"Astaga... ini sungguh melelahkan."
Arinda, seorang wanita cantik berambut pendek dengan seragam polisi tiba-tiba mengeluh di dalam kantornya.Pada malam hari, wanita yang baru berumur 23 tahun dan sudah menjadi inspektur polisi tingkat satu itu merasa tak berdaya saat memeriksa semua laporan di depannya."Belum selesai dengan kasus-kasus yang belum terselesaikan, ini adalagi kasus yang sangat merepotkan."Mengambil berkas-berkas laporan di atas meja, Arinda mengerutkan keningnya dan bergumam, "Sebuah rumah meledak secara tiba-tiba di siang hari saat semua orang masih beraktivitas tapi tidak ada satupun bukti yang tertinggal. Tidak ada saksi mata, dan hanya ada laporan tentang korban suami istri yang meninggal, serta gadis kecil yang hilang.""Lokasi kejadian terjadi diperkotaan yang padat penduduk, tapi tidak ada satupun yang menyadarinya, ini benar-benar tidak biasa!"Alis Arinda semakin berkerut saat terus membacanya, dan akhirnya hanya mendesah tidak berdaya. "Orang-orang ini benar-benar ahli. Siapa yang bisa melakukan hal-hal semacam ini dengan sangat sempurna?"Menghela nafas panjang, Arinda yang merasa lelah dan bingung mulai memijat keningnya yang mulai sakit, dan menutup mata.Bahkan jika Arinda masih muda, dan sangat cekatan pada hari-hari biasa, dia masih tidak bisa memahaminya sama sekali dan hanya bisa berharap akan ada petunjuk yang datang.Hanya saja, dia tampak menjadi ceroboh sampai-sampai tidak menyadari bahwa ada orang asing yang masuk ke ruangannya, dan sudah berdiri di depan mejanya."Siapa dia?"Satu pertanyaan yang terdengar segera membuat tubuh Arinda tegang, dan dengan spontan mengangkat kepalanya.Hanya saja, saat sudah mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, Arinda merasa seluruh tubuhnya merinding, dan jantungnya berdetak lebih kencang.Takut!Yah! Ketakutan adalah apa yang Arinda rasakan saat melihat mata hitam dingin tanpa emosi, serta perasaan aneh yang muncul di udara, dan tiba-tiba membuat seluruh tubuhnya terasa dingin.Wanita itu tidak tahu apa yang terjadi, tapi saat menyaksikan mata pihak lain, dia tiba-tiba hanya ingin melarikan diri."Ka-ka-kau...siapa kau?"Bahkan jika Arinda adalah seorang polisi dan telah melihat banyak jenis berandalan selama bertugas, dia masih tidak bisa menahan hatinya untuk tidak merasa ketakutan.Karena pada saat ini, mata tanpa emosi, yang samar-samar terlihat melalui rambut gondrong tak beraturan dan hampir menutupi seluruh wajah orang di depannya itu seperti tatapan dari seekor binatang buas.Benar! Arinda tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia tahu jika orang didepannya adalah seorang pria, dan masih sangat berbahaya.Bahkan jika saat ini pria aneh dengan rambut gondrong, dan pakaian seperti pengemis itu terlihat menyedihkan, ada aura intimidasi yang membuat hati Arinda kewalahan."Jalan Aa Rahmat, no 45. Atas nama kepala Keluarga Sundara. Satu gadis kecil menghilang dan kedua orang tuanya mati terbakar, siapa yang melakukannya?" Masih tanpa emosi dan ekpresi, suara pria itu terdengar lagi."A-a-ku..."Untuk pertama kalinya sebagai seorang polisi, saat mendengar dengan jelas suara pria itu, seluruh tubuh Arinda tiba-tiba bergetar, dan akhirnya bisa merasakan apa itu perasaan akan kematian.Arinda hampir tidak bisa bernafas dan bergerak. Tapi entah kapan, polisi wanita itu tiba-tiba merasakan suasana di sekitarnya kembali stabil, dan dia bisa kembali bernafas dengan tenang.Menghela nafas panjang selama beberapa saat untuk menstabilkan emosinya, akhirnya Arinda bisa berpikir lenih jernih dan kembali duduk dengan tenang.Mengawasi orang yang seperti pengemis di depannya ini, Arinda dengan suara yang dipaksakan berkata, "Pak, atau tuan ini, disini adalah kantor