Satu-satunya penyesalan dalam hidup Harry Kaminsky adalah membuat Kimberly Miro menunggu, dan pada akhirnya wanita itu menyerah untuk terus menunggu. Sekarang wanita itu telah menjadi milik orang lain. Berada di pelukan orang lain dengan senyum yang memanjakan.
Senyum yang pernah menjadi miliknya, milik ekslusif, sekarang telah menjadi milik orang lain, gelak tawa yang ia lakukan sekarang demi orang lain juga, bukan dirinya lagi.
Meski Kimberly Miro telah merubah diri menjadi sosok yang amat dibencinya, berselingkuh, berambut pendek, wanita penggoda dan menikahi seorang duda, tapi tetap saja Harry Kaminsky harus mengakui bahwa dia sama sekali tak bisa membenci wanita itu.
Kebenciannya hanya bertahan selama satu tahun setelah mendapati dan mendepak Kimberly Miro yang bepergian dengan laki-laki lain, anehnya sekarang ia menyesal.
Dia pernah mengkhianati Kimberly Miro sekali, tapi dia sama sekali tidak bisa terima pengkhianatan Kimberly. Dan sekarang dia menyesal.
Jika saja di waktu itu dia menganggap mereka impas, saling memaafkan dan sekarang mungkin akhirnya mungkin berbeda.
Sayangnya penyesalan datang di akhir, karena yang dia awal namanya pendaftaran.
Waktu telah merubah Kimberly Miro bagaikan anggur, semakin berusia semakin pekat dengan aroma makin harum dibandingkan dahulunya. Begitulah Kimberly sekarang.
Rambut sebahunya membuat ia tampak awet muda, wajahnya makin cantik dan lebih bersinar dari dahulu, dan tak perlu munafik, lekuk tubuhnya bahkan lebih indah.
"Harry, hei..."
Sebuah suara lembut terdengar di telinganya, Harry Kaminsky mengerjap, kembali ke rohnya "Maaf, apa tadi?" tanyanya pada wanita di sampingnya, Rachel Carlo.
Rachel Carlo dahulu gadis yang pernah ia suka suatu waktu, juga sahabat Kimberly Miro di sekolah mereka.
"Kau nampak tidak fokus, apa yang mengganggumu?" tanya Rachel Carlo yang sedari tadi telah gelayutan disekitarnya "Tidak terlalu lelah, kan?"
"Maaf, proyek museum yang kutangani akhir-akhir ini tidak berjalan baik" jelas Harry Kaminsky berbohong "Ngomong-ngomong, aku tadi melihat mantan suamimu, katanya dia sudah menikah lagi"
"Ah, itu" Kata Rachel Carlo, pertanyaan Harry menyulutkan api kemarahan dalam dirinya "Kau tidak liat siapa istrinya?" tanyanya.
Harry Kaminsky menggeleng. Ia hanya melihat mantan suami Rachel sekilas pandang di kerumunan banyak orang, karena matanya fokus satu orang.
Fokus pada Kimberly Miro.
Ia tidak menyangka akan bertemu wanita itu lagi disini. Yang membuatnya linglung sepanjang waktu.
"Istrinya mantan pacarmu yang tukang selingkuh itu" kata Rachel Carlo dengan penuh penghinaan "Pelacur itu memang suka laki-laki yang terlibat denganku"
Harry Kaminsky langsung terperangah "Ma...maksudmu Kimberly?" tanyanya berusaha membuat nada biasanya nampak tenang.
Tapi hanya dia yang tahu betapa besar goncangan jiwa yang harus dia terima.
"Siapa lagi?" tanya Rachel Carlo memupuskan semua harapan Harry Kaminsky.
Harry Kaminsky baru akan mengatakan sesuatu saat Rachel Carlo menariknya, semakin jauh mereka melangkah semakin jelas tujuan mereka menuju Kimberly Miro yang bercakap-cakap dengan beberapa wanita cantik di pesta.
Dari kejauhan terdengar suara Kimberly Miro yang jatuh, lalu kelompok itu kompak tertawa.
Kimberly Miro masih seperti itu, menjadi penghangat suasana dimana saja. Membuat siapa saja nyaman disekitarnya dan tertawa dengan leluconnya.
"Arsitek Harry, benar?" seorang wanita di kelompok Kimberly tiba-tiba bertanya saat melihat kehadiran pasangan itu.
Perhatian kelompok wanita itu beralih pada kehadiran mereka.
Kimberly Miro juga menoleh, dan menatap mereka berdua dengan pandangan datar, seakan mereka berdua hanya orang asing, yang membuat jantung Harry serasa diiris pisau.
