"Devina! Tolong tenanglah!" Kelvin kembali membentak Istrinya yang semakin histeris menjerit sambil menangis.
Kelvin semakin tak tega melihat Devina yang seperti tersiksa karenanya. Karena pernikahan mereka, serta tekanan keluar besarnya, membuat Devina lebih cepat marah dan menjerit histeris seperti sekarang ini."Sayang ... Devina, ku mohon tenanglah," mohon Kelvin dengan lemah, sambil memeluk erat tubuh Devina untuk membuatnya tenang."Kau jahat Kelvin!""Kau sengaja menyiksaku!""Kau lebih senang aku tertekan dan terus di sudutkan oleh keluargamu!" cecar Devina yang masih saja dengan jeritannya."Tidak ... itu tidak benar Devina. Aku sama sekali tidak senang melihatmu tersakiti seperti ini. Ku mohon sayang ... tenanglah." Kelvin kembali memohon dengan sangat pada Devina.Namun, Devina tetap saja berteriak sambil menangis histeris. Dia melupakan segala emosinya, dengan menumpahkan semua kesalahan pada Kelvin.Devina seakan ingin melimpahkan semua kesakitan yang di rasakannya pada Kelvin.Kelvin semakin di buat kelimpungan serta tak berdaya oleh Istrinya sendiri.Hingga dia akhirnya menyerah, dan mengatakan "iya" pada Devina."Iya ... iya Devina iya!""Baiklah, aku akan melakukannya. Aku akan melakukan yang kau mau!"Kelvin akhirnya menyetujui keinginan Devina. Karena perasaan cintanya yang begitu besar terhadap Devina, membuat Kelvin menjadi tak berdaya di saat Devina bersikap seperti itu.Devina langsung bersikap tenang, dia tak lagi menjerit histeris seperti sebelumnya. Namun, Devina tetap saja menangis sesenggukan, sambil membenamkan diri ke dalam pelukan Suaminya Kelvin.Kelvin memeluknya Devina dengan begitu erat, nafasnya memburu, serta detak jantungnya begitu kencang, hingga mungkin Devina juga dapat mendengarnya."Berjanjilah Kelvin, kau akan melakukannya," lirih Devina sambil terisak di dalam pelukan Kelvin."Ya ... aku berjanji Devina, aku berjanji akan melakukan yang kau mau. Petemukan aku dengan gadis itu, aku harap semua prosesnya akan lebih cepat berlalu."Kelvin menghela nafasnya dengan sangat berat sambil memejamkan mata. Dia menahan kuat perasaan amarahnya sendiri, atas apa yang menjadi permintaan Devina untuknya."Baiklah, tunggu dua hari lagi Kelvin. Aku akan membawa gadis itu ke rumah kita. Dia adalah teman dari keponakan ku Karin. Aku yakin, dia gadis yang bersih, terjaga, dan juga masih perawan. Dia sangat cocok untuk mengandung bayi kita Kelvin," jelas Devina sambil melepaskan pelukannya, lalu dia menyeka airmata yang membasahi wajahnya, dan melihatnya terlihat begitu sangat berantakan."Apaa?""Devina ... kau bilang, gadis itu adalah teman dari Karin? Bagaimana kau tega melakukan itu padanya Devina?" tanya Kelvin sambil menatap Istrinya sendiri dengan rasa tak percaya."Justru, karena dia temannya Karin, aku jadi bisa lebih memastikan, kalau gadis itu memang pantas untuk mengandung bayi kita Kelvin!" tegas Devina memutuskan, seakan keputusannya itu tidak bisa lagi di ganggu gugat oleh siapapun.Kelvin kembali tak berdaya, dia hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar, tanpa bisa menolak keinginan Devina."Terserah kau saja," cetus Kelvin sambil melengos pergi begitu saja keluar dari kamar itu, setelah dia berpakaian lengkap."Ya ... memang semuanya harus terserah aku Kelvin. Karena aku tak mau terus-menerus di sudutkan oleh keluarga mu. Ini semua ku lakukan demi kita, demi pernikahan kita yang lima tahun lebih menantikan kehadiran seorang anak!" sergah Devina membatin, sambil menatap punggung Kelvin yang terus menjauh dari pandangannya dan menghilang. * * * * *"Hai ... kau dari tadi kemana saja Arsya? Aku mencarimu kemana-mana, tapi kau malah meninggalkan ku lebih dulu. Apa kau berjalan kaki sendirian?" tanya Karin sambil menggerutu kesal pada sahabatnya Arsyana.Karena sewaktu