Share

3. Mas Alex

Terdengar degup jantung Rendy yang begitu kencang saat aku sempat memeluknya. Pria itu sekarang terdiam dan tiba-tiba kehilangan amarah.

"Astaga, Suamiku! Jangan pukul dia lagi! Nanti tanganmu sakit!"

Beruntung, aku sangat gesit dan cepat tanggap situasi. Aku langsung berbalik berhadapan dengan Alex. Merentangkan kedua tangan seakan melindungi orang di belakangku.

"Kau, dasar perempuan desa! Baru beberapa jam jadi istriku sudah nempel-nempel lelaki lain!"

"Bukan begitu, Lex. Aku cuma mengajak Kat cari angin."

Sekarang giliran Rendy yang menghalangi Alex supaya tidak memarahiku. Bak kuda hitam, pria itu mendorong lembut bahuku sampai berdiri di belakangnya.

Orang-orang mulai mencaciku. Perlakuan Rendy justru membuat kami terlihat memiliki hubungan spesial, sampai-sampai tidak segan saling melindungi. Seharusnya, aku memungut biaya dari mereka yang berkerumun karena telah menyuguhkan drama rumah tangga secara langsung.

"Kau tidak usah ikut campur urusan rumah tanggaku!" hardik Alex.

"Bukan begitu, Bung. Aku hanya ..."

"Kita pergi sekarang!" Alex menarik tanganku dan menyeret kasar.

Aku sekilas menoleh ke belakang dan tidak lupa memasang tampang memelas. "Terima kasih, Mas Rendy." Aku menggerakkan bibir tanpa suara.

Sepanjang perjalanan menuju hotel, Alex diam saja. Aku pun sama, tidak berniat menjelaskan semua.

Alex kembali menggandeng tanganku ketika kami tiba di parkiran hotel. Genggamannya cukup kuat sampai membuat jemariku agak sakit.

Dia berjalan sangat cepat. Aku pun berlari kecil untuk mengimbangi langkah kaki panjangnya.

Sampai di kamar mewah hadiah dari papa mertua, Alex menghempaskanku ke tempat tidur. Dia membuka kemeja lalu melemparnya ke tepian ranjang. Pahatan otot yang digilai para wanita itu terpampang tepat di depan mata.

"Kau tahu siapa keluargaku, bukan?"

"Tahu."

"Kalau tahu, jangan coba-coba bikin malu! Mau-mau saja diajak ke tempat orang-orang berbuat mesum!"

"Apa? Tempat mesum?" Aku terkesiap seolah tidak tahu. Meskipun sebenarnya aku sudah menduga sejak awal.

Tapi, ya, beginilah aku, si perempuan lugu yang tidak tahu apa-apa. Alex harus tahu bahwa aku perempuan yang seperti itu.

"Lain kali, jangan gampangan jadi perempuan! Orang akan salah mengira kau kecentilan dengannya. Sampai memanggil pria yang baru dikenal pakai 'mas-mas' mesra begitu. Sama suami saja tidak pernah panggil mas."

"Ya sudah, mulai sekarang aku hanya akan memanggil 'mas' denganmu saja. Jangan marah lagi, ya, Mas Alex." Aku menarik kecil kelingking Alex dengan pandangan mengiba.

Alex menghela napas panjang. Kemudian, membuka celana putih panjang yang sedikit kotor dan menyisakan dalaman. Walaupun tidak melihat matanya, aku tahu, Alex sedang memperhatikanku yang tengah menatap tubuhnya dari atas sampai bawah.

Mungkin dia pikir aku sedang mengagumi otot-ototnya yang menonjol, padahal aku hanya ingin melihat apa ada yang kurang dari tubuh suamiku. Misalnya, ada luka atau jarinya kurang satu.

Aku tidak mengagumi tubuhnya! Sungguh!

"Aku mau mandi dulu. Kita belum selesai bicara."

"Iya, Mas."

Setelah Alex membersihkan diri, giliranku yang mandi. Tidak perlu lama karena aku sudah sangat lelah dan ingin segera tidur.

