"Keluar, Kamu!" teriak Indrita.
Tergesa-gesa memasukan kembali kancing baju bagian atasnya, perawat itu keluar tanpa permisi. Namun tatapan tajam Indrita tak lepas dari perawat itu.
"Kurang ajar, suster itu." Indrita mengencangkan suaranya.
"Gala, kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Indrita kemudian memeluk Gala, putranya.
Gala terlihat begitu kacau, bajunya basah, Ia seperti syok. Indrita membuka ikatan yang mengikat tangan putranya itu.
Gala terdiam, hanya sorot matanya saja yang begitu tajam dengan penuh kebencian.
Melewati Betara yang ingin ke kamar Gala, karena mendengar teriakkan Istrinya. Suster itu, tertunduk sambil berjalan cepat. Betara melihatnya heran, namun tak bertanya. Ia membiarkan saja suster itu terus berjalan ke luar rumahnya.
"Ada apa, Mi?" tanya Betara heran.
"Kita harus laporkan suster itu, Pi," sahut Indrita yang tak menjawab pertanyaan Betara.
Betara melihat pada Gala yang sudah dibaringkan Indrita di kasurnya. Gala terlihat begitu lemas, terdiam seperti tak bernyawa.
"Ya, tapi kenapa, ada apa?" tanya Betara semakin heran tak mengerti.
"Ada apa dengan Gala, mengapa dia basah kuyup seperti itu?" Betara semakin bertanya-tanya.
"Sungguh apa yang telah dilakukan suster itu, harus di laporkan pada pihak yayasan." Indrita terus mengomel sambil membuka baju Gala dan mengeringkan tubuh Gala dengan handuk.
"Bagaimana aku bisa mengerti setiap yang kau bicarakan, sedang kau belum juga menjawab pertanyaan ku," Betara mengikuti kemana Indrita bergarak. Indrita melangkah mengambil handuk kimono di lamari, Betara mengikutinya. Indrita kembali ke samping Gala, guna memakaikan handuk kimono itu kepada Gala, Betara pun mengikutinya lagi.
"Suster itu telah berlaku kurang ajar pada Gala, dia mencumbu habis-habisan Gala. Bahkan dia mengikat serta membekap mulut Gala," Indrita bercerita dengan berapi-api.
Bagaimana tidak, Ia yang menyaksikan sendiri kejadian itu, saat Ia membuka pintu kamar mandi yang tak terkunci. Suster itu tengah menggerayangi tubuh Gala dan menciumi habis wajah Gala. Sebelah pahanya yang terlihat karena bajunya terangkat, berada di atas pangkuan Gala yang duduk di kursi roda. Sedangkan Gala dalam keadaan tangan terikat dan mulut yang di bekap dengan syal.
"Begitu, kah?" tanya Betara hampir tak percaya.
"Aku tak habis pikir, dia itu suster atau pelacur," sahut Indrita masih berapi-api.
"Aku harus melaporkannya," ucap Indrita lagi, kemudian dengan segera ke kamarnya guna mengambil ponselnya.
"Halo, yayasan Pelita Bakti!" ucap Indrita dalam sambungan telepon, sambil berjalan Ia menelpon untuk kembali ke kamar Gala.
"Saya ingin melaporkan suster anda," lanjutnya setelah mendapat respon dari sana. Indrita telah sampai di kamar Gala.
Betara memperhatikan Indrita yang menelpon, juga ikut menyimak pembicaraan Istrinya itu. Sementara Gala, masih diam dengan tatapan kosongnya.
"Apa?" kaget Indrita.
Informasi yang disampaikan Indrita telah diterima pihak yayasan, dan dari sana segera di telusuri.
"Dengar ya, suster itu sudah datang ke rumah saya, dan dia sudah mulai bekerja dari dua hari kemarin, lalu mana mungkin saya membatalkan untuk memakai suster anda." Indrita tampak semakin memanas.
Dari obrolan melalui sambungan telepon tersebut, ada fakta yang mengejutkan mengenai suster yang merawat Gala.
"Pi, kita harus memperjelas tentang suster itu," ucap Indrita pada Betara.
"Ya, memang harus begitu," sahut Betara.
Indrita berniat untuk mendatangi Yayasan itu, Ia sangat tidak terima dengan apa yang dilakukan suster mesum yang Ia pikir di datangkan dari sana.
"Gala, mami mau ke yayasan itu. Suster itu harus mendapat balasannya," ucap Indrita berpamitan pada Gala yang masih tak merespon. Sorot matanya masih seperti tadi, mata yang penuh amarah.