"Halo, Kim, lama tidak berjumpa" sapa Rachel Carlo dengan senyum lebar diwajahnya.
Kimberly Miro balas tersenyum singkat, pandangannya sedikit diturunkan pada lengan mereka yang saling terhubung "Hai, Rachel... Oh, Harry lama tidak jumpa" katanya.
Tidak ada kesedihan, tidak ada kejutan. Hanya seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka.
"Wah, seperti yang diharapkan dari seorang dewi Kim"
"Benar, dewi Kim, kenalkan kami pada desainer tampan ini"
"Lingkaran sosial Dewi Kim tidak bisa diragukan lagi"
"Dewi Kim, berapa banyak lagi lelaki tampan yang kau sembunyikan? Kenalkan pada kami, please"
Komentar kagum dan iri wanita-wanita disekitar Kimberly Miro membuat senyum lebar Rachel Carlo beku.
Bukan.
Bukan ini efek yang ia inginkan.
Harusnya Kimberly Miro nampak sedih, tertekan dan cemburu.
Mengapa penyihir itu bisa berakting seperti tidak terjadi apa-apa?
Tidak. Tidak.
Rachel yakin Kimberly pasti bersedih.
_
Kimberly Miro memandang pantulan dirinya yang cantik dan menawan di cermin tapi matanya berisi keputusasaan dan rasa sakit, perlahan hatinya terasa kosong.
Apakah dia terluka melihat mantan pacar dan mantan sahabatnya bersama? Jawabannya sangat sangat terluka. Hatinya remuk resan dan serasa hancur bercerai-berai, tubuhnya penuh nestapa dan jiwanya amat sengsara. hancur, sakit, pedih, pilu dan segala macam perasaan menyerangnya dari setiap sudut yang bisa mengenainya.
Dia mengenal Harry Kaminsky di usia dua belas tahun, ketika menjadi murid baru di SMP Bilingual, satu-satunya sekolah paling bagus di tempatnya berada.
Dia adalah orang yang tidak bisa diam, baik mulut atau tangan kakinya tidak bisa tenang dan berdiam sebentar saja, sedangkan Harry Kaminsky adalah orang yang sangat pendiam, hemat bicara dan tidak banyak berlarian sana sini sepertinya. Mereka sangat bertolak belakang dan seperti hidup di dunia berbeda. Dua orang yang mungkin tidak akan pernah bersama.
Dia adalah nona yang bebas dan liar, meski berada di kelas terbaik, dia lebih suka berteman dengan anak-anak berandalan kelas 'terburuk'.
Sedangkan Harry Kaminsky bagaikan pangeran tampan pendiam, jenius dan patuh yang lebih memilih berada di perpustakaan untuk membaca, di bandingkan dirinya yang lebih suka kelayapan dan melakukan kenakalan.
Mereka selalu berada di kelas yang sama hingga mereka masuk SMA yang sama, entah mengapa mereka menjadi teman dekat, mungkin karena berasal dari SMP yang sama, dan pertemanan itu hari demi hari semakin mendekat entah mengapa.
Mulai dari sapa menyapa, mengerjakan tugas bersama, pergi ke sekolah bersama hingga berbagi cerita bahkan pada akhirnya berbagi perasaan cinta dan kasih sayang masa muda.
Mereka menjalin hubungan cinta monyet yang begitu indah, manis dan naif di usia muda. Hingga mereka kuliah di tempat yang sama dan bekerja di lokasi yang sama, cinta yang naif dan manis berubah menjadi cinta yang serius dan lebih mendalam.
Jiwanya terpaut pada Harry Kaminsky, tubuhnya terpikat oleh senyumnya, bersama, mereka di selimuti kehangatan, kasih sayang dan asmara yang menggebu-gebu.
Jika saja kenyataan kejam itu tidak memisahkan mereka, menghantamnya dengan begitu kuat, mungkin sekarang ceritanya akan berbeda.
Dia melepaskan karena dia sangat mencintainya. Dia juga pihak yang sangat sedih dan terluka dalam kandasnya hubungan mereka.
Mereka dulu tidak pernah terpisahkan. Dulu, ketika mereka masih satu hati, satu pikiran dan satu tujuan serta impian.
Tapi sekarang?
Mereka hanya dua orang asing. Dua orang asing yang dahulu pernah bersama dan pernah memiliki mimpi yang sama.
Kimberly Miro tersenyum, tersenyum mengejek dirinya sendiri yang sekarang tersengat penyesalan.
Hatinya remuk, tapi akankah ada yang peduli?
Jiwanya sudah lama terlunta-lunta, adakah yang akan berjalan menggenggam tangannya dan memberi arah?
