Ketika sudah sampai rumah, aku keluar dari mobil dan menutup pintu mobil dengan kencang, sehingga menghasilkan bunyi yang cukup nyaring.Aku berlari memasuki rumah tak peduli, teriakan Amar yang terus memanggilku, di mobil pun sama dia terus mencoba untuk menjelaskan padaku, tapi aku terlalu malas dan memilih pura-pura tertidur.Aku masuk ke kamar yang langsung aku kunci, tapi sial karena tak fokus, aku salah masuk kamar dan malah masuk kamar orang tuaku dulu.Tubuhku merosot ke lantai, pandanganku kosong ke depan tak menyangka Amar bisa membentak ku seperti tadi.Seharusnya dia mencoba buat menenangkan ku bukan malah membentak ku di saat aku sedang emosi seperti tadi.Apa aku salah melawan mereka yang sudah memaki-maki ku, apa salah membela diri sendiri? Sehingga Amar tega membentak ku.Terdengar suara ketukan pintu dan panggilan dari Amar di luar kamar, tapi tak ku hiraukan.Biarkan saja! aku butuh waktu sendiri.Baru kali ini aku dibentak oleh Amar dan rasanya sungguh menyakitkan.
"Aku cari-cari ternyata kamu disini," ucap Amar yang mengagetkanku."Kenapa?" tanyaku yang masih sibuk mencari sesuatu, di tumpukan barang-barang kemarin yang sudah aku hancurkan.Liatlah keadaan kamar ini, bahkan tak layak di sebut sebuah kamar, semuanya hancur tak terbentuk bahkan baju dan barang Ayah pun ikut kena imbas karena amukan ku kemarin."Kamu cari apaan sih?" tanya Amar penasaran."Buku," jawabku singkat."Buku apaan?" tanyanya Amar lagi."Buku kecil warna biru, kemarin aku taruh di meja rias ini," tunjuk ku pada meja rias yang sudah ruksak."Aku bantu cari," usulnya.Aku dan Amar terus mencari buku tersebut, lumayan lama tapi tak juga ku temukan."Ketemu gak?" tanyaku pada Amar."Enggak," teriaknya.Mungkin saja terlempar atau tertumpuk itu buku, seharusnya aku beresin kamar ini sambil mencari buku milik ibu, kamar ini benar-benar sangat berantakan seperti di tiup angin topan.Aku mencari di setiap sela-sela tapi nihil tak ku temukan buku ibu, padahal aku ingin melanjutka
Malam ini kota Surabaya di guyur hujan deras, aku meminum kembali teh manis yang ku buat tadi sambil melihat acara televisi di ruang tamu.Sementara Amar dia sedang asik menelepon bundanya, aku melirik Amar sekilas yang duduk di sampingku dan menyenderkan kepalaku di bahunya.Teringat kejadian tadi siang di restoran, apa maksudnya dengan ucapan Andre tadi? jelas-jelas aku melihat Adrian sedang berselingkuh dengan mata kepalaku sendiri, apa itu kurang jelas membuktikan bahwa Adrian telah menodai pernikahan ini?Apa harus aku menemui Adrian dan meminta penjelasannya langsung sebelum sidang percerai kami nanti."Hey," ucap Amar mengangetkanku."Kenapa?" tanya Amar lembut."Gak," ucapku pelan."Jelas-jelas aku liat kamu ngelamun," tanya Amar lagi."Waktu di restoran tadi, aku ketemu sama Andre temen Adrian, dia bilang Adrian itu gak selingkuh sama Zia," ucapku menjelaskan kejadian tadi siang.Amar mangut-mangut "Udahlah gak usah di pikirin, dia temen Adriankan pasti dia ngebela Adrianlah,
Sudah pukul jam lima sore tapi Amar masih belum kembali sejak pergi pagi tadi, aku mondar-mandir di depan teras rumah menunggu kehadiran Amar untuk membicarakan tentang buku Ibu.Mbok Ayu sudah pulang sejak setengah jam yang lalu, kini tinggal aku sendirian di rumah.Tak lama mobil Amar datang, aku melihatnya dengan wajah yang datar tanpa ekpersi, Amar menghampirku dengan alis yang saling bertautan."Run kamu kenapa?" tanyanya bingung."Buku ibu kamu yang ambil," tuduhku, menujuk Amar di depan wajahnya.Amar menepis tanganku "Kan aku udah bilang di telepon tadi, aku gak ngambil Aruna," tegas Amar."Terus siapa yang ngambil? Cuman ada kamu di rumah," teriakku marah."Kemarin emang cuman ada aku doang di rumah, tapi bukan berarti aku yang ngambil buku ibu kamu," teriak Amar dengan nada tinggi."Terus siapa?" wajahku memerah menahan marah."Aku gak tau Aruna," teriak Amar."Kebiasaan kamu selalu emosian, kita bisa bicarain ini baik-baik, gak usah sambil nuduh aku," ucapnya menatapku tak
