Share

Bab 7

Semua orang tampak terpengarah.

Widia juga terkejut. Mungkinkah pria berpenampilan kolot ini adalah orang hebat?

Namun, tiba-tiba Joni menerima sebuah berita dan tampak kaget, "Putri Keluarga Yusnuwa mendadak jatuh sakit. Dengar-dengar, penyakitnya sangat serius."

"Apa? Ini masalah besar."

"Ya. Aku dengar, Pak Damar sangat menyayangi putrinya dan selalu melindunginya. Selain kerabat dan teman-temannya, nggak ada orang yang tahu seperti apa rupanya."

"Benar, tapi kudengar dia sangat cantik, bagaikan seorang dewi."

Joni tiba-tiba sadar dan berseru, "Aku mengerti sekarang. Ternyata putri Pak Damar sakit, jadi dia membatalkan jamuan malam ini."

"Benar, benar. Bukankah Pak Damar sangat menyayangi putrinya? Pasti itu alasannya!"

"Sudah kubilang, 'kan? Mana mungkin bocah ini bisa mengatur Pak Damar."

"Benar. Hanya kebetulan saja. Hampir saja kita tertipu."

"Dasar nggak tahu malu."

Di saat itu juga, ponsel Tobi berdering. Sepertinya Damar meneleponnya untuk meminta bantuan.

Tobi langsung menanyakan alamatnya dan bersiap untuk pergi ke sana.

Dari awal, Widia tidak yakin Tobi adalah orang penting yang disebut itu. Mendengar ucapan Joni, wanita itu langsung merasa lega.

Widia hampir saja percaya dengan ucapan Tobi. Teringat itu, dia langsung memelototi Tobi dengan marah dan berkata, "Pria nggak punya kemampuan itu nggak apa-apa, tapi setidaknya dia harus rendah hati dan nggak membual."

Tobi tidak punya waktu untuk meladeni pertanyaan itu dan langsung berkata, "Aku ada urusan, jadi aku mau pergi dulu."

"Mau ke mana? Baru bilang begitu saja, kamu sudah nggak tahan? Memangnya Widia salah, sampai kamu harus seperti itu?" tanya Tania dengan nada tidak puas.

"Aku benar-benar ada urusan."

"Omong kosong. Memangnya kamu punya urusan apa? Bukankah kamu baru sampai di Kota Tawuna saja? Akui saja kamu malu. Kalau kamu malu, menjauhlah dari Widia."

"Sudahlah. Biarkan dia pergi," kata Widia sambil mengeluarkan sebuah kartu. "Di dalamnya ada 20 juta. Setelah bersenang-senang, carilah tempat tinggal di luar," tambah Widia.

"Nggak perlu. Aku punya tempat tinggal, kok." Tobi tidak sadar bahwa Widia tidak ingin dia tinggal bersamanya di Kediaman Lianto.

"Kamu yakin? Jangan lapor sama Kakek dan bilang aku menindasmu nanti," kata Widia. Padahal, dia berniat niat baik, tetapi pria itu malah tidak menghargainya.

"Nggak."

Setelah selesai berbicara, Tobi langsung pergi.

"Dasar keras kepala. Dia benar-benar nggak tahu diuntung. Memangnya dia punya tempat tinggal? Lebih baik, biarkan dia tidur di jalanan saja," kata Tania sambil mendengus dingin.

"Bagus dong dia pergi. Lagian kita semua berasal anak orang kaya, rasanya aneh kalau ada orang seperti dia berada di antara kita."

"Benar. Bukan hanya nggak tahu diri, dia bahkan suka membual. Orang seperti itu bikin jijik saja."

"..."

Mendengar ucapan mereka dan ditambah dengan kejadian hari ini, Widia makin memandang rendah Tobi.

Tak lama kemudian, Tobi telah tiba di kediaman Yusnuwa. Dari luar pintu, sudah ada orang yang menyambutnya.

Tobi mengikuti pelayan itu dan memasuki vila. Saat melihat Jessi Yusnuwa terbaring di tempat tidur, Tobi tampak terperanjat.

Jessi memiliki wajah cantik yang tanpa cela. Tubuh rampingnya itu terlihat sangat menawan, tetapi yang paling menakjubkan adalah wajah polosnya yang memberikan kesan sakral.

Kecantikan Widia yang terkesan dingin itu saja telah membuat Tobi terpesona. Tidak disangka, kepolosan Jessi juga mampu memikatnya.

Sayangnya, wajah wanita itu pucat, bibirnya ungu dan tubuhnya gemetar. Terlihat jelas bahwa napasnya sangat lemah dan wanita itu bisa mati kapan saja.

Ibu Jessi, Yenni Wirawan, memandang putrinya dengan khawatir.

Setelah mengetahui identitas Tobi, Bima Yusnuwa yang berada di samping itu langsung memasang tatapan curiga dan bertanya kepadanya, "Apa kamu Dokter Tobi sang Dewa Medis yang ayahku katakan itu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status