Seperginya Indrita dan Betara untuk mendatangi Yayasan itu, Gala sendirian. Ia kembali teringat dengan perlakuan suster itu.
Gala mulai terbayang bagaimana awal suster itu membawanya masuk ke kamar mandi. Suster itu masuk ke kamar Gala, di pagi buta. Ketika Gala membuka matanya Ia sudah dihadapkan dengan dekatnya wajah suster itu. Wajah yang tidak terlalu cantik, namun masih muda.
Gala terkejut dan bertanya apa maksud suster itu, namun sang suster yang entah bernafsu atau jatuh cinta dengan Gala, semakin brutal. Dengan sedikit tersenyum Ia membekap mulut Gala, dengan syal Gala. Mengikat tangan Gala dan memindahkan Gala dengan kuatnya pada kursi roda.
Dalam ingatan Gala, suster itu menyeringai usai berhasil membawa Gala ke kamar mandi. Ia menguyur tubuh Gala beserta piyamanya sembari berkata Gala akan semakin seksi jika basah.
Semakin dalam suster itu dengan hasratnya Ia membuka kancing bagian depan baju seragam susternya. Hingga terlihat garis tengah diantara yang menyembul pada bagian depan dadanya. Gala yang duduk di kursi roda, semakin di gerayanginya. Lebih dalam nafsu birahinya, Ia meletakkan sebelah pahanya di atas pangkuan Gala. Perbuatan tak senonoh pun semakin menjadi.
Sementara dirinya yang merasa jijik dengan suster itu, tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya menatap tajam pada suster itu, dengan sesekali menghempaskan kencang wajahnya setiap kali disentuh suster itu.
"Aakhhh!" teriak Gala kemudian, setelah semua ingatannya tentang kejadian yang baru saja terjadi itu hilang.
"Suster kurang ajar, kita harus bertemu lagi," dengus Gala berapi-api.
"Kau harus dapatkan balasannya," ucapnya lagi.
"Aakhh...!" teriak Gala semakin kencang.
Bantal dan guling di lemparnya dengan penuh emosi, seprei di acak nya. Semakin marah Ia memukul-mukul kakinya yang Ia pikir tidak berguna.
Pintu kamarnya terbuka, masuklah sang asisten rumah tangga.
"Tuan muda! tuan muda kenapa?" tanyanya panik.
"Pergi, Kau!" teriak Gala.
Gala tak dapat menguasai dirinya, hingga Ia terjatuh dari tempat tidur. Sontak saja membuat sang asisten rumah tangga itu, memburunya.
"Tuan muda!" teriaknya.
Berusaha membangunkan tubuh Gala, asisten rumah tangga itu tampak kesusahan. Namun akhirnya Ia berhasil juga, mendudukkan Gala di atas tempat tidurnya.
"Tuan muda, saya ambilkan minum dulu, ya. Tuan muda yang tenang ya," ucap sang asisten rumah tangga kemudian segera keluar dari kamar Gala.
Tak lama, sang Asisten rumah tangga telah masuk kembali ke kamar Gala, dengan membawa segelas air putih.
"Tuan muda, ini minum dulu." Ia mengulurkan air itu, kehadapan Gala.
Bukannya menerima, Gala menghempas kencang gelas berisi air putih itu.
Prank...
Gelas pun pecah, air putih itu menggenang di lantai bercampur pecahan gelas kaca itu.
"Aakkhh!" teriak sang asisten terkejut.
"Tuan muda!" ucapnya ketakutan.
"Pergi, Kau! pergi!" teriak Gala penuh emosi.
"I-iya, Tuan muda," sahut asisten rumah tangga itu gugup.
Setengah berlari, asisten rumah tangga itu keluar dari kamar Gala. terengah-engah, Ia sampai di dapur.
"Ada apa ya, dengan Tuan muda. Tidak biasanya Ia seperti itu," gumamnya sambil mengelus dada.
Menenangkan dirinya Ia mengambil minum dari sebuah dispenser, dan langsung meminumnya.
"Tapi pecahan gelas itu, semoga tidak terjadi apa-apa pada tuan muda," gumamnya sambil mendongakkan wajahnya melihat ke kamar Gala. Ia khawatir dengan majikannya itu.