Pukul 6 pagi, aku sedang duduk di sofa dekat jendela kamar sambil mengunyah snack, mataku sejak tadi tak bisa lepas dari Amar yang sedang bersiap-siap untuk pergi.Perasaanku tak menentu,vrasanya sangat sulit melepaskan Amar walau hanya untuk beberapa hari, terbiasa akan kehadiran Amar membuatku sangat tergantung padanya.Tapi aku tak bisa melarangnya untuk pergi menemani ayahnya yang sakit, sebenernya aku bisa saja ikut dengan Amar tapi ada sesuatu yang harus aku cari tau dulu tanpa sepengetahuan Amar.Termasuk mencari buku ibu yang sekarang entah dimana keberadaanya, aku sangat penasaran tentang isi buku tersebut, entah apa kelanjutan yang ibu tulis di dalamnya, aku harap buku itu cepat ketemu."Kamu beneran gak mau ikut?" ucap Amar sambil melihatku."Gak A," tolaku dengan mulut yang penuh makanan.Aku simpan snack di atas sofa, dan melangkah mendekati Amar."Kamu pergi aja, aku gak papa sendirian, lagian ada Mbok Ayu juga," ucapku meyakinkan AmarTerlihat jelas raut kehawtiran di w
Aku termenung di dalam kamar, penjelasan Mbok Ayu tentang masa lalu Ayah dan Ibu terus berputar di pikiranku.Apa yang ditulis Ibu di bukunya tentang penyakit hyperseksual gara-gara masa lalunya yang mengenaskan, tak bisa kubayangkan seberapa traumanya Ibu dulu menghadapi semua ini, pasti Ibu sangat tersiska hingga akhirnya terbiasa dan menjadi candu baginya.Tapi kenapa Ayah begitu kejam, Ayah mendalangi pemerkosaan Ibu, dia tak seperi Ayah yang kukenal.Tak ada air mata yang keluar, rasanya stok air mataku telah habis karena keseringan menangis.Yang aku butuhkan sekarang hanya Amar, tapi tak mungkin aku menelponnya dan menjelaskan tentang keadaanku sekarang, bisa-bisa Amar putar balik dan tak jadi pergi ke Singapura.Aku meringkuk di ranjang memeluk tubuhku sendiri, aku butuh seseorang untuk menemaniku, tapi siapa? aku tak punya siapa-siapa disini.Bahkan aku tak punya teman sejak dulu, hanya Zia yang mau jadi temannku, tapi sekarang Zia bukan seperti yang aku kenal.Aku bangkit da
Ini hari pertama, Amar tak ada disini, subuh tadi Amar sempat mengirimkan ku pesan, dia sedang di bandara dan sebentar lagi terbang ke Singapura.Aku sedang duduk di meja riasku, melakukan rutinitas yang sering di lakukan kaum hawa, apalagi kalau bukan skincarean, rutinitas wajib dan tak boleh terlewatkan.Tok tok tok."Non," panggil Mbok Ayu di balik pintu."Masuk aja Mbok, gak di kunci kok," teriakku tanpa menghentikan kegiatan yang sedang aku lakukan.Pintu kamar terbuka, memeperlihatkan Mbok Ayu yang sedang tersenyum ke arah ku."Sarapannya udah siap Non," ucap Mbok Ayu."Oh iya Mbok, kita makan sama-sama yah?" ajakku sambil membereskan skincare yang telah aku gunakan."Mbok udah sarapan Non, tadi di rumah," jawab Mbok Ayu."Yah Mbok," ucapku kecewa, berarti harus sarapan sendiri biasanya selalu ada yang menemani."Maaf Non," ucapnya pelan."Yaudah gak papa, Aruna makan sediri aja," ucapku sambil terpaksa senyum.Aku keluar kamar menuju meja makan, terlihat ada sop ayam, perkedel
Semalam Mbok Ayu menelpon ku, katanya besok dia tak bisa ke rumah untuk kerja karena sakit mendadak, jadi pagi ini aku memutuskan pergi ke rumah Mbok Ayu dipinggiran komplek tak jauh dari rumahku.Aku menteng buah-buahan dan juga bubur ayam untuk Mbok Ayu sarapan, berjalan kaki sendirian tak lupa masker dan juga kaca mata hitam yang aku kenakan.Pagi ini udara sangat sejuk dan suasana komplek juga terlihat sepi, mungkin karena hari Senin semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.Aku telah sampai di depan rumah Mbok Ayu, terlihat ada seorang remaja perempuan sedang menjemur pakaian."Permisi," ucapku ramah."Eh iya Kak, cari siapa?" tanyanya yang sempat menghentikan aktivitas menjemur."Cari Mbok Ayu, ada?" tanyaku, aku mengerutkan keningku ketika remaja perempuan di depanku ini malah melihatku tanpa berkedip."Oh ka Aruna yah, udah lama gak ketemu makin cantik aja," serunya antusias."Siapa yah?" tanyaku bingung."Aku Cika Kak," jawabnya sambil tersenyum lebar."Oh anak