Melihat lelaki itu lagi, Harry kaminsky, membuat hatinya terkoyak-koyak hingga dia tak bisa lagi menyatukan utuh atau memberikan kepada orang lain.
Kimberly Miro memang pihak yang mengkhianati cinta mereka yang terdalam, bukan karena mereka tidak cocok satu sama lain, atau lelaki itu tidak cukup baik untuknya, melainkan karena dirinyalah yang tak cukup baik.Kimberly Miro selalu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ini lah yang terbaik untuk mereka berdua.Mencintai memang tidak harus memiliki, tingkat tertinggi dari mencintai adalah merelakannya demi kebahagian sosok yang kita cintai.Tapi semuanya terlalu menyakitkan, semuanya terlalu tak tertahankan.Bertahun-tahun hubungannya dengan Harry Kaminsky bukanlah cicilan mobil yang jika tidak selesai bisa dikembalikan ke showroom.Dia berusaha yang terbaik agar mencapai cita-cita mereka, terikat pernikahan, memiliki anak-anak dan hidup bahagia sampai ajal memisahkan mereka.Tapi semua mimpi indah itu hancur ketika dia terbangun.Mimpi sungguh tak seindah kenyataan."Seperti kau memang selalu suk
Langkah kaki Kimberly Miro tercekat sekali lagi.Panggilan itu.Panggilan akrab yang dahulu hanya milik Harry-nya. Panggilan penuh kasih sayang yang selalu membuatnya merasa hangat dan bahagia.Wanita itu berbalik, wajah cantiknya nampak acuh tak acuh meski hatinya terasa tertekan dan berat "Apa yang bisa saya bantu Tuan Kaminsky?" tanyanya dengan senyum yang jauh dan sopan.Mereka pernah bersama, tapi tidak untuk selamanya."Aku pernah bertanya-tanya, apa artinya bagimu delapan tahun diantara kita?" tanya Harry Kaminsky memandang wajah Kimberly Miro penuh harapan yang hanya ia yang memahami.Dia sangat berharap Kimberly Miro juga bernostalgia seperti dirinya. Menjadikan kenangan indah diantara mereka sebagai ingatan yang akan selalu ia kenang dan selalu ia rindukan. Sama seperti dirinya.Hanya melewati tempat mereka pernah duduk bersama, dia ingat masa mereka indah bersama, sebuah warna akan menjad
Ketenangan Kimberly Miro yang pura-pura tidak berhasil di pertahankan lagi, wajahnya langsung kaku, ketenangan itu hancur berantakan ketika ia melihat suaminya, Jamie Stanford, keluar dari toilet dan lelaki itu berjalan semakin mendekat kearah mereka. Langkah demi langkah, meski dia nampak tenang dan tanpa ekspresi, tapi mata amber dibalik kaca matanya menatap terlalu dalam dan tajam. "Hubby..." kata Kimberly Miro merasa bersalah, rasanya seperti baru saja tertangkap basah tengah bertemu lelaki lain dibelakangnya secara diam-diam. Dia tidak melakukan kesalahan sama sekali, tapi entah mengapa dia menjadi gugup dan bersalah. Mungkin disebabkan oleh penghianat perasaan itu sendiri. Berapa lama suaminya berada di sana? Apakah ia mendengar apa yang mereka bicarakan? Betapa memalukan. Harry kaminsky otomatis berbalik, terganggu dengan pandangan kaget Kimberly Miro yang melewati bahunya. Menatap lelaki itu hingga mata mereka saling
"Nyonya?" tanya Jamie Stanford yang baru keluar dari ruang kerjanya. Wajahnya masih datar seperti biasa, dan Ia mengernyitkan dahi saat melihat jam tangannya. Sudah lewat jam makan siang, tapi Kimberly Miro tidak memangilnya untuk makan seperti biasa atau menghentikannya dari pekerjaan seperti biasa, malah sekarang di gantikan oleh pembantu rumah tangga mereka."Nyonya pergi keluar bersama temannya yang artis terkenal itu, penyanyi ganteng Max Merwe" lapor pembantu rumah tangga itu dengan wajah penuh kekaguman dan kegembiraan yang tidak ditutupi sedikitpun."Hm" Jamie Stanford bergumam kecil seperti biasa dan melangkah turun menuju meja makan. Tidak ada perubahan di wajahnya dan tidak ada yang tahu bagaimana perasaannya.Jamie Stanford makan siang dengan sedikit linglung, hanya semalam, situasi hatinya telah jungkir balik bagai rollercoaster. Istrinya, Kimberly Miro, bukan lagi manekin hidup yang dipikirkan, tapi objek nya
