Kembali ke kediaman Dev dan Hanin.Hanin terlihat menutup layar laptop nya perlahan, kegelisahan menghantam dirinya. Bicara pada Dev tentang sebuah kenyataan atau memilih diam dan tidak membahas semuanya hingga akhir. Dia meragukan segalanya. Hanin pikir seharusnya dia tidak membohongi Dev dengan semuanya, dia seharusnya tidak melakukan semua ini. Yah dia seharusnya tidak membohongi Dev, sejak awal semua hanya settingan. Pertemuan mereka, kebetulan yang terencana dengan matang."Kau bersedia masuk untuk menggoda dan menjadi istri Dev?" dia ingat apa yang ditawarkan untuk dirinya."Tentu saja, bukankah ini tujuan balas dendam nya." kala itu dia menjawab penuh dengan keyakinan, menatap lawan bicaranya dengan tatapan penuh percaya diri."Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada seorang Hanin? aku akan membuat Dev tunduk dan jatuh cinta pada ku, berikan aku waktu 1 bulan, aku pastikan dia akan membawa ku ke pelaminan dan kita akan bertemu tuan Bagas setelah itu."Hanin memejamkan sejenak b
Disisi lain.Aku kini mencoba memfokus kan diri pada jalanan, membawa mobil milik ku menembus malam. Kedua tangan ku terlihat memegang kemudi mobil dengan kencang di mana tatapan bola mata ku saat ini terus tertuju ke arah depan sedangkan pemikiran ku kini melanglang buana entah ke mana. Sejenak aku terlihat mengeratkan rahang untuk beberapa waktu, tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh diri ku saat ini, yang jelas jika orang-orang melihat ekspresi wajah ku, aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aku terus membawa mobil dengan cepat menembus angin malam, berpikir jika aku harus mengejar diri untuk bisa kembali ke kediaman ku saat ini juga."Aku harap mas tidak gegabah." percakapan itu terjadi beberapa waktu sebelumnya, dengan seseorang di ujung sana. Apa harus aku sebutkan siapa sebenarnya yang aku temui tadi? itu adalah suami adik ku, Amira. Aku menemui laki-laki itu saat mendapatkan informasi siapa yang mengurus tentang tes DNA aku dan almarhum papa. Suami adikku yang
Suasana rumah agak aneh begitu aku tiba, dan yang membuat aku sedikit terkejut juga mengernyitkan dahi saat aku melihat sebuah mobil tidak asing terparkir di depan halaman rumah. "dia di sini?" aku membantin menyadari siapa yang datang ke kediaman aku dan Hanin. hanya saja kenapa semalam ini, aku pikir apakah sang pemilik mobil berencana menginap?.Berbagai macam spekulasi menghantam, membuat aku menebak-nebak tentang banyak hal.Hingga pada akhirnya secara perlahan aku memutuskan keluar dari mobil ku, tidak memarkir nya hingga masuk ke dalam halaman rumah,. memutuskan untuk memarkirkan nya agak jauh dari rumah kami.Tebak apa yang aku pikirkan?."apakah mungkin Hanin yang mengundang orang itu?" ah berbagai macam pemikiran penghantar diri ku saat ini, di tengah keadaan di mana Aku terlalu gelisah dengan keadaan. apalagi saat aku mengetahui tentang sebuah kenyataan tadi di mana aku ternyata bukan putra dari orang tuaku. yang lebih mengerikan lagi satu saudaraku tahu sajak bahasa anak
"Tinggal di rumah papa saja, sebab sudah tidak ada siapa-siapa lagi disini sejak mama meninggal." Barisan kalimat itu diberikan papa pada Dev setelah acara 7 hari mama nya.Dev sebenarnya ingin menolak karena merasa jarak tempuh tempat kerja dan rumah papa nya cukup jauh, berbeda dari tempat tinggal mereka menuju ke tempat kerjanya jelas memiliki jarak tempuh yang cukup dekat dan nyaman. Belum lagi beberapa alasan lainnya yang tidak bisa Dev jabarkan satu persatu untuk menolak keinginan papanya. Tapi dia tidak bisa menyampaikan nya karena beberapa anggota keluarga setuju agar dia tinggal dengan sang papa bersama istrinya. Adiknya tidak mungkin tinggal disana, Amira tinggal diluar kota ikut dengan suaminya.Sebenarnya usia papa Dev masih sangat muda, baru kepala 4 lebih sedikit. Menikah dengan almarhumah mama nya di usia muda baru menyelesaikan bangku SMA dan lahirlah Dev di antara mereka. Jiwa papa nya jelas masih sangat muda, tubuhnya masih gagah dan bahkan sang papa masih aktif beke
