Share

Bab. 3 Kembali Mengingatkan

"Devina! Tolong tenanglah!" Kelvin kembali membentak Istrinya yang semakin histeris menjerit sambil menangis.

Kelvin semakin tak tega melihat Devina yang seperti tersiksa karenanya. Karena pernikahan mereka, serta tekanan keluar besarnya, membuat Devina lebih cepat marah dan menjerit histeris seperti sekarang ini.

"Sayang ... Devina, ku mohon tenanglah," mohon Kelvin dengan lemah, sambil memeluk erat tubuh Devina untuk membuatnya tenang.

"Kau jahat Kelvin!"

"Kau sengaja menyiksaku!"

"Kau lebih senang aku tertekan dan terus di sudutkan oleh keluargamu!" cecar Devina yang masih saja dengan jeritannya.

"Tidak ... itu tidak benar Devina. Aku sama sekali tidak senang melihatmu tersakiti seperti ini. Ku mohon sayang ... tenanglah." Kelvin kembali memohon dengan sangat pada Devina.

Namun, Devina tetap saja berteriak sambil menangis histeris. Dia melupakan segala emosinya, dengan menumpahkan semua kesalahan pada Kelvin.

Devina seakan ingin melimpahkan semua kesakitan yang di rasakannya pada Kelvin.

Kelvin semakin di buat kelimpungan serta tak berdaya oleh Istrinya sendiri.

Hingga dia akhirnya menyerah, dan mengatakan "iya" pada Devina.

"Iya ... iya Devina iya!"

"Baiklah, aku akan melakukannya. Aku akan melakukan yang kau mau!"

Kelvin akhirnya menyetujui keinginan Devina. Karena perasaan cintanya yang begitu besar terhadap Devina, membuat Kelvin menjadi tak berdaya di saat Devina bersikap seperti itu.

Devina langsung bersikap tenang, dia tak lagi menjerit histeris seperti sebelumnya. Namun, Devina tetap saja menangis sesenggukan, sambil membenamkan diri ke dalam pelukan Suaminya Kelvin.

Kelvin memeluknya Devina dengan begitu erat, nafasnya memburu, serta detak jantungnya begitu kencang, hingga mungkin Devina juga dapat mendengarnya.

"Berjanjilah Kelvin, kau akan melakukannya," lirih Devina sambil terisak di dalam pelukan Kelvin.

"Ya ... aku berjanji Devina, aku berjanji akan melakukan yang kau mau. Petemukan aku dengan gadis itu, aku harap semua prosesnya akan lebih cepat berlalu."

Kelvin menghela nafasnya dengan sangat berat sambil memejamkan mata. Dia menahan kuat perasaan amarahnya sendiri, atas apa yang menjadi permintaan Devina untuknya.

"Baiklah, tunggu dua hari lagi Kelvin. Aku akan membawa gadis itu ke rumah kita. Dia adalah teman dari keponakan ku Karin. Aku yakin, dia gadis yang bersih, terjaga, dan juga masih perawan. Dia sangat cocok untuk mengandung bayi kita Kelvin," jelas Devina sambil melepaskan pelukannya, lalu dia menyeka airmata yang membasahi wajahnya, dan melihatnya terlihat begitu sangat berantakan.

"Apaa?"

"Devina ... kau bilang, gadis itu adalah teman dari Karin? Bagaimana kau tega melakukan itu padanya Devina?" tanya Kelvin sambil menatap Istrinya sendiri dengan rasa tak percaya.

"Justru, karena dia temannya Karin, aku jadi bisa lebih memastikan, kalau gadis itu memang pantas untuk mengandung bayi kita Kelvin!" tegas Devina memutuskan, seakan keputusannya itu tidak bisa lagi di ganggu gugat oleh siapapun.

Kelvin kembali tak berdaya, dia hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar, tanpa bisa menolak keinginan Devina.

"Terserah kau saja," cetus Kelvin sambil melengos pergi begitu saja keluar dari kamar itu, setelah dia berpakaian lengkap.

"Ya ... memang semuanya harus terserah aku Kelvin. Karena aku tak mau terus-menerus di sudutkan oleh keluarga mu. Ini semua ku lakukan demi kita, demi pernikahan kita yang lima tahun lebih menantikan kehadiran seorang anak!" sergah Devina membatin, sambil menatap punggung Kelvin yang terus menjauh dari pandangannya dan menghilang.

* * * * *

"Hai ... kau dari tadi kemana saja Arsya? Aku mencarimu kemana-mana, tapi kau malah meninggalkan ku lebih dulu. Apa kau berjalan kaki sendirian?" tanya Karin sambil menggerutu kesal pada sahabatnya Arsyana.

