Ternyata Oma mau membahas itu lagi. Pembahasan dari tahun lalu. Hanya saja tahun lalu aku beralasan menunggu tahun berikutnya. Iya tahun ini tepatnya.
"Hmmm ... Gimana ya, Oma. Belum nemuin pasangan yang pas. Lagian menikah itu cukup sekali kan seumur hidup Oma. Jadi aku perlu menikahi seseorang yang tepat bukan?" Aku mencoba memberi alasan yang masuk akal.
"Bener sekali jawaban Cucu, Oma. Tapi masa iya sampai sekarang belum ada pasangan...." puji Oma, sekaligus mengintrogasiku lebih jelas.
"Gak punya waktu buat cari pacar, Oma!" jawabku malas.
Lebih tepatnya gak mau terikat. Karna bebas bersenang-senang dengan gonta ganti wanita sudah lebih dari cukup bagiku!
"Atau mau Oma yang carikan?" tanya Oma sambil mengedipkan sebelah mata senjanya.
"Oma mau cari dimana?" aku balik bertanya.
"Ya pokoknya nanti Oma cari'in deh," sahutnya tersenyum.
"Ya udah terserah Oma aja. Sekarang ayo ke kamar dan istirahat," paparku.
"Siap Cucu, Oma yang tampan...!" puji Oma sambil menuruti perkata'anku.
Oma pun beristirahat ke kamarnya. Aku juga beristirahat di kamarku.
***
Seketika aku memikirkan omongan Oma. Sepertinya kali ini aku sudah tidak bisa mengelak. Padahal tak pernah terbayang di benakku untuk menikah. Bagaiman jika Oma serius ingin menjodohkan aku?
Ah entah bagaimana pula rupa pilihan Oma itu...!
Ketika aku tengah larut dalam pemikiranku tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar.
Tok-tok-tok....
Aku pun segera membukanya.
"Tuan muda sudah ditunggu untuk makan malam," ucap Dara.
"Baik, saya segera ke sana," sahutku datar.
Aku pun keluar dan terlihat semua sudah ada di meja makan.
"Lama banget kamu, ditungguin juga. Oma udah laper nih," keluh Oma.
"Iya maaf, Oma. Ya udah sekarang silahkan Oma makan yang banyak. Masakan Dara ini enak banget lho Oma," ucapku keceplosan.
"Eheeem...." Seketika Mami tersedak mendengar ucapanku.
"Eh maksud aku tuh, kemarin aku pesan makan dari luar, rasanya enak banget. Gak tau deh kalau masakan gadis kampung ini," ucapku lagi mencoba mengelak.
"Dara ... Bukan gadis kampung. Gak baik manggil orang dengan sebutan begitu," protes Oma padaku.
"Memang kenyata'annya begitu kok," ketusku lagi.
"Ya sudah, Oma mau makan sekarang!" ucap Oma.
"Iya. Silahkan Oma," sahutku tersenyum.
"Mmmm ... Ini beneran enak banget. Selain cantik ternyata Dara juga jago masak. Jarang-jarang banget perempuan sekarang bisa masak," puji Oma sekaligus sindiran untuk yang lain.
"Iya, ya Bu. Masakan Dara beneran enak. Persis masakan Si Mbok" Kali ini Papi pun ikutan memuji gadis kampung itu.
"Biasa aja dong, Pi...." sambung Mami sinis.
Mami terlihat tidak menyukai hal itu. Mungkin karna Mami tidak bisa masak. Jadi merasa tersindir deh dengan omongan Oma.
"Ya, kenapa? Memang bener kok yang suamimu bilang. Masakan Dara enak," Oma memperjelas yang di ucapkan ya tadi.
Mami terlihat sangat kesal dan segera meninggalkan meja makan.
"Aneh bener istrimu itu," keluh Oma.
"Oma sih ngomongnya begitu. Kan tau sendiri Mami gak bisa masak," sahutku.
"Oh, iya Oma lupa. Jadi ngambek kan dia, harusnya Mami kamu itu belajar masak. Gak ada yang langsung bisa kalau gak mau belajar," papar Oma lagi.