Begitu tiba di rumah papa, kami di sambut dengan keramahtamahan papa. Laki-laki itu terlihat senang dengan kehadiran kami, seolah-olah jiwa sepi nya setelah mama meninggal menghilang karena kedatangan kami. Apalagi saat tahu kami memutuskan bersedia tinggal sesuai dengan kemampuan papa, jelas saja papa begitu bahagia."Papa sempat berpikir mungkin kalian tidak mau tinggal di sini dengan banyak pertimbangan," papa bicara begitu saat pertama kali kami tiba."Dan papa benar-benar bahagia pada akhirnya kalian mau tinggal di sini." Lanjut papa lagi kemudian.Aku mengembangkan senyumannya, langsung merangkul papa nya dan membiarkan bik Sri meraih tas koper milik ki dan Hanin. Menyeratnya menuju ke kamar yang memang sebelum menikah menjadi milik ku dulu. Kembali ke mode lama, itu yang aku pikirkan."Dev mempertimbangkan banyak hal dan Hanin berusaha mengingatkan kalau papa pasti butuh Dev di samping papa." Dan akhirnya aku menjawab cepat. Aku memuji Hanin yang sebenarnya sempat menasehati ak
Hari pertama dan beberapa hari berikutnya di rumah papa semua baik-baik saja dan normal-normal saja, tidak ada yang aneh dan semua orang bersikap selayaknya. Di rumah papa ada dua orang yang bekerja mengurus segala urusan. Bik Sri bertugas di dalam, urusan dapur, rumah, keperluan papa dan lain sebagainya menjadi tugas baik Sri untuk menyelesaikan nya. Di bagian luar ada pak Amran, beliau bertugas membersihkan taman, memperbaiki apapun yang rusak di rumah bahkan jadi supir antar jemput papa atau siapapun yang membutuhkan. Bagaimana cara membayar gaji mereka sedangkan papa hanya pegawai ASN? Papa dan almarhuma mama punya beberapa usaha yang kini di kelola oleh adik laki-laki papa ku dan adik perempuan mama ku, pembagian hasil tiap bulan jelas tidak sedikit dari sisi kiri dan kanan. Jadi wajar-wajar saja keluarga kami bisa mempekerjakan orang dirumah. Belum lagi kadang aku dan Amira memberikan papa dan mama uang bulanan untuk belanja tambahan yang kami transfer otomatis tiap bulan nya. J
"Hati-hati di jalan mas." Hanin memberikan pesan, mengantar ku ke depan dan menunggu aku masuk ke dalam mobil. Papa masih didalam rumah, katanya dia berangkat sedikit agak siang, sebab tante ku minta papa datang sedikit lebih siang, katanya ada pekerjaan yang harus dia kerjakan terlebih dahulu pagi ini. Dan seperti biasa hati-hati yang kami jalani normal semua tanpa menimbulkan sedikitpun keanehan. Pada akhirnya aku bergerak ke arah luar menuju ke arah mobilku dan siap untuk pergi bekerja.Seperti biasa mendengar pesan dari Hanin membuat aku langsung menganggukkan kepala."Jangan terlalu ngebut meskipun terburu-buru, kalau lembur jangan lupa kabarin aku." Kembali Hanin memberikan pesan kepada diriku.Lagi lagi aku mengganggukan kepala tanda mengerti."Kalau kamu mau keluar jangan lupa WA lebih dulu biar aku tidak khawatir." Dan aku juga memberikan pesan, seandainya Hanin mau pergi sebaiknya mengirimkan aku pesan lebih dulu. Aku type orang yang agak khwatiaran, takut kalau pasangan ad
"Dev?" Satu suara terdengar diiringi sentuhan tangan di bahu ku.Aku tersentak kaget, menoleh dengan cepat.Saat ini aku berada di sebuah kafe yang belakangan cukup viral di medsos, beberapa konten kreator dan para mukbang atau entahlah para tukang makan yang hilir mudik di TikTok atau Instagram pasti pergi ke tempat ini untuk mereview makanannya. Nilai yang diberikan jelas tidak main-main, hampir sempurna. Hanin memang seorang konten kreator, tapi basic nya bukan di makanan. Dia lebih tepatnya ke beberapa barang unik dan fashion. Berfokus pada 1 hal di tiap postingan vt dengan ciri khas masing-masing tentu saja sangat berpengaruh pada sang konten kreator. Mereka tidak asal posting dengan vt berbeda karena itu akan membuat bingung para pengikut mereka.Jadi aku pikir aku mencoba untuk membeli makanan disini, membawa nya pulang untuk di makan oleh kami. Aku yakin Hanin menyukainya karena dia pernah bilang kapan kami makan menu ini, sebab belum punya waktu keluar sejak di mulai tempat i