Alina memikirkan betul permintaan ustad Ahmad untuk membawa dirinya pergi belajar di tempat yang amat jauh.Alina hanya memikirkan bagaimana nasib Sang Ibu yang akan dia tinggal nantinya.Pasalnya, Alina bukan hanya satu dua hari saja belajar bersama ustad Ahmad."Aku harus bagaimana?" gumamnya sambil menatap lurus ke luar jendela.Srek ... Srek ... Srek ...Alina terkejut ketika mendengar suara daun bergesekan.Dengan tajam, Alina memandang hamparan tanah luas di hadapannya tersebut."Gak ada siapa-siapa, kok. Tapi kenapa aku mendengar suara seperti daun terinjak?" ucapnya memindai sekitarnya.Pasalnya, hari sudah malam. Sangat jarang untuk warga Rejoseno beraktifitas pada malam hari.Apalagi melewati kebun bambu dekat rumah Alina itu.Alina berusaha untuk mengabaikannya. Namun, semakin dia abai, semakin gencar pula suara tersebut mendekat ke arahnya.Srek ... Srek ... Srek ...Alina berusaha memindai sekali lagi untuk memastikan siapa yang berusaha mengusiknya."Siapa disana?" ucap
Pagi itu, Bu Tiwel mempersiapkan segala keperluan dan bekal yang akan Alina bawa selama di perjalanan nanti.Tak lupa Bu Tiwel juga mempersiapkan bekal juga untuk ustad Ahmad."Nduk! Nduk!" panggil Bu Tiwel.Dengan segera Alina berlari kecil menghampiri Bu Tiwel."Ada apa, Bu?" tanya Alina."Ini sudah Ibu siapkan bekal untuk di perjalanan nanti, jangan lupa di masukkan ke dalam tas, Nduk. Ibu lebihkan juga supaya kamu bisa berbagi dengan ustad Ahmad," ucap Bu Tiwel."Iya, Bu. Terimakasih Ibu sudah repot mempersiapkan ini semua, Alina kan bisa sendiri," jawabnya memeluk Sang Ibu."Ngerepotin apa si, Nduk. Kamu anak Ibu, masa iya ngerepotin. Sudah, masukkan dalam tas, takut tertinggal!"Alina pun bangkit dan berjalan menuju kamar untuk meletakkan bekalnya ke dalam tas.Harum mawar menguar menusuk indera penciumannya."Rose, aku tahu itu kamu." ucap Alina tanpa memperhatikan sekelilingnya.Alina sangat faham harum yang selama ini berada di sekitarnya.Rose, bagi Alina memiliki harum yang
Ustad Ahmad, Alina dan Sang Kusir memilih bermalam di sebuah rumah tua yang terletak di pinggir hutan.Sang Kusir awalnya menolak untuk bermalam di rumah tua tak berpenghuni tersebut, namun dia terpaksa karena memang tidak ada lagi tempat untuknya beristirahat.Kriet ...Suara derit pintu tua begitu menganggu pendengaran.Suasana di rumah itu sangat rapi, bahkan lantai dan dindingnya tidak berdebu atau pun bersarang laba-laba.Meja, kursi dan yang lainnya pun bahkan tampak terawat. Hanya tercium bau khas kayu saja, karena memang rumah tua itu terbuat dari kayu.Ustad Ahmad dan Alina sempat curiga, bagaimana bisa bangunan tua yang tampak reot bahkan dipenuhi sulur merambat pada bagian depan rumah itu, ternyata sangat terawat di bagian dalamnya.Ustad Ahmad dan Alina pun menepis fikiran buruk yang bertandang ke fikiran mereka.Berbeda dengan mereka berdua, Sang Kusir langsung berlari masuk ke dalam rumah dan membuka satu persatu pintu dan memilih kamar mana yang mau dia tempati.Rumah t
Fajar perlahan bergerak naik, menandakan bahwa hari sudah pagi.Alina yang tidak bisa tidur setelah melihat bagaimana kejamnya seorang Bapak dan Ibu menumbalkan putri mereka hanya demi kekayaan dan kedigdayaan semata, membuat Alina terus merasa iba.Terlebih lagi, gadis kecil itu adalah Rose.Alina pun membulatkan tekadnya untuk menumpas habis pesugihan yang masih terjadi saat ini.Alina tidak ingin jika korban gadis-gadis remaja akan terus berjatuhan hanya karena duniawi dan keegoisan semata.Hanya karena menginginkan harta secara instan, mereka rela mengorbankan orang lain, bahkan anak sendiri.Sekali pun pelaku pesugihan itu telah tiada, namun biasanya ritual akan terus dilakukan hingga keturunan yang telah mereka sepakati bersama dengan junjungan mereka.Tok ... Tok ... Tok ..."Nduk, kamu sudah bangun?" ketuk ustad Ahmad mencoba membangunkan Alina.Ceklek."Sudah ustad, saya sudah bangun dari tadi. Bahkan saya belum tidur lagi," jelas Alina."Ya sudah, nanti kita lanjutkan lagi n
