Sera yang mempercepat langkahnya menuju lantai satu, dia membukakan pintu rumah.
Ditangannya ia menggenggam sebuah botol air mineral, saat ia menarik handle pintu dan byur..
Dia menyiram tepat di wajah Henry, tersirat kepuasan di wajahnya.
"Kak Sera.. apa yang kakak lakukan?" segera saja Dita mengeluarkan sapu tangannya yang berwarna pink dengan inisial A itu.
"Henry, tolong maafkan kakak ku.. dia tak sengaja melakukannya." hm, padahal dari sisi manapun Sera tak mungkin melakukannya dengan ketidak sengajaan.
"Ya.."
"Ini pakailah untuk mengeringkan wajah mu.. Henry ayo masuk dulu lihatlah bajumu sampai basah. Aku akan meminjamkan baju ayah.."
"Tidak perlu, aku buru-buru."
"Haha.. jelas saja pria kampungan seperti dirimu ini mana bisa menginjakan kaki seenaknya di rumah ini." ejek Sera.
"Kakak cukup kak.. ku mohon jangan menyudutkan n
Senja menyapa bahkan langit jingganya saja begitu menyejukkan mata yang memandangnya.Dita yang baru selesai mandi masih dengan balutan kimono biru dengan motif perca, duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan hairdrayer."Dita!" tandas ibu memanggilnya, dengan kasar ia membuka pintu kamar."Ibu? Ada apa bu.. kenapa -"Ibu menjambak rambut anak tirinya tersebut, hingga membuat beberapa helai rambutnya rontok."Aaa! Sakit bu.. sakit.." Dita memegang tangan ibunya, berusaha untuk melepaskan jambak kan tangannya."Dalam sejarah keluarga Antoni, tak satupun yang bisa membawa pasangan orang miskin ke rumah ini!""Dan berani-beraninya kau membela pria itu, kau mengucilkan kakakmu Sera hah! Apakah ini didikan yang berikan oleh ayahmu?"Cecar ibu dengan kesal, dia melepaskan jambak kan rambutnya lalu mendoron
Beberapa hari menjelang pesta ulangtahun Dita yang ke dua puluh lima tahun, para pelayan di rumah sedang di sibukan dengan berbagai macam pekerjaan agar pesta itu dapat di nikmati dengan mewah.Dita hari ini berangkat kerja seperti biasanya, dia sama sekali tak terbebani dengan pesta yang akan dibuatkan untuknya.Ditangannya sudah ada sebuah undangan pesta ulangtahun, dan tertera nama Henry disana."Mengundangnya dengan cara sopan seperti ini, semoga saja dia tidak marah dengan sikap kakak waktu itu."Sudah jam delapan pagi namun Henry masih belum muncul juga batang hidungnya.Sejak dari jam tujuh pagi Dita menunggu di sofa lobi kantor, hingga akhrinya Mega datang."Dita apa yang kau lakukan? Kenapa duduk disana.. sebentar lagi jam kerja dimulai loh ayo cepat sidik jari dulu.""Aku sudah sidik jari Mega, kau duluan saja soalnya aku masih menunggu temanku -"
Dita dan Dian sudah duduk dilantai dengan bersandar di dinding, lalu saling bersitatap kemudian tertawa kecil."Sudahlah tidak perlu mencaritahunya lagi, lebih kita ke kantin saja.." ajak Dian."Hm.. ya benar juga.." tapi aku masih penasaran siapa sebenarnya Henry itu?"Kenapa kau melamun.. ayo cepatlah nanti makanan di kantin habis.""Haha..memborong nya juga tidak akan membuat semua makanan itu habis.."Mereka berdua segera keluar dan masuk kedalam lift yang akan membawanya ke kantin.***Baru saja mereka keluar dari lift.Dita tak sengaja melihat Henry yang berada di tengah-tengah rombongan orang-orang yang memiliki jabatan di Woolim Group.Henry? Bukankah itu Henry.. kenapa dia memakai seragam kantor yang rapih.. bukankah dia hanya seorang cleaning service? Apa artinya ini?!Dian yang sejak tadi memanggi
Sesuai dengan perintah sang tuan muda, saat ini Elia sedang mengemudikan mobilnya menuju boutique Lunia yang ada di pusat kota.Jarak tempuh yang dibutuhkan hanya memakan waktu satu jam dua puluh lima menit saja, Elia yang baru saja memarkirkan mobilnya di garasi dan segera turun.Dia melangkah masuk kedalam boutique setelah mendorong pintu kaca yang bertuliskan push itu."Selamat siang tuan, selamat datang di boutique Lunia.." seorang pelayan boutique menyambutnya dengan ramah dan sopan."Dimana nona Lunia? Aku ingin bertemu dengannya..""Nona ada di dalam tuan, akan segera saya panggilkan."Elia mengangguk, "Hm.." dia pun mendudukan tubuhnya disebuah kursi sembari menunggu Lunia.Gemerisik high heels terdengar semakin mendekat, "Tuan Elia?"Elia pun menoleh kesumber suara dan segera berdiri."Nona Lunia, aku datang kemari atas per