di rumahnya, Arsyana lebih dulu pergi ke kampus, tanpa menunggunya dan pergi ke kampus bersamaan dengannya."Hmm ...." Hanya gumaman singkat dari Arsyana untuk menjawab pertanyaan Karin, sambil terus melangkahkan kaki dengan tatapan kosong ke depan.Karin menatap Arsyana dengan heran, dia tak mengerti apa yang terjadi dengan Arsyana, sehingga Sahabatnya itu mendadak bersikap seperti itu."Arsyana, kau kenapa?" tanya Karin khawatir.Terdengar jelas perasaan cemas dari seorang sahabat di dalam nada bicara Karin.Arsyana menghentikan langkah kakinya, lalu dia menoleh menatap Karin dengan tatapan dingin."Deg!"Karin semakin merasakan hal yang tidak beres terjadi pada Sahabatnya itu."Katakan padaku Karin, sebenarnya orang macam apa bibimu itu?" tanya Arsyana secara tiba-tiba, hingga kening Karin mengerut seketika saat mendengarnya."Bibi? Maksudmu bibi Devina?" Karin kembali memastikan maksud Arsyana."Hmm...." Arsyana hanya bergumam singkat, sambil kembali mengalihkan pandangannya dari Karin."Kalau bibiku ... tentu saja dia wanita yang sangat baik, dan juga beruntung." Mata Karin berbinar-binar, sambil tersenyum lebar dan penuh keyakinan atas penilaiannya itu."Kenapa kau berpendapat seperti itu?" tanya Arsyana kembali, sambil melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti sebelumnya."Tentu saja dia sangat baik, bibi Devina selalu memberikan apapun yang aku minta. Dan kenapa aku mengatakan dia sangat beruntung? Karena dia memiliki paman Kelvin sebagai suaminya."Karin mulai menjelaskan sambil berusaha menyusul langkah kaki Arsyana, agar keduanya tetap berjalan dengan berdampingan."Kau tahu paman Kelvin? Kelvin Daviandra, pewaris utama dari keluarga besar Daviandra.""Waah ... pokoknya bibi ku sangat beruntung memiliki suami seperti dia, sudah kaya, baik, tampan, dan dia juga sangat mencintai bibi ku," papar Karin menjelaskan pada Arsyana sambil memuja-muji sosok yang menjadi suami dari bibinya itu."Ciih...."Arsyana seketika mendecak sinis mendengar pemaparan dari sahabatnya Karin."Apanya yang baik dari sepasang suami-isteri gila, yang memaksa seorang gadis untuk mengandung bayi mereka!" gerutu Arsyana dalam hatinya."Derrrttt ... derrtt...."Tiba-tiba masuk sebuah pesan singkat ke dalam smartphone Arsyana yang di genggam sedari tadi.Arsyana langsung melihat layar smartphonenya, untuk mengecek isi pesan singkat yang di terimanya."Waktumu hanya dua hari Arsyana. Setelah dua hari, orang-orang ku akan menjemputmu di rumah kakak ku."Arsyana tercekat, tergorokannya terasa mendadak kering sehingga membuatnya kesulitan menelan salivanya sendiri, di saat membaca isi dari pesan singkat yang tak memiliki nama di daftar kontak miliknya itu.Gadis itu kembali menoleh ke arah Karin, dan menatap sahabatnya sendiri penuh dengan perasaan kesal."A--ada apa Arsyana?" tanya Karin terbata-bata saat mendapati Arsyana menatap dengan sorot mata kesal."Apa kau memberikan nomerku pada bibimu Karin?" tanya Arsyana menahan kesal."Ah ... itu ... iya, bibiku meminta nomermu tadi pagi. Dia bilang, dia akan membantumu. Dan akan mempertimbangkan untuk membeli rumahmu yang kau tinggali saat ini. Bukannya kau memang sedang mencari pembeli untuk rumah mu itu Arsya? Dan bibiku itu orang yang tepat untuk membelinya. Tenang, bibiku tidak akan menawar murah kok," jawab Karin penuh antusias dengan sikap polosnya yang tak mengetahui apapun."Ciih ... kalian berdua ternyata sama saja Karin!" cerca Arsyana sambil melengos pergi meninggalkan Karin lebih dulu dengan perasaan kesalnya.Dua hari kemudian."Buukk ...."Arsyana bertubrukan dengan seorang pria tinggi bertubuh tegap atletis, hingga membuatnya hampir jatuh tersungkur. Namun dengan cekatan, pria itu menangkap pinggang Arsyana agar tak jatuh ke bawah."Kalau jalan hati-hati," celetuk Pria itu