"Pak Ustadz ...di sini aja, ya. Si Mbok masakin buat Pak Ustadz. Mbok minta tolong, pak Ustadz ngaji sebentar di sini, biar Non tenang." Wanita berumur lebih dari setengah abad itu menatapku penuh harap. Di matanya yang berkantung itu ada asa yang teramat dalam. Hanya ketulusan yang kujumpai di sana. Dia sangat berharap gadis yang diasuhnya itu baik-baik saja.Aku menganggukan kepalaku. Si Mbok pun lantas keluar kamar beberapa saat dia kembali, mengambilkan Kitab Suci Al-qur'an padaku. Lalu, dia kembali keluar dari kamar ini. Melangkah menuju dapur.Aku yang tadinya di ambang pintu, kembali melangkahkan kaki mendekat ke ranjang gadis angkuh itu. Kuletakkan perlahan kitab suci dari Si Mbok di dekat cawan berbahan logam stainless ini."Kenapa Pak Ustadz masih di sini? Apa Pak Ustadz benar-benar peduli sama gadis buruk rupa yang nggak jelas kayak aku ini?!" ucapnya, mungkin terdengar angkuh.Namun menyiratkan makna yang cukup dalam, dan memelas. Ingin dikasihi, namun tak sampai hati dia
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Daniella Arnetta Vernandi-------Laki-laki yang terhitung baru beberapa hari kukenal itu, kini melantunkan ayat-ayat Tuhan di sebelah ranjangku. Suaranya begitu merdu, tak pernah aku senyaman, dan semerinding ini mendengar orang mengaji. Dalam setiap ayatnya, seperti ada getaran dahsyat, yang menyentuh relung batinku. Di matanya tak tampak apapun selain ketulusan, dan kejujuran. Mengapa orang ini begitu peduli padaku, si gadis buruk rupa yang telah tak dianggap lagi sebagai manusia?Selama ini aku selalu skeptis memandang terhadap orang lain yang mendekatiku. Namun, kali ini tidak. Terus kupadangi wajahnya dengan seksama. Pemuda dengan kulit coklat nan eksotis, berkumis tipis, kutebak sekira usia kurang dari tiga puluh tahunan, yang berlesung pipit. Matanya coklat lebar, dan kontur wajah yang sedikit bulat. Hidungnya cukup mancung, meski tak setinggi hidungku. Saat dia memandang ke arahku, aku geragapan, dan berpura-pura menatap sekeliling, ber
Ustadz Ashraf yang Unik Pov Daniella Arnetta Vernandi ----Pertemuan dengan Ustadz Ashraf cukup berkesan. Bukan tanpa alasan. Dia pria yang tulus, bersedia menolong sekalipun belum terlalu kenal. Dia pria yang tidak berprasangka buruk kepada gadis yang identitasnya tidak jelas seperti diriku. Aku mengira di dunia ini seluruh dunia menolak keberadaanku, dan hanya si Mboklah yang menerima. Ternyata tidak. Ustadz muda itu benar-benar membuatku ingin berjumpa lagi dengannya esok hari. "Mbok, badanku udah enakan, abis minum obat tadi. Aku boleh nggak, nyari sinyal ke pohon sana!" ijinku pada Si Mbok yang masih asyik melipati pakaian. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku sudah cukup lelah berbaring terus seharian. "Non mau apa? Besok-besok kan bisa, Non?!" "Hmm ... ada keperluan urgent banget mbok! Aku udah nyiapin list hal yang aku butuhin ke Papa!""Tapi Non masih sakit!""Enggak, Mbok! Aku nggak sakit! Kemarin aku minum obat, hari juga udah!" Sejujurnya, aku ingin ke sana
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMMakanan dari Dedemit Pov Ashrafil Ambiya'----Bisakah ini kusebut pertama kali? Gadis itu, adalah yang pertama, meski banyak keraguan menggelayuti. Gadis yang belum kukenal identitasnya secara gamblang itu, adalah gadis yang pertama kali membuatku bersentuhan dengannya secara langsung, tanpa aling-aling. Bahkan aku membopong, dan membawanya masuk ke kamar. Gadis itu, gadis yang menjamuku makan di rumahnya, ditemani dengan senyum ramah si Mbok. Gadis itu yang pertama membuatku tak bisa tidur sepanjang malam hanya karena memikirkannya mengapa dia bisa menjadi sampai seperti itu. Perasaan macam apa ini? Bagaimana mungkin? Aku jatuh hati pada gadis jelita, yang wajahnya hanya ada di gambar yang terpampang. Namun, kenyataan ada di hadapanku adalah gadis yang ... kebalikan dari itu. Normalkah perasaanku ini?! Kurasa manusiawi jika hati merasa berdenyar waktu jumpa pertama karena terpesona oleh keindahan paras. Sedangkan yang kutemui justru sebaliknya