polisi, dan semua hal tentang apapun yang dilaporkan harus melalui protokol yang telah ditetapkan.""Tuan ini, malam-malam seperti ini datang seperti ini, apakah ada yang bisa saya bantu?" Bertanya seperti ini, Arinda sebenarnya hanya mencoba untuk tetap tersenyum dan berkata dengan sopan terlepas dari semua kekacuan dihatinya,Hanya saja, pria itu masih tanpa ekspresi, dan hanya berdiri di sana tanpa suara sama sekali.Dia hanya diam dan tak bergerak seperti patung, yang hanya mengawasi polisi wanita didepannya tanpa kepastian.Pada akhirnya, itu membuat suasana kembali tegang.Arinda benar-benar tidak tahu dan tidak mengerti, tapi sebagai aparat negara, dia mencoba untuk tetap tenang, dan tersenyum sekali lagi sebelum berkata, "Tuan, nama saya adalah Arinda. Saya adalah satu-satunya inspektur polisi yang bertugas di kantor malam ini. Jika Tuan memiliki keluhan atau apapun itu, Anda bisa--""Siapa? Siapa yang melakukannya? Siapa orang bodoh yang berani untuk menargetkan Sundara? Katakan, siapa pelakunya?""Hah?" Di hentikan dan diberikan pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya, jiwa polisi Arinda berontak dan semua ketakutan di awal tiba-tiba menghilang begitu saja.Mengabaikan semua identitas dan sebagainya, Arinda marah saat mengira bahwa orang yang tampaknya gila ini sepertinya sedang mempermainkan dirinya.Menempatkan kedua tangannya di atas meja, dan mengawasi pria asing didepannya dari atas kebawah, dengan nada sedikit dingin Arinda berkata, "Jika tidak ada yang ingin dilaporkan, sebaiknya Anda keluar.""Hum..."Bersamaan dengan suara pelan tapi berat penuh penekanan itu, Arinda tiba-tiba merasakan bahwa ada tekanan luar bisa yang entah darimana datangnya, dan membuat seisi ruangan sesak.Tidak, bukan hanya ruangan, tapi hati dan nafas Arinda juga mengalaminya.Sulit bernafas, dan perasaan dingin menjalar di seluruh tubuhnya.Tapi, Arinda adalah seorang polisi dan bukan orang biasa.Meskipun hati dan pikirannya kewalahan, dia masih bisa tetap menstabilkan posisinya dan secara perlahan-lahan menurunkan tangan kanannya ke bawah meja.Memegang sebuah pistol yang memang sudah ada di sana sejak awal, Arinda bertekad untuk tidak tunduk kepada orang asing ini, dan dengan tegas serta dingin menatapnya tanpa sedikitpun ketakutan.Dau orang, satu pria gelandangan dan polwan saling memandang dalam suasana yang tegang.Tidak ada yang mengalah dari keduanya.Entah telah berapa lama waktu berjalan, pria asing itu akhirnya menggerakkan kepalanya, dan mengarahkan pandangannya ke arah lain.Arinda sedikit lega saat menyaksikan pria itu akhirnya menyerah dan mengalihkan pandangannya.Akan tetapi, saat mengetahui dimana orang asing itu melihat, kemarahan kembali muncul di hatinya."Katakan pada atasanmu jika "R E D" ingin meminta penjelasan.""Hah...apa?" Arinda yang akan berbicara segera terkejut saat mendengar perintah itu.Perintah? Bukankah ini adalah kantor polisi? Dengan identitasnya, selain atasannya, siapa yang berhak memberinya perintah?Tapi, pria asing dan gila ini memberikan dirinya perintah?Beraninya dia?Arinda marah dan tiba-tiba berdiri, tapi saat tersadar, dia sudah tidak melihat orang asing barusan.Apa yang ada sekarang adalah ruangan kantor yang sunyi senyap, serta pandangan dari pintu kantor yang tidak tertutup, dan menampilkan pemandangan yang membuat jantungnya kembali berdetak dengan cepat.Mata Arinda melebar, dia sangat terkejut dan ingin berteriak. Tapi dadanya terasa sesak dan hanya bisa membuka mulutnya lebar-lebar tanpa sedikitpun suara yang keluar. "Aah!!"Entah telah berada waktu berlalu, bersamaan dengan keringat dingin yang keluar dari keningnya, suara jeritan akhirnya keluar dari mulut Arinda.Menjerit.Jika saat ini ada