Denis membawa Zalila ke sebuah butik, Ia telah meminta pelayan butik tersebut untuk memilihkan baju yang paling cantik untuk Zalila. Alhasil, gaun pilihan pelayan butik itu kini telah dikenakan Zalila atas permintaan Denis."Bagaimana, kau suka?" tanya Denis pada Zalila."Tapi, saya tidak pernah memakai gaun seperti ini," sahut Zalila sembari melebarkan gaun berwarna dusty, menyentuh lantai dengan pita melingkari pinggangnya dan membentuk simpul di sebelah kanan batas pinggang."Itulah alasannya mengapa aku membawa mu kesini. Aku ingin melihat mu memakai baju yang lain selain seragam resto," ungkap Denis.'Kau semakin manis, Lila!' batin Denis."Tapi, Mas Denis. Saya harus kembali ke Resto, saya harus kembali bekerja." Zalila beranjak berniat ingin segera mengganti gaun itu dengan seragam kerjanya kembali.Denis meraih tangan Zalila dengan cepat, mencegahnya agar tak terburu-buru mengganti baju. "Sudahlah, kalau pemilik restonya saja tak melarang
Sore pun tiba, Zalila bersiap akan pulang. Jam kerjanya telah selesai, bergantian dengan shif dua karyawan lain.Berbarengan dengan Lucy keluar dari Resto. Langkah Mereka terhenti, ketika ada seseorang memanggil Zalila."Lil!" panggil Denis, sambil berlari kecil untuk lebih mendekati Zalila."Iya, Pak!" sahut Zalila, sebelumnya melirik pada Lucy. Sahabatnya itu pun, membalas dengan melihatnya juga."Bagaimana? mau ku antar pulang?" tanya Denis yang telah sampai pada kedua karyawannya itu.Zalila dan Lucy kembali saling melirik, kemudian Lucy mencolek Zalila dengan sikutnya. Mengangkat kedua alis lengkungannya dan menggerakkan wajah cantiknya kearah Denis, Lucy memberi kode agar Zalila menerima tawaran Denis.Merasa di dukung, Denis tersenyum girang. Zalila sendiri mengikuti saran Lucy, karena Ia selalu percaya dengan sahabatnya itu.Zalila sampai di rumahnya dengan diantar Denis."Ini rumahmu, Lil?" tanya Denis melihat rumah Zalila dar
Ibu! ada apa?" tanya Zalila terbangun."Ini, Ibu tidak sengaja menendang tas kertas, kamu," sahut Radiah."Ternyata isinya baju bagus begini," lanjutnya."Oh, itu baju dari pak Denis," ungkap Zalila yang dilanjutkan dengan menguapnya."Dari pak Denis?" tanya heran ibu Zalila.'Ada ya, bos sebaik ini' batinnya."Lila, apa mungkin pak Denis, su--," ucapan Radiah terpotong melihat Zalila yang tertidur kembali.Keesokan harinya..."Duh, yang kemarin diantar pulang pak bos!" ledek Lucy, saat bersamaan sampai di restoran.Belum lah menimpali ledekan dari Lucy, muncul pula Denis dari belakang.Zalila kini sudah menginjak tiga tahun menjadi karyawan di restoran milik Denis. Di tahun ini, Denis baru mulai lebih mendekati Zalila, karena kesibukannya dengan beberapa Restorannya di beberapa tempat lainnya.Pertemuannya yang diawali sebuah peristiwa membuat hubungan mereka berlanjut menjadi hubungan antara karyawan dan bosnya. Nam
Zalila mengedarkan pandangannya kesemua arah, Ia melihat banyak orang-orang berpakaian bagus-bagus dan mewah. Terutama pada wanitanya, yang gaunnya menjuntai hingga lantai dan ada yang begitu seksi menampilkan bentuk lekuk tubuh idealnya.Sepasang pengantin yang berdiri di pelaminan, menyambut ceria orang-orang yang memberi selamat kepadanya. Semuanya telah jelas, jika Denis mengajak Zalila ke sebuah pesta pernikahan."Ayo, La!" ajak Denis lalu menggandeng bahu Zalila.Zalila menurut mengikuti langkah Denis, dan membiarkan tangan Denis merangkulnya walaupun Ia merasa tak nyaman."Hai, Denis!" sapa seorang wanita, Cantik sekali penampilannya."Hai!" balas Denis tanpa ekspresi."Ini pacar kamu?" tanya kemudian.Baru saja Zalila ingin menyanggah pertanyaan itu, Denis yang sudah keburu menjawab."Iya, pacarku," ucapnya."Oh, turun ya selera kamu," cibir wanita itu, usai menatap detail Zalila. Dalam pandangannya, Zalila memang t