Jam kantor sebentar lagi habis dan Dita benar-benar ingin memastikan nya sekali lagi, apakah Henry memang tak datang untuk bekerja.Buru-buru dia meraih jaket dan tas kerjanya dan segera masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lobi.Ting!Pintu lift terbuka, Dita duduk di sofa sudut ruangan hampir satu jam menunggu namun Henry tak kunjung datang.Apakah dia sudah salah orang tadi? Dita menutup mulutnya yang baru saja menguap lebar.Ia mengantuk, wajar saja karena ia juga begitu lelah.Kantor hampir ditinggal kosong oleh para staff, dan Dita masih tak menemukan Henry.Ya sudahlah lebih baik aku pulang saja.Rasanya dia masih saja penasaran, Lebih baik aku mengeceknya ke garasi motor saja.Sampai disana wah benar saja ternyata Henry baru saja duduk di atas motor."Henry.." seru Dita sedikit berteriak sembari melam
Ibu tersenyum seolah senyuman itu sedang menghinanya, pandangan matanya tertuju pada goodie bag yang sedang di genggam Dita."Hmph! Darimana kau mendapatkan uang untuk membeli kado? Dasar pencuri.." ibu membalikan goodie bag dan membuat kedua gaun itu jatuh kelantai."Ibu!" Dita tak dapat lagi menerimanya, ia hendak memungut gaunnya namun terhenyak saat ibu menginjak-injak gaun tersebut."Lihatlah dirimu yang menyedihkan ini, sudah seperti seekor anjing busuk!" ledek ibu, wanita tua itu sudah sangat keterlaluan. "Bahkan dengan kucing peliharaan ku saja, kau itu jauh lebih hina!" lagi, untuk yang kedua kalinya ia menuding wajah Henry.Elia yang ingin bertindak namun tak jadi saat Henry memberinya kode. Elia mencoba untuk menahan dirinya.Lalu Zean? Dia berdiri dan menarik kerah jas Henry, lalu mendorong tubuhnya hingga terduduk di lantai."Henry?" Imbuh Dita yang terkejut melihatnya,
Jantung Dita berdebar kencang saat ia berada di dalam pelukan Henry, manik coklatnya mulai berkaca-kaca dan hampir membanjiri wajah cantiknya itu."Tidak ada gunanya kau menangis.. karena ini semua sudah menjadi takdirmu." tegas Sagaara sembari melepas kunciran rambut Dita lalu membuangnya kelantai.Rambutnya yang panjang sebahu dan bergelombang itu tergerai dengan indah."El, lepaskan dia.. kirim dia ke perbatasan ibu kota.. aku merasa pria itu memiliki tenaga yang kuat, menjadi gigolo di sana tidaklah buruk."El kemudian mengangguk, "Baik tuan muda Henry, anak buah saya yang akan mengawal perjalanannya.""Ja- jangan tuan muda.. tolong kasihanilah saya -"Lalu dengan cepat ayah memotong, "Tuan muda, tolong berilah saya kesempatan.. perusahaan saya sangat bergantung pada investasi saham anda tuan."Ayah merunduk bahkan ia bersujud di bawah kaki sang tuan muda, diman
"Oh ya.. nona bisa memanggil saya Ran, selamat malam nona.." ucap Ran, kemudian segera pergi dari kamar itu setelah memberikannya bow.Tak lupa juga Ran pun kembali menutup pintu kamarnya dengan rapat.***Gaun tidurnya tipis, memang sih bahannya lembut tapi ya tetap saja membuat Dita begitu risih.Ia berdiri menatap pantulan dirinya yang ada di dalam cermin, memperhatikan tubuh mungilnya yang memakai gaun tidur itu, ah yang benar saja. Bukankah ia akan terlihat seperti wanita penggoda? Dita terhenyak saat mendengar suara pintu kamar yang terbuka, ditatapnya Henry sedang berdiri di ambang pintu.Ia menyeringai menatap lekukan tubuh Dita yang begitu menggoda, lalu kembali menutup pintu kamar dan tak lupa juga ia menguncinya.Dita dibuat takut olehnya, diapun segera menjauh memundurkan langkahnya, namun kedua kakinya menabrak kursi rias yang berada tak jauh darinya. "Aw.." hal itu mem