Alex berbaring terlentang di ranjang tanpa membersihkan kelopak-kelopak bunga mawar merah yang berserakan di bawahnya. Beberapa kelopak itu menempel di kulitnya.

Ketika mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Alex segera duduk bersandar di kepala tempat tidur. Matanya mengikuti pergerakanku yang berjalan ke arah lemari.

Entah apa yang dia pikirkan hingga senyum-senyum sendiri. Mungkin lagi kumat, aku tidak peduli.

Namun, aku segera tahu alasannya. Di dalam lemari, hanya ada sepotong lingerie merah transparan. Tidak ada apa pun lagi yang bisa digunakan untuk menutup tubuhku.

Pasti ulah papa mertua!

"Tidak usah dipakai kalau malu. Tidur dengan jubah mandi yang baru," kata Alex.

Pantas saja Alex tidak berganti pakaian dan hanya menggunakan jubah mandi. Tidak ada sepotong pun kain untuknya. Bahkan, celana dalam saja tidak ada!

Apa dia memakai dalaman kotor? Atau malah tidak pakai apa-apa?

Ayolah, Kat! Hentikan pikiran busukmu!

Aku menutup lemari lalu berjalan ke tempat tidur, mengambil sisi yang berlawanan dari Alex. Tidak mungkin aku mau memakai pakaian yang tidak berfungsi menutupi badan. Kalau niat ingin menonjolkan bagian tubuhku, lebih baik tidak memakai apa-apa sekalian!

"Dengar, kau sekarang sudah jadi bagian dari keluarga besar Arion. Kau harus menjadi istri terhormat walaupun asalmu dari desa."

"Iya, Mas. Maafkan aku, ya."

"Aku maafkan kali ini. Karena aku tahu Rendy memang brengsek."

Kalau Rendy brengsek, terus kau apa, Mas?

"Besok lagi, kalau mau minum alkohol harus ada aku. Jangan seperti tadi. Malam ini kita langsung tidur saja. Aku capek sekali."

"Iya, Mas."

Siapa juga yang mau berbuat sesuatu sebelum tidur denganmu? Dasar! Sok penting sekali jadi orang!

Malam pertama pun akhirnya berlalu tanpa terjadi sesuatu.

Paginya, seorang pria membawa baju ganti untukku dan Alex. Titah papa mertua, Alex tidak boleh meninggalkanku sendirian selama tiga hari menginap di hotel.

Kami makan berdua di restoran hotel. Lalu, kembali ke kamar menonton televisi sepanjang hari. Tidak banyak komunikasi di antara kami.

"Nanti malam ikut aku ke tempat teman. Kalau papa tanya, bilang saja aku mau mengenalkanmu pada teman-temanku."

Aku mengangguk patuh. "Baik, Mas Alex."

Malam pun tiba. Ternyata, Alex membawaku ke tempat pesta yang mirip dengan malam kemarin. Dan lagi-lagi, tiga wanita bergelayut manja padanya. Namun, kali ini dia melakukannya di depanku.

Alex tidak ingin ada pria yang menggodaku lagi. Tapi, dia sendiri dengan mudahnya dijamah wanita. Aku bisa apa selain pura-pura tersenyum tabah dan seolah memaklumi pergaulan suamiku?

Beberapa wanita dalam dekapannya selalu menyindir dan menghinaku. Alex tersenyum menanggapi ucapan mereka. Tidak ada kata pembelaan satu pun terlepas dari mulutnya.

"Berapa hari lagi kau bisa bebas dari dia, Lex?"

"Kenapa?"

"Aku ingin jalan-jalan denganmu," ucap wanita bergaun hitam mini dengan manja.

Wanita lainnya tidak mau kalah. "Aku juga, ya, Sayang."

"Hus! Jangan panggil 'sayang-sayang' di depan istriku! Nanti dia nangis."

"Ups!" Wanita itu menempelkan telapak tangan di bibir tanpa rasa bersalah. "Semalam, berapa ronde sama dia, Lex? Aku cemburu sekali waktu membayangkan kau sedang enak-enakan dengan istrimu."

"Jangan khawatir. Aku tidak nafsu sama perempuan desa." Alex terkekeh.

