Selamat membaca~ - Asya menghentikan kakinya tepat dihadapan rumah tempat alamat yang sudah dikirimkan oleh Adrian semalam. Rumah sederhana dengan banyak sandal yang berserakan, tidak jauh dari yang sudah ia bayangkan. Namun tetap saja realita untuk menyambung hidup akan sulit jika hanya bergantung pada pekerjaan yang harusnya bisa dibilang sebagai relawan. “Halo, ada yang bisa saya bantu?” ujar seorang laki-laki yang baru saja keluar dari rumah yang dipandangi oleh Asya. Asya tersenyum seraya melangkah maju untuk menghampiri laki-laki dengan tubuh jangkung dan proporsional itu. “Saya mau bertemu dengan mas Adrian. Apa beliau ada?” ujar Asya yang langsung menjelaskan maksud tujuan kedatangannya. “Mbak Asya? Saya Adrian.” Balasnya seraya mengulurkan tangannya untuk mengajak Asya berjabat tangan. “Halo, mas Adrian. Saya Ashalina El Carissa, mas bisa panggil saya Acha. Saya sahabatnya Sila.” Ujar Asya seraya membalas jabatan tangan dari Adrian. “Saya Adrian Gibraseno, s
Selamat membaca~ - Asya tersenyum ke arah para murid yang baru ia temui hari ini. Kata Adrian, hari ini ia bisa langsung mengajar dan bertemu dengan para murid. Sebelum memasuki ruangan, Asya menarik napasnya dalam-dalam. Ia berusaha meniatkan langkahnya untuk bisa dekat dan mengajari mereka moral yang baik dalam bersosialisasi di lingkungan. “Halo adik-adik, selamat pagi. Apa kabar semuanya?” ujar Adrian bertanya pada lima belas murid yang duduk di kelas tiga sekolah dasar itu. “Baik pak Rian.” Jawab mereka dengan serempak. “Hari ini Bapak Rian ajak guru baru yang cantik untuk mengajar kalian. Namaya Ibu Asya, coba disapa dulu Ibunya,” perintah Adrian dengan nada dan suara yang lembut layaknya sedang berbicara dengan anak kecil. “Halo bu Asya.” Sapa mereka dengan semangat. “Halo adik-adik. Selamat pagi. Nama Ibu Ashalina El Carissa, kalian bisa panggil Ibu Acha.” Jelas Asya dengan nada dan suara yang sama lembutnya dengan Adrian. Untuk mendekatkan hubungan antara A
Selamat membaca~ - Angkasa duduk dengan fokus mengarah pada layar proyektor yang menampilkan hasil kerja Departemen Produksi dalam pembuatan produk baru yang akan diluncurkan sebentar lagi. Semua masukan maupun revisi yang diterima di bulan lalu oleh Galih Kusuma selaku kepala Departemen Produksi, kini dikemas kembali dengan apik dengan penyampaiannya yang lugas. Model design gambar produk juga ia tampilkan, Galih juga menjelaskan secara rinci model produk mulai dari bahan, fungsi utama kegunaan, tujuan yang dicapai pada produk baru, hingga detail design produk. Semua tampak memperhatikan setiap penjelasan Galih dengan seksama. Hingga ada seorang laki-laki yang lebih tua dari Angkasa memotong penjelasan dari Galih. “Apa menurut anda bahan yang digunakan sudah benar? Bukankah bahan seperti itu tidak cocok digunakan untuk pakaian renang?” sela lelaki separuh baya yang memiliki tampang sedikit menyebalkan. “Mohon izin untuk menjawab. Untuk masalah bahan, Depar
Selamat membaca~ - Angkasa masuk ke dalam kamar Jef untuk memastikan apakah anaknya sudah tidur atau belum. Dia menghela napas lelah saat Jef menatapnya dengan mata terbuka lebar. Hari ini anak lelakinya itu sangat sulit untuk diatur. Angkasa melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah Jef yang masih bermain iPad miliknya. Angkasa duduk disamping kasur Jef sembari mengusap kepala Jef dengan lembut. “Kenapa Jef belum tidur?” tanya Angkasa. Jef diam dan tangannya bergerak untuk menuliskan sesuatu pada layar iPad miliknya. “I miss her.” tulisnya yang mengartikan jika dia merindukan kehadiran Asya. Angkasa menghela napas berat sekali lagi, “Jef, disini ada Papa. You don’t need anyone, except Papa.” tegas Angkasa jika Jef tidak memerlukan siapapun kecuali dirinya. “I like her. Mama Acha.” tulisnya lagi. Memang anak dan Bapak satu ini memiliki kesamaan, yaitu keras dan tidak bisa dikalahkan. Angkasa mengambil paksa iPad milik