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'Senyuman Daniella ----"Owalah, ya sudah kalau gitu. Pakde panasin dulu ini sup dagingnya! Eman-eman. Ini hidangan mewah, Shraf!"Setelah memanaskan kuah sup, pakde kembali ke meja makan, dan kami pun melahap hidangan ini dengan penuh semangat. "Pakde! Gadis yang biasa main di pohon jambu itu, bukan demit! Tapi dia anak asuhnya Mbok Trami, yang dari Jakarta, Pakde!" kataku memulai kembali obrolan di tengah suapan yang telah terlahap. "Yang benar Shraf?!""Iya, Pakde!""Apa dia kena gangguan jiwa, Shraf?!""Bukan, Pakde! Dia sakit, tapi bukan gangguan jiwa!" "Yoweslah kalau gitu, yang penting dia ndak ngganggu! Kamu juga jangan dekat-dekat sama dia! Nanti menimbulkan prasangka orang-orang!" Bagaimana mungkin aku menuruti ucapan Pakde untuk menjauhinya, sedangkan setiap hari saja, aku ingin berjumpa, dan mengunjunginya! Ingin tahu bagaimana kabarnya, apakah dia baik-baik saja. Ataukah tidak. Daniella, semoga esok hari kita bisa
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM Selalu Ingin Ke Pohon Jambu Pov Daniella Arnetta Vernandi----Sebelum Ustadz Ashraf mendekat dan mengajakku ngobrol, sengaja tadi kucuri fotonya. Kujepret asal tanpa sepengetahuannya sebagai kenang-kenanganku nanti, bilamana kelak aku meninggalkan kampung halaman si Mbok ini. Ustadz Ashraf menawariku sebuah salep pengobat gatal yang didapatnya dari sang guru. Baiklah. Akan kuterima esok. Semoga ini adalah jalan usaha yang bisa kutempuh supaya lekas terbebas dari penyakit ini. Perlahan-lahan. "Daniella, mohon maaf aku nanya kayak gini. Apa Daniella bisa mengaji, dan membaca al-qur'an?" tanyanya ragu, dengan penuh kehati-hatian. Sepertinya Pak Ustadz Ashraf ini tipikal orang tidak enakan alias people pleased, yang kerapkali minta maaf, meski dia tak bersalah. "Nggak perlu minta maaf, Pak Ustadz! Pak Ustadz nggak salah apa-apa, kok. Aku bisa ngaji, Pak Ustadz! Aku pernah ikut mengaji di masjid dekat rumah, sampai tuntas iqro' 6, si Mbok yang ngante
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta VernandiApa Aku Masih Berhak Bahagia? ***"Nggak papa deh, yang penting kamu bahagia! Ngomong-ngomong, apa besok siang aku boleh main ke rumah si Mbok?""Boleh dong! Boleh banget Pak Ustadz! Tapi, bukannya Pak Ustadz sibuk di ladang?""Aku dari pagi sampai siang, biasa ke tambak kadang ke sawah. Adzan dhuhur, aku pulang. Nah, kalau dhuhur sampai ashar, aku istirahat. Sehabis ashar aku ngajar ngaji. Setelah ngajar ngaji, aku nyari pakan kambing, trus ketemu kamu di sini!""Sibuk banget ya, Pak Ustadz! Masih muda, pekerja keras, lagi! Jarang ada anak muda yang mau kerja kayak Pak Ustadz! Apalagi sekarang jamannya serba canggih, anak muda lebih suka santuy-santuy, nongki di kafe wifi!" "Ya kayak gini, kerjaan aku, Dan. Aku udah yatim piatu sejak kecil, dirawat sama Pakde. Kalau Dan sendiri, sebelum tinggal di sini, Dan kerja apa?""Aku ... aku masih berstatus mahasiswi yang belum kerja, Pak Ustadz! Aku apa-apa masih bergantung sama
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMHayunda, Anaknya Pak Lurah POV Ashrafil Ambiya'-------Setelah berdoa dan berdzikir sebelum memejamkan mata, untuk istirahat malam. Mengapa bayangan Daniella selalu terlintas. Wajah gadis berambut sebahu nan ombak berwarna kecoklatan itu, terus berputar-putar di otakku. Senyuman di bibir tipisnya nan mungil, membuatku tak bisa lupa, meski hanya sekadar di dalam gambar berbingkai. Hidungnya yang mbangir, sorot mata nan bulat coklat indah memancar membuatku kian teringat. Kulitnya putih bak pualam, begitu kontras dengan dress hitam selutut yang membalut tubuhnya. Betisnya tampak begitu putih. Benarkah, gadis yang ada di gambar itu adalah gadis yang setiap hari bersamaku, bahkan dia yang kubopong menuju kamarnya? Aku masih benar-benar tidak percaya. Tadi sore aku mengantarnya pulang, meski dia berulangkali menolak. Daniella ... sepertinya dia adalah gadis yang berperangai dingin, juga sulit membuka hati. Apakah di hatinya masih bertahta pria yang ada