Pertanyaan itu tak keburu terjawab, karena Mereka telah sampai rumah Zalila.Zalila membuka pintu mobil sebelah kiri untuk turun, sementara Denis tidak turun dari mobil."Tidak masuk dulu, Pak?" tanya Zalila sebelum menutup pintu mobil."Tidak, Lil. Sudah malam, sampaikan saja salam saya pada Ibu," jawab Denis."Oh, ya sudah, nanti saya sampaikan," balas Zalila.Zalila membuka pintu rumahnya yang tak terkunci, begitu masuk langsung terlihat ibunya yang tertidur duduk di bangku.'Ibu' gumamnya.Zalila mendekati Ibunya yang masih tetap tertidur, karena langkah Zalila sangat dipelankannya. Duduk di samping Ibunya, Zalila menatap wajah sang Ibu dengan sendu."Ibu! Ibu sehat terus ya, Bu. Jangan sakit lagi, aku tidak mau Ibu sakit lagi" ucapnya pelan.Menatap wajah Ibunya semakin dalam, Zalila jadi teringat saat keadaan Ibunya yang kritis ketika berada di rumah sakit."Ibu anda harus segera di operasi, ginjalnya harus di angkat
Seminggu sudah tidak ada kabar dari Betara. Membuat Zalila merasa keheranan, hingga akhirnya Ia mencoba untuk mencari tahu. Karena Ia takut, jika tiba-tiba Betara dan anak buahnya akan menyerangnya lagi.Dari kejauhan Zalila mengintai rumah Betara. Memanjangkan pandangannya, Zalila mendapati rumah itu begitu sepi. Pagar rumah yang tinggi terlihat terbuka.Pukk...Seorang Ibu menepuk pundak Zalila, membuatnya terkejut."Sedang apa, mengintai seperti itu?" tanya."Tidak apa-apa, Bu. Saya hanya--," sahut Zalila gugup."Hati-hati kalau sampai Tuan Betara tahu," katanya lagi memperingati."Sebenarnya saya sedang ada urusan dengan Tuan Betara, tetapi sudah seminggu ini Tuan Betara tidak menemui saya," ungkap Zalila.Ibu itu menganggukkan kepalanya, seperti mengerti maksud Zalila."Maksud mu, tidak meneror, bukan?""Tuan Betara itu sedang tertimpa musibah,""Ya, semoga saja selamanya. Biar tahu rasanya sulit orang yang
"Terimakasih," ucap Zalila usai kepada seorang apoteker, usai membayar dan menerima obat yang dibelinya.Berbalik badan, Zalila langsung berhadapan dengan Indrita. Terjadilah saling pandang, namun Zalila langsung tertunduk."Kau, Zalila," sebut Indrita.Zalila tetap tertunduk, tak berani mengangkat wajahnya. Ia sangat ketakutan.Indrita terus menatap dalam Zalila, ada sesuatu yang Ia pikirkan tentang Zalila."Ayo ikut aku." Indrita menarik Zalila untuk segera keluar dari apotik.Di luar, Indrita baru melepaskan dari mencekal pergelangan tangan Zalila."Kamu enak-enakan beli obat, sementara hutangmu belum juga kau bayar!" ketusnya memarahi Zalila."Maaf Nyonya, obat ibu saya sudah habis," sahut pelan Zalila.'Hmm!' batin Indrita sambil mengangguk-angguk.Indrita menarik lagi Zalila, mengajaknya secara paksa untuk masuk ke dalam mobilnya."Cepat masuk!" hentak Indrita."Tapi, Nyonya. Saya harus memberikan obat ini
"Cepat putar keran Shower nya!" Gala terus memerintah Zalila dari depan pintu kamar mandi.Keluar rintik-rintik deras air dari Shower, sedikit membasahi baju Zalila."Sudah," ucap Zalila."Ya sudah, berdirilah kau di bawah air yang mengalir itu,"Zalila merasa keheranan dengan apa yang diperintahkan Gala. Apa maksudnya menyuruh Zalila berdiri di bawah air mengalir itu, tentunya akan membuat bajunya basah kuyup. Tentunya pula memang itu yang di inginkan Gala.Gala menjadikan Zalila pelampiasan dendamnya, sedangkan Zalila sendiri tidak tahu bahkan tidak paham sama sekali maksud semua ini. Tetapi Gala begitu menikmati melihat Zalila yang basah kuyup seluruh tubuhnya. Seakan dendamnya benar-benar telah Ia balas pada orang yang melakukannya."Tuan Muda, apakah sudah selesai? Sa-Saya kedinginan," ucap Zalila gemetar, kedua tangannya memeluk dirinya."Belum, tetaplah disitu!" teriak Gala.Zalila merasa kedinginan badannya, Ia memang sedang me