Dmitri dan Cody terus mengolok, hingga pintu ruangan pribadi itu dibuka dan seorang lelaki muda masuk. Lelaki itu memiliki wajah menarik, rambutnya yang panjang di ikat, membuatnya nampak nakal dan membawa senyuman di wajahnya yang manis sehingga tampak sangat bahagia."Akhirnya, bintang keberuntungan kita telah berada disini" Sahut Cody, berhenti berdebat dengan Dmitri yang sampai dunia kiamat tidak akan pernah mengerti bagaimana indahnya sebuah pernikahan dan komitmen."Benar. Petra adalah bintang keberuntungan kita. Tapi karena dia terlambat, hukum tiga gelas" tambah Dmitri dengan ide-ide gila yang berkembang di otaknya."Bos, Bos dan Bos, maaf saya terlambat karena bertemu seseorang di luar" kata Petra dengan penuh maaf, tapi senyum bahagia itu tak tanggal di wajahnya.Mata Dmitri sedikit menyipit "Ho Ho, lihat adik kecil kita yang sedang jatuh cinta" untuk seorang playboy dengan seribu pengalaman perang, tentu saja ia tahu wajah-waj
Suara ruang pribadi di ruang pribadi lain yang tak kalah besar dan mewah, menjadi makin ribut saat Kimberly Miro masuk bersama Max Merwe dan lima asisten mereka, satu asisten laki-laki Max Merwe, sedang empat lainnya milik Kimberly, dua wanita dan dua lelaki.Ada yang bernyanyi, menari, bermain kartu, mengobrol dan bergulat di dalam ruang pribadi itu. Para asisten dan bawahan mereka berkumpul ditempat khusus tidak jauh dari tempat mereka berada, pengaturan yang seperti itu sudah terjadi dari dahulunya.Beberapa gadis 'Nyonya rumah' atau hostes duduk dipangkuan laki-laki yang menginginkannya, kebanyakan dari mereka merupakan artis-artis kecil yang mengharapkan menaiki tangga sosial, dan mereka berpakaian kehabisan bahan. Gadis-gadis cantik itu berusaha menyenangkan pelanggan mereka, memijat, menuangkan minum atau apa saja.Meski kelihatan liar dan tidak senonoh, tapi sudah biasa di lingkaran anak-anak orang kaya dan kelas atas seperti mereka. Wa
Dmitri dan Cody saling menatap dengan pemahaman diam-diam, saling bertanya-tanya, untuk seorang Jamie Stanford yang biasa tidak peduli badai topan disekitarnya, untuk membuat lelaki itu tertarik gosip, apakah besok akan kiamat? Cody berdehem canggung, meski ia mencoba mengabaikan wajah Jamie Standford yang mengelap dan penuh aura penindasan ia sama tidak bisa berpura-pura tidak melihatnya, jadi ia menyenggol lutut Dmitri. "Kenapa kau tidak undang temanmu itu kesini" ujar Dmitri menyarankan penuh semangat, tidak menghiraukan sinyal dari Cody, karena sayang sekali jiwa gosipnya menghancurkan pemahaman diam-diam mereka selama bertahun-tahun. "Benar, Dmitri pasti butuh tanda tangan BadLyLy" kata Cody mendukung, tapi mata, tangannya dan lututnya, hampir semua bahasa tubuhnya terus menyiratkan kepada Dmitri bahwa ada yang salah dengan Dewa Patung mereka. "Tanda tangan apa? Kita mesti meneliti keaslian tubuhnya yang sempurna itu" gumam Dmit
"Terima kasih Petra, kau menyelamatkan. Kau benar-benar bintang keberuntunganku. Jika kau tidak datang aku pasti dihabisi penyihir-penyihir jahat dalam ruangan itu" kata Kimberly Miro amat berterima kasih pada lelaki yang nampak seperti badboy tersesat itu, lelaki yang sudah dia kenal bertahun-tahun. Mata zamrudnya nampak bersinar oleh kebahagiaan "Tidak menyesal aku sering datang ke jurusan untuk mengemis dan meminta sumbangan" lanjutnya penuh lelucon.Meski mereka jarang bertemu setelah lulus kuliah, hubungan mereka masih sangat dekat. Terkadang mereka akan mendiskusikan tentang game atau hanya sekedar bertukar sapa di status sosial media masing-masing."Karena aku sudah menyelamatkanmu, maka kau harus membayar kebaikanku" balas Petra."Apa yang kau inginkan? pinjam uang?" tanya Kimberly Miro dan melihat Petra dari atas sampai bawah, dan pakaian masih bermerek seperti yang diingatnya "Kalau itu aku pasti lebih miskin darimu""Apa wajahku nampak seperti