Share

RCDD | 6. Kudoakan Kalian Berjodoh

“Seenak itu kah mie ayam tu sus?” tanya Kaira sambil menelan ludah. Tangan kanan nya tanpa sadar meremas botol air mineral yang isinya tinggal seperempat.

Kaira sedang menepati janjinya menemani suster Indri makan mie ayam atas tagihan gadis itu. Umur Kaira dan suster Indri hanya berbeda tiga tahun dengan suster indri lebih tua. Tapi untuk postur tubuh, tinggi badan Kaira jauh diatas suster Indri yang hanya satu meter setengah, hanya beda sepuluh sentimeter saja sih memang.

Suster Indri mengangguk antusias. Ia begitu menikmati mie ayam yang sudah berlinang saus tomat hingga berwarna merah kecoklatan itu. “Pelan-pelan saja sus, saya tidak akan minta kok,” ujar Kaira memperingati.

Suster Indir menelan mie ayam dalam mulutnya kemudian mengangkat kepalanya menatap Kaira. “Kalau pun dokter minta, saya pasti kasih sih,” jawabnya. Kaira menggeleng getir.

“Dokter beneran tidak mau coba? Sedikit saja tidak mau?” tawar suster Indri lagi.

Kaira menggeleng. “Saya lihat suster makan saja sudah kenyang sus, jadi buat suster Indri saja.”

“Mana ada melihat orang makan jadi kenyang dok. Dokter Ara mah ada-ada saja.” Jawab suster Indri lalu terkekeh meremehkan.

“Ini saya buktinya. Suster makan kaya orang belum makan satu minggu."

“Ini namanya menikmati dok, mensyukuri apa yang Allah anugerahkan kepada setiap hambanya yang shalihah seperti saya ini.”

Kaira menggaruk tengkuknya yang tak gatal dari balik kerudung, kemudian meringis getir. “Bersyukur sama maruk itu berbeda kan ya sus?” tanya Kaira.

“Tentu beda dong dok—“

“Ya walaupun adek-kakak-an sih.” Lanjutnya, lalu terkekeh. Setelahnya ia kembali melahap satu sendok penuh mie yang sebelumnya sudah gadis itu gulung-gulung dengan garpu.

Kaira mengangguk berulah sambil menahan senyum. Ini yang ia suka dari suster Indri asik tapi tidak mudah tersinggung. Terkadang suka melawak tanpa gadis itu sadari disaat-saat tertentu. Cukup bisa mencairkan Kaira yang identik serius.

“Jahat sekali kau ni SusNdri. Sudah tahu kawan kau ini tidak sudah makan makanan macam begini. Masih saja kau paksa bawa kesini. Mana kau ajak-ajak kami segala pula.” Ujar dokter Andi dengan logat Sumata Utaranya yang kental. Lalu pria itu duduk di sebelah suster Indri.

“Mana ada begitu DokDi, dokter Ara sendiri yang mau pula.” Jawab suster Indri menirukan dokter Andi.

SusNdri artinya adalah suster Indri sedangkan DokDi artinya dokter Andi. Panggilan yang mereka buat sendiri untuk mengejek satu sama lainnya.

“Tidak mungkin dokter Ara yang suka rela datang dan hanya memperhatikan kau makan dengan ganas jika bukan karena kau paksa. Aku sudah hafal betul isi otak sempit kau itu.” Serang dokter Andi.

Suster Indri yang mulai terpancing mendengus panjang, meletakkan sendok dan garpunya sedikit keras hingga menimbulkan suara nyaring.

TING!

“Dokter Aea saja mau, kenapa kau yang jadi sewot,” kata suster Indri dengan suara sedikit tinggi, ia juga menatap dokter Andi nyalang.

Dokter Andi bergeser kekiri dua jengkal. Menjauhi suster Indri. “We...we...we... jangan marah betulan. Aku cuma bercanda ini. Maafkan ya?”

Suster Indri mendengus, lalu membuang muka.

“Ah iya, kalian sudah dapat undangan dari dokter Alvian belum?” tanya dokter Andi mengalihkan pembicaraan.

“Undangan dokter Alvian? Undangan apa dok?” tanya suster Indri kembali mengalihkan antensinya pada dokter Andi yang berada di sebelahnya.

“Kau ini macam mana lah SusNdri, ya undangan pernikahan lah. Masak undangan khitanan, bisa habis punya dia nanti,” jawab dokter Andi, lalu pria itu tertawa terbahak-bahak. Sampai membuat pengunjung lain yang sama duduk dibawah tenda biru menoleh pada bangku tempat mereka.

Tanpa sadar juga jika telah kembali mengibarkan bendera peperangan pada suter Indri yang sudah memasang wajah masam.

Kaira ikut tertawa kecil, jika sudah bersama dengan Tom and Jerry versi Saida Hospital memang perut akan dikocok karena terus tertawa terpingkal-pingkal.

