Share

Bab 15

Setelah tahu Reina hamil, Jovan meminta pihak rumah sakit untuk selalu mengabarinya tentang kondisi Reina.

Entah kenapa, tiba-tiba firasat Maxime menjadi buruk.

"Ada apa?"

"Aku nggak tahu apa yang terjadi. Waktu hari ini aku ke rumah sakit, dokter bilang Reina meninggal!"

Ucapan Jovan itu membuat Maxime merasa seperti tersambar petir di siang bolong!

Meninggal?

Mustahil!

Semalam Reina masih baik-baik saja!

Maxime sontak bangkit berdiri, kepalanya terasa berputar. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Dokter bilang semalam Reina masuk rumah sakit dan hari ini dinyatakan meninggal setelah jantungnya berhenti berdetak."

Tanpa berbasa-basi lagi, Maxime mengambil jas yang dia lemparkan ke atas kasur dan berjalan keluar.

Setelah itu, Maxime segera mengemudikan mobilnya ke rumah sakit.

Sepanjang jalan, Maxime mengingat kembali perkataan Reina kemarin malam.

"Pak Maxime, apa kamu sedih kalau aku mati?"

Entah kenapa, saat ini Maxime merasa sulit bernapas.

Dia sudah melepas dua kancing teratas kemejanya, tetapi rasanya tetap sesak.

Akhirnya dia tiba di rumah sakit.

Jovan sudah menunggu di luar.

Maxime langsung menghampirinya sambil bertanya, "Mana dia?"

"Perawat bilang dia sudah dibawa pergi. Aku sudah mencari tahu siapa walinya, ternyata itu Revin."

Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

Jovan yang sudah merasa lelah pun memperlihatkan rekaman kamera pengawas pada Maxime.

"Tadi malam jam 12 lewat, Reina datang dengan ambulans, tapi nggak jelas kondisinya seperti apa. Dia kehilangan banyak darah dan setelah itu meninggal ...."

Pukul 12 lewat.

Itu 'kan tidak lama setelah Maxime pergi?

Apa yang terjadi selama kurun waktu itu?

Maxime tidak percaya Reina meninggal karena kehilangan banyak darah.

Dia langsung menelepon bawahannya untuk mencari tahu lokasi Revin dan Reina.

Maxime tidak akan tidur malam ini sampai menemukan jawabannya.

Jovan berjalan mondar-mandir di depan Maxime.

"Mana mungkin orang bisa mati hanya karena ingin mati?"

"Trik apalagi yang wanita jalang itu lakukan!"

Maxime tidak ingin meladeni Jovan, jadi dia menyuruh Jovan untuk mencari tahu situasi di rumah sakit. Setelah itu, Maxime pergi.

Di saat bersamaan, Jovan menerima rekam medis Reina yang ditulis oleh pihak rumah sakit hari ini.

Jovan duduk di kursinya, lalu membaca laporan itu dengan tidak sabar.

Apa yang Jovan ketahui hanyalah Reina mencoba bunuh diri dengan minum obat, lalu dia dirawat di rumah sakit dan ketahuan sedang hamil.

Sekarang, Jovan membaca semua rekam medis Reina ....

Gangguan pendengaran yang makin parah dan menyebabkan tuli! Pendarahan pada telinga secara berkala! Depresi berat! Daya ingat menurun! Kemandulan ....

Penyebab kematian: Konsumsi obat tidur berlebihan karena depresi kronis. Gangguan mental yang dialami menyebabkan pasien menyayat nadi tangan, lalu meninggal karena kehilangan banyak darah ....

Jovan tertegun.

Kepala rumah sakit yang berada di samping Jovan pun menghela napas.

"Kok bisa-bisanya gadis sebaik itu semenderita ini di usianya yang masih muda? Pak Jovan, Anda harus membantunya, dia 'kan sudah menyelamatkan Anda."

"Apa maksudmu? Orang yang menyelamatkanku bukan dia," kata Jovan dengan kaget, lalu menoleh menatap si kepala rumah sakit.

"Hah? Bukan dia? Saya ingat betul lengan gadis ini terluka begitu parah karena tersayat kaca demi menyelamatkan Anda. Coba lihat foto ini," jawab si kepala rumah sakit dengan bingung.

Kepala rumah sakit itu masih ingat persis kejadian empat tahun yang lalu. Waktu itu, seorang gadis yang berlumuran darah karena terluka berlari ke rumah sakit.

Saat itu, dia belum menjadi kepala rumah sakit.

Gadis itu menghampirinya dan memberitahunya sudah terjadi kecelakaan, lalu memintanya bergegas untuk menyelamatkan seseorang.

Ternyata orang yang dia selamatkan adalah Tuan Muda Keluarga Tambolo!

Berkat pertolongan gadis itu, sekarang Jovan bisa mencapai posisi ini.

Walaupun itu sudah kejadian lama, si kepala rumah sakit masih bisa samar-samar mengingat wajah gadis itu. Dia ingat betul luka panjang akibat sayatan kaca di lengan gadis itu.

Rasanya sangat tidak masuk akal saat seorang gadis yang lengannya terluka parah tidak menangis dan malah fokus menyelamatkan nyawa orang lain.

Begitu mendengar si kepala rumah sakit menyebut tentang luka di lengan, Jovan langsung memperhatikan foto itu dengan saksama. Di lengan Reina yang mulus dan putih, tampak bekas luka sepanjang telapak tangan yang sudah pudar ....

Seketika, jantung Jovan seakan berhenti berdetak selama sepersekian detik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status