Selamat membaca~ - Angkasa bagun setelah alarm miliknya berdering. Sebenarnya dia tidak betul-betul tidur dengan nyeyak setiap harinya. Maka dari itu, mendengar suara alarm bagi Angkasa bukanlah suatu hal besar dan menjengkelkan. Angkasa bangkit untuk membuka gorden kamarnya, membiarkan sinar mentari masuk ke dalam ruangan kamarnya yang dingin. Setelahnya dia beralih ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan bersiap untuk berangkat kerja. Setelah menghabiskan beberapa waktu di dalam kamar mandi, kini Angkasa keluar dengan handuk yang melingkar pada pinggangnya. Dia berjalan menuju walk in closet yang berada di dalam kamarnya. Angkasa tampak memilih baju yang akan digunakan untuknya berangkat kerja hari ini. Tak lupa Angkasa juga memilih dasi dan jam tangan yang cocok untuk menunjang penampilannya hari ini. Setelah selesai, dia beralih menuju kamar Jef. Angkasa selalu menyempatkan dirinya untuk memeriksa keadaan Jef sebelum berangkat kerja. Wal
Selamat membaca~ - Jef duduk di bangku sekolahnya dalam keadaan diam. Dia enggan bercengkrama dengan orang sekitarnya, termasuk guru yang mengajarnya. Tari yang selalu menjaga Jef tidak bisa ikut masuk ke dalam kelas selama kelas berlangsung. Dia hanya bisa memantau Jef dari ruang tunggu. Jef tampak bosan dengan pelajaran yang sudah dikuasainya. Dia menunduk dan menyandarkan kepalanya pada meja dengan lemah. Jef tidak memiliki tenaga untuk memperhatikan setiap perkataan guru yang sedang mengajarnya hari ini. “Jefrey, can you answer the question?” tanya guru yang sedang menanyakan jawaban dari pertanyaan yang dibuatnya. Jef disekolahkan oleh Angkasa di sekolah Internasional. Angkasa ingin memberikan pendidikan terbaik versinya untuk sang anak agar masa depannya cerah. Jef diam dan tidak menjawab. Membuat guru yang bernama Yulia itu berjalan mendekat kearahnya. “Jefrey, are you okay?” tanya Yulia saat melihat wajah pucat Jef. Sontak
Selamat membaca~ - Asya berlari dengan tergesa masuk ke dalam rumah sakit setelah mendapat telepon dari Angkasa menggunakan nomor Jef. Angkasa memberikan kabar bahwa Jef masuk rumah sakit dan ingin bertemu dengan Asya. Angkasa akan menghargai kehadiran Asya apabila dia datang untuk bertemu dengan Jef. Sebenarnya Angkasa enggan untuk menelepon Asya dan menyuruhnya untuk datang. Namun karena desakan dari keadaan dan Danisa, Angkasa akhirnya menurunkan egonya untuk menelepon Asya lebih dulu. Asya berlari menuju ruang rawat inap untuk menemui Jef. Di luar ruangan Asya menemukan Angkasa yang duduk di depan ruangan menunggu kedatangan Asya. “Pak, di mana Jef?” tanya Asya dengan raut panik dan napas yang tersenggal. “Jef ada di dalam.” balas Angkasa dan bergegas untuk mengantarkan Asya untuk menemui Jef. Asya melangkah mendekat ke arah Jef yang masih tidur di atas brankar. Asya mengusap kepala anak kecil itu dengan lembut, seraya membisikkan “Jef, Ta
Selamat membaca~ - Asya ikut duduk bersama dengan Angkasa di ruang makan. Ruang makan minimalis bertemakan warna cokelat dan putih itu membuat Asya kagum akan interior yang ada di rumah milik Angkasa. Saat Angkasa hendak mengambil piring yang berada di dekat Asya, sontak membuat Asya berdiri dan memegang piring untuk Angkasa. “Biar saya bantu ambilkan nasinya,” ujar Asya seraya mengambil nasi dan menaruhnya pada piring milik Angkasa. Setelahnya, Asya memberikan piring tersebut pada Angkasa. “Nasinya kebanyakan.” protes Angkasa yang membuat Asya menatapnya tajam. Angkasa tidak memperdulikannya dan mengembalikan nasinya setengah kedalam wadah nasi. Setelah itu Angkasa mulai mengambil lauk pauk yang dia tahu bahwa masakan malam ini adalah hasil karya dari Asya. Angkasa memulai makannya setelah piringnya terisi penuh dengan lauk pauk. Namun dia kembali menghentikan aktivitas makannya saat Asya hanya diam dan tidak ikut makan bersamanya. “Kenapa gak