seseorang, atau bawahan Arinda yang melihat kondisinya menjerit ketakutan seperti gadis kecil, siapapun pasti akan curiga. Karena selama ini, Arinda terkenal sebagai aparat yang tegas dan tak kenal takut pada apapun. Tapi hari ini, dia menjerit dengan mata dan mulut terbuka lebar serta keringat dingin yang terus menerus turun membasahi keningnya. Sebenarnya reaksi Arinda tidak terlalu berlebihan, karena dari tempatnya berdiri, dia melihat bahwa ada seorang polisi yang sedang tergeletak dilantai tak sadarkan diri. "Sial!" Sadar bahwa itu adalah polisi yang tergeletak dilantai kantor polisi, Arinda segera berlari untuk menghampirinya..Aka
"Apa?!""Apa yang barusan Dewi katakan?!""Apakah Dewi baru saja memanggil gelandangan itu sebagai Tuan?"Semua orang terkejut dan tidak mempercayainya. Saking terkejutnya, bahkan sampai ada yang menampar pipinya sendiri. "Plak!""Auh...sakit! Ini bukan mimpi!""Tidak mungkin! Ini benar-benar tidak mungkin!""Dewiku... Dewi Bell yang selama ini aku puja dan kagumi ternyata memanggilnya Tuan?""Ini... ini... apakah ini Neraka?"....Mengabaikan semua keterkejutan disekitarnya, ekpresi Bella masih hormat dan dengan lembut sedikit melirik gelandangan di sampingnya, dan membuka bibirnya, "Tuan, apakah Anda membutuhkan---""Aku perlu membersihkan diri." Suara ringan dan acuh tak acuh terdengar. "Membersihkan diri?" Bella terkejut dan segera mengangkat kepalanya.Tapi wanita itu tidak memiliki waktu untuk terkejut dan harus segera mengejar orang dia panggil "tuan" itu kedalam hotel. Seperti seorang pelayan, Bella menunjukkan jalan kepada pria tanpa identitas itu, dan tidak sekalipun ber
Seolah-olah baru saja melihat hantu, ekpresi wajah Komisaris Burhan terlihat sangat ketakutan, dan butiran-butiran keringat dingin terlihat jatuh dari keningnya. Tidak berbicara, mulut komisaris Burhan tampak bergumam tanpa suara beberapa kali, dan pelipisnya terus menerus berkedut. Ekpresi yang tampak sangat berlebihan bagi Arinda itu secara alami membuatnya mengerutkan kening terkejut, dan bertanya-tanya.Bagi Arinda, Komisaris Burhan bukanlah orang asing, dan dia sangat mengenalnya dengan sangat baik. Sejak Arinda bisa mengingat, pamannya ini tidak pernah sekalipun membuat ekpresi ketakutan semacam ini. Bahkan jika itu adalah seorang pembunuh berantai yang membunuh puluhan orang dengan kejam, ekpresi marah adalah apa yang akan komisaris Burhan keluarkan, dan bukan ketakutan. Tapi, kenapa sekarang dia berekspresi sangat berlebihan? R.E.D, apa itu? Kenapa Komisaris Burhan yang sebelumnya terlihat sangat marah tiba-tiba berubah menjadi ketakutan saat mendengarnya? R.ED, apakah
"Apakah kamu berpindah lagi?" Jika ada orang lain saat ini dan melihat Rendy yang bertanya pada sebuah tato di dadanya, mereka mungkin akan menganggap Rendy sebagai orang gila. Tapi jika melihatnya lebih teliti, itu akan terlihat normal.Karena sekarang, Naga di dada Rendy tampak merespon pertanyaannya.Mulutnya yang terbuka kembali menutup, dan mata merahnya seolah-olah menatap langsung ke arah mata Rendy. "Uh?"Dengan aura aneh, dan dominan dari tatapan mata itu, Rendy tiba-tiba merasakan tubuhnya panas. Tapi itu belum seberapa. Tepat ketika Rendy merasakan tubuhnya terbakar, dia merasakan ada yang menggeliat di dadanya. Dan saat melihat apa yang terjadi, alis panjang Rendy berkerut. "Aarrgh!!"Sebuah teriakan sangat keras tiba-tiba terdengar, dan membuat Bella yang sedang berada di ruang tamu terkejut. Wanita itu segera berdiri dan berlari ke arah kamar. Mendengar suara rintikan air dikamar mandi, Bella tidak berpikir panjang segera membukanya. Tapi dia menemukan pintu di