"Hmmm ... ya udah, Oma lanjutin aja makannya. Aku mau nyusul Mami dulu ke kamarnya," ucapku sembari berdiri.
"Iya, bujuk sana Mami kamu. Kayak anak kecil aja, pake' ngambek segala," ketus Oma.
***
Aku pun segera menghampiri Mami di kamarnya.
"Mi. Aku boleh masuk gak?" tanyaku lembut.
"Masuk aja," sahut Mami cuek.
"Mami kenapa gak selesaikan dulu makan malamnya?" tanyaku basa-basi.
"Udah kenyang," jawab Mami singkat.
"Mami marah karna omongan Oma tadi?" tanyaku memastikan.
"Ya, Mami kesal aja. Kenapa sih harus nyindir-nyindir gitu," sahut Mami sambil memonyongkan bibirnya.
"Udah jangan ngambek lagi. Nanti cantiknya Mami luntur lho," godaku mencoba mencairkan amarah Mami.
"Ah kamu tu bisa aja ngerayu Mami," ucap Mami yang mulai tersenyum.
"Nah gitu dong, senyum!" pujiku.
"Tapi kayaknya Mami gak suka deh kalau Dara tetap tinggal di sini," papar Mami dengan memandang serius ke arahku.
"Lho kenapa, Mi? Bukannya Mami sendiri yang udah ngizinin Dara buat tinggal di rumah ini?" tanyaku bingung.
"Iya sih, tapi Mami berubah fikiran. Liat aja tu Oma kamu, dia selalu muji-muji Dara kan? Bisa besar kepala nanti itu Anak," jelas Mami sambil membuang nafas kasar.
"Hmmm ... Terus Mami maunya gimana?" tanyaku lagi.
"Mami bakal memulangkan Dara ke kampung, setelah Si Mbok datang nanti. Lagian kamu juga gak suka kan kalau Dara tinggal di rumah kita ini?" papar Mami dengan jelas sembari kembali bertanya.
"Iya sih, Mi. Tapi aku udah gak mau ambil pusing masalah itu," jawabku malas.
"Iya. Tapi kali ini Mami yang gak mau Dara tetap tinggal di sini," sambung Mami lagi
Harusnya aku senang dong, dengan keputusan Mami untuk memulangkan gadis kampung itu. Karna kemarin-kemarin aku yang mencari cara bagaimana agar gadis kampung itu segera keluar dari rumah ini. Tapi sekarang, kok rasanya ada yang aneh. Aku seperti gak rela kalau Dara di pulangkan.
Entahlah ... aku juga tidak mengerti dengan apa yang sekarang tengah aku rasakan ini.
***
Setelah usai berbincang-bincang dengan Mami. Aku pun kembali ke kamarku.
Aku bahkan tidak bisa berhenti memikirkan apa yang akan terjadi besok.
Benarkah Mami akan memulangkan Dara ke kampung?
Lalu bagaimana tanggapan Papi?
Setujukah Oma dengan keputusan itu?
Apakah Si Mbok juga bisa menerima?
Kemudian Dara akan kembali sendirian lagi di kampung?
Dan aku, apakah aku merasa puas setelah itu? Bukankah itu yang aku inginkan?
Lalu kenapa sekarang aku malah menjadi kefikiran, Entah lah. Aku bahkan masih mencoba memahami, apa yang belum aku mengerti.
Bersambung.