dengan dingin, sambil memposisikan kembali tubuh Arsyana untuk berdiri tegak."Maaf, aku tidak sengaja," ucap Arsyana sambil membungkuk sopan, lalu dia pergi begitu saja tanpa melihat wajah pria yang ia tabrak itu."Ck ... dasar gadis bodoh!" Pria itu mengumpat Arsyana, hingga terdengar oleh Arsyana sendiri.Arsyana sontak menghentikan langkah kakinya, lalu dia kembali berbalik dan menghampiri Pria itu."Hei Tuan! Apa kau baru saja mengumpatku?" tanya Arsyana dengan suara lantang, dan kali ini Arsyana mendongakkan wajahnya ke atas untuk menatap Sang Pria dengan berani."Iya, memangnya kenapa? Kau tidak suka?" Pria itu bersikap begitu angkuh di depan Arsyana, sambil tersenyum tipis seakan merendahkan gadis itu."Tentu s
"Akhirnya, kau mengambil keputusan yang tepat Arsyana," sambut Devina sambil tersenyum senang menyambut kedatangan Arsyana ke dalam rumahnya."Bukan keputusan tepat, lebih tepat lagi ini keputusan gila yang ku ambil di sepanjang hidupku Bi!" tepis Arsyana dengan nada penekanan.Devina langsung memutar bola matanya dengan malas, dia tak seharusnya melupakan kalau Arsyana tadinya adalah sosok gadis manja yang arogan."Berhentilah memanggilku Bibi! Karena hanya Karin keponakan ku, dan kau bukan!" tegas Devina yang mengimbangi sikap arogansi Arsyana."Lalu aku harus memanggilmu apa? Devina?" tanya Arsyana semakin tak sopan.Rasa kesal Arsyana pada Devina, membuat gadis itu enggan bersikap sopan sedikitpun pada wanita yang di anggapnya gila itu."Hei ... gadis angkuh! Aku saat ini majikanmu, karena aku yang membayarnya. Jadi, sudah sepatutnya kau memanggilku dengan panggilan Nyonya, seperti para pegawai ku yang lain," sanggah Devina sambil mendengus kesal."Baik Nyonya...." Arsyana berlaga
"Honey ... apa kau sudah siap?" tanya Devina sambil memeluk Kelvin dari belakang.Dia melingkarkan tangannya ke perut sixpack milik Kelvin, lalu mulai meraba-raba ke dada bidangnya dengan sentuhan sensual untuk menggoda Sang Suami."Siap untuk apa?" tanya Kelvin dingin."Tentu saja, siap untuk menemui gadis yang ku bicarakan tempo hari," jawab Devina sambil melepaskan pelukannya, lalu melangkah maju kedepan, untuk berhadapan dengan Kelvin."Ah ... jalang itu--""Kenapa kau menyebutnya seperti itu?" Devina menyelak perkataan Kelvin, dengan memelototi suaminya itu."Apa aku salah? Bukannya gadis yang rela menjual dirinya demi uang itu jalang,kan?" sanggah Kelvin santai.Kelvin memalingkan wajahnya, sambil membalikkan tubuhnya lalu melangkah beberapa langkah menjauh dari Devina."I--ya sih, tapi tak seperti itu juga Kelvin. Dia real gadis yang masih suci, aku pastikan dia belum menjajakan tubuhnya pada pria manapun," ucap Devina dengan yakin sekalipun dia sedikit tergagap sebelumnya."Bag
“Ah ... jadi kau, jalang yang akan menyewakan rahimnya demi uang?” tanya Kelvin dengan celetukan kasarnya, serta sikapnya yang dingin sambil melirik tipis ke arah Arsyana.“Hei Tuan. Sebaiknya kau jaga bicara mu!” sergah Arsyana yang merasa keberatan dengan celetukan kurang ajar Kelvin.“Apa aku salah?” tanya Kelvin sinis.“Sudah! Kalian berhenti berdebat! Mau tidak mau, kalian nanti harus tidur bersama, untuk melahirkan anak kami!” cegah Devina melerai.“Anak kalian? Ciih ... kalian memang pasangan suami istri yang tak waras!” cibir Arsyana sambil mendengus kesal.“Arsyana! Jaga bicara mu!” bentak Devina semakin menipis kesabarannya.“Jika kau terus berlaku tidak sopan. Aku tak akan segan-segan mengeluarkan ibu mu dari rumah sakit sekarang juga!” ancam Devina sambil mengunci tatapan tajamnya pada Arsyana.Arsyana seketika terdiam. Dia benar-benar di buat mati kutu, di saat Devina menyangkutkan ibunya di setiap keadaannya. Dan menjadikan ibunya itu sebagai titik kelemahan Arsyana.“Ap