Salah satu keahlianku yang tidak banyak orang tahu, yaitu membaca ekspresi seseorang. Aku semakin yakin jika Alex dan para wanita sengaja berbuat ini untuk memanasiku. Rasanya jadi tergelitik untuk menggoda.

"Mas, aku ke meja sebelah dulu, ya?" Aku menunjuk meja yang dikelilingi teman-teman prianya.

Alex mengerutkan kening tidak suka. "Mau apa? Mengulang kesalahanmu semalam?"

"Bukan begitu, Mas. Kata ayah, setelah menikah aku harus menurut sama suami karena suamiku akan menjadi panutanku."

"Kalau sudah tahu, duduk dan diam di sini."

"Tapi, Mas Alex 'kan panutanku. Mas Alex dipeluk-peluk sama mereka. Jadi, aku mau meniru Mas Alex. Biar kita samaan, Mas. Kebetulan, meja sebelah juga ada tiga lelaki tampan."

Alex mendorong dua wanita di sisinya. Wajahnya merah padam karena amarah. Sementara aku bertahan agar tidak meledakkan tawa.

"Baru semalam aku beri tahu, sekarang sudah mau melanggar!" bentak Alex.

"Sabar, Lex, dimaklumi saja. Dia kelihatan polos begitu." Wanita di kiri Alex menarik lengannya.

"Diam kau!" Alex melepaskan tangan wanita itu dengan kasar. Ketiga wanita saling berpandangan, kemudian pergi menjauh.

Tsk, dasar bocah!

"Jangan marah, Mas. Aku hanya ingin jadi istri yang baik dan ingin meneladani semua tindakanmu. Aku ingin jadi sepertimu yang hebat, sampai bisa mendapatkan tiga wanita sekaligus. Aku juga ingin, Mas. Boleh, ya?"

Alex mengacak-acak rambut sambil mendongak ke atas. Dia terlihat sangat jengkel menanggapi keluguanku.

"Mas, kenapa diam saja? Boleh tidak, Mas? Itu, ada pria yang menarik perhatianku di sana." Aku semakin menekannya.

Alex memelototiku. Dia sampai kehilangan kata-kata menanggapi ucapanku.

"Sial," umpatnya sambil meninggalkanku sendirian.

"Mau ke mana, Mas?"

Aku membuntuti Alex. Dia semakin cepat berjalan menjauh. Aku pun semakin kencang berlari mengejarnya.

"Mas, boleh tidak? Mereka keburu dapat perempuan lain, Mas. Aku juga ingin jadi orang kota populer sepertimu."

Alex pun kesal dan mengajakku kembali ke hotel. Sampai di kamar, dia meneguk satu botol minuman anggur sampai habis.

"Jangan banyak minum-minum, Mas! Ajari aku dulu biar bisa jadi seperti Mas Alex."

Setiap kali mendengar rengekanku, Alex jadi semakin emosi. Semakin banyak pula alkohol yang mengalir di kerongkongannya.

Aku memapah Alex sampai ke ranjang. Tiba-tiba, Alex mendorongku sampai aku terlentang di kasur dan dia dengan cepat menindihku.

Aku tahu reaksi pria yang sedang bernafsu, dan Alex sedang merasakannya sekarang. Wajahnya semakin dekat. Embusan napas berbau alkohol menusuk lubang hidungku.

"Kau sudah ... siap ...."

Sebelum selesai bicara, Alex ambruk di atasku. Aku mendorong tubuh Alex sampai berguling menyamping.

Aku usap wajah suamiku dengan tanpa sayang. Kemudian, aku berbisik di telinganya, "Aku kerja dulu, ya, Mas. Kau kuat sekali bisa menahan obat tidur spesialku selama hampir satu jam."

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Kristanti Marikaningrum
Kat kerja apa sih??? Jadi penasaran... Tingkah Kat itu kayak aku, lugu banget... Tapi Kat cuma pura-pura, tapi aku lugunya beneran... Tapi untung saja aku dapat suami yang sama-sama lugu kayak aku... Hehehehehe...
goodnovel comment avatar
Kikiw
sering2 aja bius Kat wkwkkw
goodnovel comment avatar
Popow
kerja apa malam2 gtu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status