***Pagi ini aku aku bangun dengan sejuta perasa'an cemas dan gelisah.Setelah semalaman aku berfikir, aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang sedang aku rasakan sekarang. Aku terus saja memikirkan gadis kampung itu, dan memikirkan ucapan Mami semalam."Selamat pagi Cucu kesayangan Oma." Oma menyapaku dengan di iringi senyum di wajah senjanya."Selamat pagi juga Oma""Tumben Cucu Oma bangun pagi, di hari libur kerja?" tanya Oma heran."Aku tuh mau ngajakin Oma lari pagi," ucapku tersenyum."Beneran?" tanya Oma serius.Iyalah Oma. Masa bohongan sih," sahutku."Kalau begitu Oma siap-siap dulu ya.""Iya Oma, ditunggu."Oma pun masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap. Sementara itu aku menunggu di sofa. Mami dan Papi pun datang menghampiriku."Anak Mami udah bangun? Pasti lupa ya, kalau hari ini tuh, hari Minggu?" Mami pun sama herannya."I-iya, Mi. aku lupa tadi," Aku berbohong pada Mami, padahal
***Aku terus saja memikirkan perkata'an Oma. Siapa gadis yang Oma maksud? Kenapa Oma begitu yakin kalau aku akan luluh padanya.Sampai kapan pun aku takkan pernah takhluk pada seorang wanita ...!Bicara soal wanita, aku jadi rindu ranjang panas milikku itu. Aku mengotak-ngatik ponselku, aku berniat menghubungi Doni. Tapi kali ini aku meminta Doni mengirimkan beberapa foto gadis cantik untuk ku pilih salah satunya."Don ... seperti biasa, kamu carikan saya mainan baru. Tapi saya ingin melihat beberapa pilihan dari kamu hari ini. Tolong dikirimkan foto-fotonya." Aku mengirimkan pesan pada Doni lewat watsapp.Tak lama kemudian Doni pun membalas pesanku. Doni mengirim beberapa foto wanita cantik. Hingga aku memilih salah satunya. Aku pun memberitahui Doni, untuk segera mengantar gadis yang ku pilih itu ke apartemen.Aku langsung bersiap-siap menuju apartemen. Ketika aku hendak melangkahkan kakiku keluar, tiba-tiba Mami menyapaku ...."Ma
***Seperti biasa malam ini semua berkumpul di meja makan. Semua hidangan sudah di sediakan oleh Si Mbok dan Dara."Dara dan Si mbok, ayo gabung makan di sini," ajak Papi dengan begitu ramah."Terima kasih, Tuan. Tapi Si Mbok makan di dapur aja," tolak Si Mbok, sambil bergegas ke dapur."Hmmm ... ya sudah, kamu saja yang ikut makan di sini Dara," Papi kembali mengajak Dara."Saya bareng Ibu saja di dapur Tuan." Dara juga bergegas masuk ke dapur."Yaah ... pada gak mau gabung," keluh Papi."Mungkin mereka sungkan. Makanya kalian tuh biasakan beramah-ramah dengan mereka. Jadi mereka pun tidak akan menolak untuk ikut bergabung," ucap Oma mencoba menasehati kami semua."Ya, ngapain juga toh Bu beramah-ramah dengan pembantu. Nanti yang ada mereka malah besar kepala," sahut Mami dengan nada sinisnya."Tuh rudy, dengar kan ucapan istri kamu? Besok tugasmu merubah perangainya," ucap Oma kembali menyindir Mami."Kala
*** Sepulang dari kantor, aku langsung menuju apartemenku. Niatnya aku ingin bersenang-senang di ranjang panas milikku! Aku pun telah tiba di sebuah apartemen mewahku ini. Aku langsung merebahkan tubuhku. Ku coba mencari kontak Doni diponselku, dan segera menghubunginya.! "Hallo, Don. Seperti biasa. Saya tunggu di apartemen," ucapku. "Beres, Tuan muda." Sahut Doni, dan aku segera memutuskan sambungannya. Tak lama menunggu, Doni datang dengan seorang gadis cantik. Seperti biasa aku mengirim bayarannya, dan Doni segera berlalu. "Hey, Tuan muda! Anda sungguh menggoda," ucap wanita itu. "Tentu saja...." Sahutku. Aku yang sedari kemarin ingin menyalurkan birahiku, kini sudah dapat mangsa di depan mata. Seorang gadis yang terlihat masih sangat muda itu tersenyum manis menggodaku.! Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Aku langsung menerkam gadis itu dengan buas. Terlihat gadis can
***Pagi ini aku kembali bersiap-siap untuk ke kantor!Dara terlihat sedang mondar-mandir membawakan sarapan ke meja makan. Aku menyaksikan langkah gadis kampung itu, dari atas tangga. Aku turun perlahan ke bawah. Hingga tiba-tiba ... Mami menabrak tubuh Dara, dan minuman yang tengah Dara bawa tumpah seketika."Kamu tuh gak punya mata ya?" teriak Mami pada Dara."Ma'af, Nyonya. Tapi tadi, Nyonya yang menabrak saya dari samping," ucap Dara jujur."Oh ... Jadi kamu nyalahin saya? Lancang kamu ya. Mau saya usir kamu dari sini? ancam Mami, sambil melotot."Ini ada apa sih, Mi?" Papi menghampiri Mami, karna mendengar Mami marah sambil berteriak."Lihat ni, Pi. Baju Mami kotor begini," keluh Mami, sambil menunjukkan bajunya."Lho ... Kok bisa?" Papi terlihat heran."Ya gara-gara Si Dara ini." Mami menunjuk ke arah Dara."Ma'af, Nyonya. Biar saya bersihkan." Dara terlihat mencoba mengelap baju Mami."Gak per
***Ketika aku sudah sampai di rumah, aku langsung menghubungi Grecia...!"Hallo, Grecia. Mulai besok, kamu sudah bisa bergabung di perusaha'an saya," ucapku."Baik, pak. Terima kasih banyak!" sahutnya terdengar senang.Setelah selesai bicara dengan Grecia lewat telfon, aku menuju teras lantai dua dekat kamarku. Aku memang suka bersantai di sana. Menikmati secangkir kopi, atau sekedar melamun saja. Sore ini angin bertiup dengan begitu kencang. Seperti akan turun badai. Aku menyaksikan pemandangan dari atas sini. Terlihat kota ramai kendara'an lalu lalang. Sungguh pemandangan yang membosankan bagiku. Lalu terlihat Mami sedang bicara dengan seseorang di seberang jalan...!"Siapa yang di temui Mami di sana?" gumamku pada diri sendiri.Terlihat, Mami menemui seorang laki-laki berbadan tegap. Entah apa yang di bicarakan Mami. Namun, terlihat cukup serius. Seketika laki-laki itu sudah pergi menggunakan mobil berwarna hitam miliknya.Aku yan
***Pagi ini aku kembali bersiap ke kantor. Ku hubungi Grecia agar segera datang ke rumahku terlebih dahulu.!!"Hallo, Grecia. Kamu sudah siap? Saya tidak suka ada keterlambatan, walau hanya satu menit," tanyaku tegas."Sudah, Pak. Saya akan berangkat lebih awal," sahutnya santai."Sebelum ke kantor, kamu mampir ke rumah saya terlebih dahulu. Ada yang mau saya bicarakan," ucapku."Baik, Pak. Saya segera ke sana, kirimkan saja lokasinya," sahutnya lagi.Aku pun mengirimkan alamat rumahku. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Grecia sampai..! Seperti biasa, Dara membukakan pintu."Permisi ... Saya ingin bertemu dengan Pak Riko," ucap Grecia saat Dara membukakan pintu."Oh, silahkan. Tuan muda sedang sarapan," sahut Dara tersenyum.Kemudian Grecia masuk dan menghampiriku."Cia ...." teriak Mami terkejut"Eh, Tante ...." sahut Grecia yang tak kalah terkejutnya."Kalian saling kenal?" t
***Aku masuk ke kamar dan mengambil diary yang diberi Oma. Aku menulis dengan begitu semangatnya, ku luahkan semua kekesalanku hari ini.Aku bahkan tidak tertarik sama sekali pada Grecia. Bagaimana mungkin aku bisa menerima perjodohan konyol ini.Tok-tok-tok ....Terdengar ketukan dari pintu kamarku! Aku pun membukanya dengan langkah yang malas."Tuan, dipanggil Nyonya besar untuk segera makan malam," ucap Dara dengan lembut.Seketika aku punya ide cemerlang untuk menggagalkan rencana perjodohan antara aku dan Grecia...!"Tuan ...." Panggil Dara sambil melambaikan tangannya ke depan wajahku. Aku pun segera sadar dari lamunanku itu."Oh, iya ... Kamu kemarilah!" Aku menarik Dara masuk ke dalam kamarku, dan aku mengunci pintu kamar, agar tidak ada yang mengetahui ini."Jangan macam-macam, Tuan." Ucap Dara yang menepis kasar tanganku."Diamlah! Saya hanya butuh bantuanmu," ujarku de