“Seandainya, aku bisa memberitahukan mu Karin. Aku saat ini sedang menggadaikan rahim ku sendiri, agar aku bisa mendapatkan banyak uang untuk biaya pengobatan ibu dan juga membayar hutang-hutang ayah.” Arsyana menghela nafasnya dengan berat seraya membatin.Dia tak menjawab pertanyaan sahabatnya Karin. Arsyana justru malah luput di dalam pemikirannya sendiri.“Arsyana! Kenapa kau diam saja?” bentak Karin dari balik telepon.“Ah, Ka--karin ... aku harus segera mnutup teleponya, nanti ku telepon lagi oke.” Arsyana dengan cepat mengakhiri panggilan teleponya dengan Karin, karena dia melihat kedatangan Devina dengan Kelvin ke kamarnya.“Siapa yang ku telepon?” tanya Devina menyelidik.“Siapa lagi? Tentu saja keponakan mu tersayang, Karin!” jawab Arsyana sambil menekan nada bicaranya.“Apa kau sudah gila? Kau memberitahukan keponakan ku?” tanya Devina yang refleks membentak Arsyana.“Ck ... sepertinya kau lah yang gila. Karena kau berpikiran seperti itu,” cetus Arsyana ambil mendecak, namu
Di Kediaman Kelvin Daviandra.Devina baru saja sampai ke rumahnya, dia baru saja pulang untuk menyaksikan prosesi pernikahan suaminya sendiri dengan gadis lain.Dia menghela nafasnya dengan berat. Tiba-tiba merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya, yaitu perasaan kesal. Kesal, karena membayangkan suaminya sendiri tidur dengan wanita lain."Nyonya," sapa Albert asisten pribadi Devina, yang kemana-mana selalu mendampinginya."Albert, tolong bawakan minuman untuk ku," titah Devina pada Sang Asisten."Baik Nyonya," jawab Albert sambil membungkuk penuh hormat.Langkah kaki Devina gontai, namun dia memaksakan diri untuk pergi dan duduk di sebuah single sofa di ruang keluarganya.Rumah megah bak istana itu memang sangat sepi, hingga Devina merasa, kalau hanya dirinya lah yang tinggal di rumah besar itu, dan membuatnya merasa tersiksa karena kesepian.Sementara malam yang semakin larut, para staf dan pelayan di ruma
"Kemarilah, aku bantu untuk membukanya," tawar Kelvin.Lalu dia pun bangkit dari duduknya untuk menghampiri Arsyana."Tidak usah, aku bisa sendiri!" tolak Arsyana dengan ketus."Kau jangan keras kepala, sini!" paksa Kelvin.Dia pun menarik paksa lengan Arsyana, agar tubuhnya berbalik menghadapnya.Arsyana sontak terkesiap saat jarak mereka berdua terlalu dekat untuk saling berhadapan satu sama lain.Keduanya saling berkontak mata, dan mengunci tatapan mereka satu sama lain. Hingga waktu terasa berhenti beberapa saat, di saat keduanya saling menatap.Tiba-tiba dada Arsyana terasa berat, dan nafasnya terasa begitu sesak, pipinya memerah serta terasa panas. Berbarengan dengan detak jantungnya juga yang tiba-tiba berdebar begitu kencang, di saat mereka berdua saling bertatapan.Kelvin melingkarkan satu tangannya ke punggung Arsyana, menyentuh bagian punggungnya, lalu menghentakkannya sekaligus agar Arsyana semakin merapat kepadanya."Apa yang kau lakukan?" tanya Arsyana memekik sakit terke
"Apa kau serius?" tanya Kelvin tak percaya.Wajah Arsyana semakin memerah, dan tertunduk, tak kuat menahan rasa malunya.Kelvin memindai gelagat Arsyana baik-baik, berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri kalau gadis di depannya itu tidak sedang berbohong kepadanya."Tu-tuan... kau tidak berniat untuk melakukannya malam ini,kan?" tanya Arsyana gugup."Memangnya kenapa? Bukannya sekarang malam pengantin kita? Tubuh mu sudah menjadi hak ku,kan?" dalih Kelvin dengan datar."Tapi,-""Cuup.."Tiba-tiba saja Kelvin mengecup bibir Arsyana sekilas, saat Arsyana mendongak untuk membantah Kelvin.Namun justru Arsyana di buat terkejut, dengan ciuman tiba-tiba yang di lakukan Kelvin padanya. Seketika gadis itu terkesiap membeku hingga matanya membulat sempurna menatap Kelvin."Apa itu juga ciuman pertama mu?" tanya Kelvin sambil menyeringai, dan menatap Arsyana dengan penuh arti.Arsyana mengerjap tersada