“Kalian pasti lagi bahas soal dokter Alvian kan? Hayo...hayo....mengaku saja.” Timpal satu orang wanita lagi yang berseragam sama dengan milik suster Indri, dia suster Linda. Wanita itu sudah membawa semangkuk bakso yang masih mengepul, dan duduk di sisi Kaira berhadapan dengan suster Indri.

“Bagaimana ini, masak kau baru datang sudah dapat bakso. Aku pun belum, padahal sudah dari tadi.” Protes dokter Andi.

“Apa guna punya handphone kalau tidak dimanfaatkan dengan baik.” Jawab suster Linda sombong. Memang ia tadi izin datang terlambat karena harus izin dulu dengan suaminya. Tapi ia sudah lebih dulu mengirim pesan pada penjualnya untuk memesan. Jadilah ia sampai, hidangan sudah selesai dibuat.

“Eh...eh...eh... kalian tahu tidak. Katanya to dokter Alvian itu menikah karena dijodohkan loh.” Sambung suster Linda, sambil meracik bakso miliknya dengan sambal dan kecap, tanpa saus karena wanita itu tidak menyukainya berbeda dengan suster Indri si duta saus mamang-mamang.

“Mosok? Suster tahu dari mana?” tanya suster Indri antusias, hingga mencondongkan tubuhnya kedepan.

Suster Indri berdecak nyaring. Ikut mencondongkan tubuhnya setelah menggeser mangkok bakso yang sudah selesai ia racik. “Beritanya mah sudah melalang buana di Saida Hospital sus. Katanya to, mosok bapaknya dokter Alvian mimpi lihat dokter Alvian nikah sama calonnya itu. Yo wes, terus mereka mau dinikahin.”

Kaira yang sedang meminum air mineral tersedak, kedua matanya membola.

“Kau kenapa dok? Kau punya minum ada gajahnya? Sampai terbatuk-batuk dan melotot-melotot begitu?” komentar dokter Andi. Baik suster Indri maupun suster Linda serempak menoleh pada Kaira. Tapi hanya sebentar, setelahnya mereka kembali mengobrol.

“Masa iya sus, secara dokter Alvian itu kan ganteng ini ya. Masak mau-mau saja dijodohkan dikira jaman Siti Nuhalizah.” Kata suster Indri.

“Siti Nurbaya SusNdri, sejak kapan Siti Nurhaliza turun panggung,” potong dokter Andi.

Suster Indri menatap dokter Andi nyalang. “Diam saja kau DokDI!” ancamnya.

“Eh ada dokter Kian, cari dokter Ara dok?” seru dokter Andi sedikit berteriak. Serempak ketiga yang lain menoleh ke subjek yang dokter Andi maksud.

Dari arah pintu tenda, sesosok pria melangkah pasti, tingginya yang menjulang tak sepadan dengan tinggi tenda mie ayam membuatnya harus sedikit membungkukkan kepalanya. Dokter Kian ini adalah salah satu dari geng mereka juga. Tapi bedanya dokter Kian dari instalasi rawat jalan, dia dokter spesialis penyakit dalam. Sedangkan keempat yang lainya dari instalasi gawat darurat.

Umur kelimanya juga tidak terlalu jauh, Suster Linda yang memimpin lalu disusul dokter Andi hanya berselang satu tahun, suster Indri dan dokter Kian seumuran. Yang terkecil adalah Kaira, si imut menggemaskan yang berusia 25 tahun yang berhasil meluluh lantahkan hati dokter Kian. Ia bukan rahasia lagi tentu saja.

“Dokter...dokter. Dokter Kian juga sudah dengar kan kalau dokter Alvian mau menikah karena dijodohkan?” tanya suster Indri tiba-tiba. Padahal silawan bicaranya belum juga duduk, tapi sudah di serang.

Dokter Kian tak langsung menjawab, ia lebih dulu mendaratkan tubuhnya di banngku sebelah dokter Andi kemudian menatap Kaira sebentar yang ada di hadapannya barulah menatap suter Linda. “Suster Linda pasti lagi kumat kan demam gosipnya. Jangan kebanyakan gosip sus, dosa loh.”

Suster Linda berdecak nyaring. “Dokter Kian mah sama saja sama dokter Ara. Tidak asik. Jangan-jangan kalian memang jodoh lagi.” Kata suster Indri berkomentar.

Dokter Kian terkekeh, lalu memandang Kaira sesaat sebelum kembali pada suster Linda. “Ya gimana ya sus, dosa masuk neraka soalnya.” Katanya sekenanya.

“Yalah, yalah. Ku doakan kalian berjodoh,” ujar suster Indri.

Kaira hanya mampu meringis getir, sedangkan dokter Kian meng-Aamiinkan dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status