Karena sewaktu di rumahnya, Arsyana lebih dulu pergi ke kampus, tanpa menunggunya dan pergi ke kampus bersamaan dengannya.

"Hmm ...." Hanya gumaman singkat dari Arsyana untuk menjawab pertanyaan Karin, sambil terus melangkahkan kaki dengan tatapan kosong ke depan.

Karin menatap Arsyana dengan heran, dia tak mengerti apa yang terjadi dengan Arsyana, sehingga Sahabatnya itu mendadak bersikap seperti itu.

"Arsyana, kau kenapa?" tanya Karin khawatir.

Terdengar jelas perasaan cemas dari seorang sahabat di dalam nada bicara Karin.

Arsyana menghentikan langkah kakinya, lalu dia menoleh menatap Karin dengan tatapan dingin.

"Deg!"

Karin semakin merasakan hal yang tidak beres terjadi pada Sahabatnya itu.

"Katakan padaku Karin, sebenarnya orang macam apa bibimu itu?" tanya Arsyana secara tiba-tiba, hingga kening Karin mengerut seketika saat mendengarnya.

"Bibi? Maksudmu bibi Devina?" Karin kembali memastikan maksud Arsyana.

"Hmm...." Arsyana hanya bergumam singkat, sambil kembali mengalihkan pandangannya dari Karin.

"Kalau bibiku ... tentu saja dia wanita yang sangat baik, dan juga beruntung." Mata Karin berbinar-binar, sambil tersenyum lebar dan penuh keyakinan atas penilaiannya itu.

"Kenapa kau berpendapat seperti itu?" tanya Arsyana kembali, sambil melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti sebelumnya.

"Tentu saja dia sangat baik, bibi Devina selalu memberikan apapun yang aku minta. Dan kenapa aku mengatakan dia sangat beruntung? Karena dia memiliki paman Kelvin sebagai suaminya."

Karin mulai menjelaskan sambil berusaha menyusul langkah kaki Arsyana, agar keduanya tetap berjalan dengan berdampingan.

"Kau tahu paman Kelvin? Kelvin Daviandra, pewaris utama dari keluarga besar Daviandra."

"Waah ... pokoknya bibi ku sangat beruntung memiliki suami seperti dia, sudah kaya, baik, tampan, dan dia juga sangat mencintai bibi ku," papar Karin menjelaskan pada Arsyana sambil memuja-muji sosok yang menjadi suami dari bibinya itu.

"Ciih...."

Arsyana seketika mendecak sinis mendengar pemaparan dari sahabatnya Karin.

"Apanya yang baik dari sepasang suami-isteri gila, yang memaksa seorang gadis untuk mengandung bayi mereka!" gerutu Arsyana dalam hatinya.

"Derrrttt ... derrtt...."

Tiba-tiba masuk sebuah pesan singkat ke dalam smartphone Arsyana yang di genggam sedari tadi.

Arsyana langsung melihat layar smartphonenya, untuk mengecek isi pesan singkat yang di terimanya.

"Waktumu hanya dua hari Arsyana. Setelah dua hari, orang-orang ku akan menjemputmu di rumah kakak ku."

Arsyana tercekat, tergorokannya terasa mendadak kering sehingga membuatnya kesulitan menelan salivanya sendiri, di saat membaca isi dari pesan singkat yang tak memiliki nama di daftar kontak miliknya itu.

Gadis itu kembali menoleh ke arah Karin, dan menatap sahabatnya sendiri penuh dengan perasaan kesal.

"A--ada apa Arsyana?" tanya Karin terbata-bata saat mendapati Arsyana menatap dengan sorot mata kesal.

"Apa kau memberikan nomerku pada bibimu Karin?" tanya Arsyana menahan kesal.

"Ah ... itu ... iya, bibiku meminta nomermu tadi pagi. Dia bilang, dia akan membantumu. Dan akan mempertimbangkan untuk membeli rumahmu yang kau tinggali saat ini. Bukannya kau memang sedang mencari pembeli untuk rumah mu itu Arsya? Dan bibiku itu orang yang tepat untuk membelinya. Tenang, bibiku tidak akan menawar murah kok," jawab Karin penuh antusias dengan sikap polosnya yang tak mengetahui apapun.

"Ciih ... kalian berdua ternyata sama saja Karin!" cerca Arsyana sambil melengos pergi meninggalkan Karin lebih dulu dengan perasaan kesalnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status