Bu Tiwel yang sedang menyapu halaman belakang rumahnya, dikejutkan oleh suara ketukan di pintu rumahnya. Tok ... Tok ... Tok ..."Ya, sebentar!" sahutnya dari dalam rumah.Tak mau menunggu Sang Tamu, Bu Tiwel berlari dari arah belakang menuju depan dan membukakan pintunya.Tampak seorang wanita paruh baya dengan kebaya berwarna putih dengan corak bunga mawar di setiap sudut bawah, bersanggul model ukel konde bak bangsawan keraton, membuat Bu Tiwel merasa heran. "Permisi, apa benar ini rumah Ibu Tiwel?" tanya wanita itu. "Ya, benar. Sampean(kamu) ini siapa?" tanya Bu Tiwel. "Perkenalkan, saya Maryati, panggil saja Mbok Mar. Kedatangan saya ke sini untuk menemani Ibu selama Nduk Alina pergi," jelas Mbok Mar."Mari masuk dahulu, Mbok."Mbok Mar mengikuti langkah kaki Ibu Tiwel.Ibu Tiwel pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan beberapa cemilan untuk disuguhkan kepada Mbok Mar."Silahkan Mbok, seadanya saja tapi Mbok," ucap Bu Tiwel."Terimakasih banyak," jawab Mbok Mar.Bu Tiwel
Hosh ... Hosh ... Hosh ...Seorang gadis remaja terus berlari di dalam hutan.Tak peduli tubuhnya terkena semak berduri, atau kakinya yang harus menginjak semak belukar hingga menggores luka di beberapa bagian tubuhnya.Namun sekuat apa pun gadis itu berlari, tentu saja dia tak menemukan tempat untuk bebas."Lepasin, Aline!" teriak gadis yang bernama Aline itu."Diam! Ikuti saja kami!" bentak salah seorang dari empat manusia tersebut.Rosaline, gadis remaja berparas cantik memiliki hidung mancung dan kulit kuning langsat. Rambut lurus berwarna hitam dan memiliki bulu mata yang lentik.Membuat remaja berusia sembilan belas tahun itu semakin mempesona.Malam ini tepat malam rabu kliwon.Dimana malam ini, tepat pukul tengah malam gadis remaja itu bertambah usianya.Namun kejutan besar akan dia alami malam ini.Di sebuah gubug sederhana, jauh di dalam hutan.Beberapa orang berdiri mengelilingi sebuah ranjang dengan taburan bunga tujuh rupa."Lepasin! Aline gak mau ikut andil dalam kesesat
Damar dan pengikutnya merasa sangat senang karena telah memberikan "santapan" enak untuk Ndoro.Setiap bulan suro, Damar diwajibkan memberikan "santapan" lezat untuk Sang Junjungan.Itu pun tak sembarang "santapan" yang bisa di beri untuk Ndoro Ratih.Harus lah gadis berusia tujuh belas tahun dan memiliki weton legi.Malam ini adalah kali pertama Damar memberi Junjungannya santapan lezat.Damar merasa was-was mencari gadis belia dengan weton legi.Tanpa fikir panjang, Damar dan Sang Istri pun sepakat untuk mengorbankan anak semata wayangnya.Perjanjian dengan setan, dan ambisi akan kekayaan dan kedigjayaan yang Damar inginkan, telah membutakan nuraninya sebagai orang tua.******Saat itu, Damar merasa sangat kesulitan ekonomi.Sang Istri yang sebentar lagi akan lahiran, membutuhkan biaya yang tak sedikit.Damar kebingungan mencari biaya untuk persalinan nantinya.Dengan tak tahu malunya, Damar meminjam uang kepada Juragan Karta, orang terkaya dan terpandang di Desa Panca.Resiko yang
Ngelmu iku kalakone kanthi laku.Lekase lawan kas, tegese kas nyantosani.Setya budya pangekese dur angkara.Alina menembangkan "tembang pocung".Alina sangat menyukai tembang itu ketika Bu Tiwel mendendangkan itu setiap Alina akan tidur.Alina sangat menyukai tembang jawa.Baginya, tembang jawa menyimpan filosofi yang sangat menarik menurutnya."Hei, anak aneh!" teriak Yudi.Alina menghentikan mendendangkan tembangnya dan menoleh ke arah Yudi dan kawan-kawannya.Yudi menamai diri mereka dengan sebutan "ksatria pemberani".Entah ksatria pemberani dari mananya, sedangkan Yudi dan kawan-kawan merupakan anak penakut.mereka hanya berani menindas orang lemah. Salah satunya adalah, Alina.Mereka seringkali membully dan menindas Alina karena mereka menganggap Alina adalah gadis aneh.Alina sering kali berbicara seorang diri.Alina bahkan sering mengamuk dan kerasukan.Hal itu lah yang membuat Alina dijauhi oleh teman-temannya dan mendapat bully di sekolahnya.Saat usia tujuh tahun, Bu Tiwel