Pria itu bukan orang lain, dia adalah komisaris Burhan.Orang yang Arinda sebut paman, dan orang yang segera ketakutan saat mengetahui bahwa Rendy-lah yang membuat masalah di kantor polisi. Dia tidak datang sendiri, tapi datang dengan tiga pemuda, dan tampak masih tidak berpengalaman. Itu bisa diketahui saat mereka bertiga tampak kebingungan dan bertanya-tanya ketika mendengar atasannya, komisaris Burhan berkata sangat sopan kepada Rendy. Mengingat status Komisaris Burhan, seharusnya orang biasa tidak memiliki kemampuan untuk membuatnya hormat. Tapi pria ini bisa? Siapa dia sebenarnya? Mereka bertiga merasa penasaran, dan dengan keingintahuan mereka yang sangat besar, diam-diam mereka menyelidiki Rendy yang sedang duduk di kursi. Tapi mereka bertiga tidak menemukan keanehan apapun selain pemuda yang hampir seumuran dengannya, dan hanya pemuda dengan kaos serta celana jeans biasa. Jikalau ada, itu adalah rambut panjangnya yang terlihat mencolok, serta wajah tampan dengan ekpresi
Untuk pertama kalinya sejak awal sampai akhir, Rendy tiba-tiba mengangkat alisnya, dan merasa terkejut dengan reaksi komisaris. Tapi kejutan itu hanya sesaat, dan dia kembali tenang berkata, "Aku hanya menginginkannya untuk datang kemari besok pagi. Jika tidak, kalian tahu?" Tubuh tua komisaris Burhan tampak gemetar tak terkendali, dan ekspresinya sangat tidak rela. "Tuan, dia... Dia masih muda dan tidak tahu apa-apa. Dia adalah keponakan dan putriku satu-satunya, saya benar-benar memohon Tuan melepaskannya.""Saya benar-benar minta maaf atas namanya. Jika dia membuat Tuan marah, nyawa saya bisa digunakan sebagai gantinya.""Dor!"Suara pistol terdengar dan membuat empat orang di lantai menegang. Khusus untuk tiga pemuda dibelakang komisaris Burhan, mereka merasa sangat ketakutan dan tidak bisa untuk tidak melihat kearah atasannya sambil menahan nafas. Mereka bertiga sangat gugup, panik dan taku, lekat-lekat mengawasi tubuh berlutut komisaris Burhan yang sebentar lagi akan mengel
Dewa?Mata dan mulut Julia melebar. Berdiri mematung di depan pintu, dia sangat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang Bella katakan. Dewa, bukankah itu eksistensinya yang diluar imajinasi Manusia? Membalikan awan dan menciptakan hujan, apakah gelandangan itu mampu melakukannya?Tidak? Tidak mungkin! Bella pasti bercanda! Tidak mungkin gelandangan barusan orang seperti itu. Ini pasti hanya kecelakaan. Atau jangan-jangan ini karena Bella sudah diperdaya oleh pria itu dan akhirnya memanfaatkan statusnya. Benar! Pasti pria itu melakukan sesuatu pada Bella. Bagaimanapun, Julia telah mengenal Bella sejak lama, dan sangat tahu jika temannya ini bukanlah orang bodoh yang mudah dimanfaatkan. Dia juga bukan wanita yang mudah percaya, terlebih lagi itu adalah seorang pria. Bahkan, Bella juga tidak pernah sedikitpun melirik pria yang benar-benar baik dan mapan. Tapi sekarang, saat Bella sangat bersikeras dan mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal hanya untuk pria tak dikenal, sesua
"Apa yang kalian pikirkan adalah benar," Komisaris Burhan mengangguk, dan melihat tiga pemuda didepannya selama beberapa waktu.Cukup lama menyaksikan tiga pemuda yang hampir kembali kencing di celananya itu, komisaris Burhan melanjutkan, "Dia kembali untuk mencari siapa yang membunuh kedua orang tua dan adiknya." "Dia kembali untuk membalas dendam, dan kalian harus tahu juga. Dia adalah satu-satunya manusia di negeri ini yang memiliki izin khusus untuk membunuh siapapun yang ingin dia bunuh." "Sekalipun itu aku, dia bebas melakukannya. Bahkan jika dia membunuh seluruh petugas di kantor polisi, kasus besar semacam ini hanya akan menguap begitu saja." "Kalian bisa berpikir sendiri, bagaimana orang dengan kekuatan semacam itu saat bertindak dan marah mencari pembunuh keluarganya." "Glek...." Lagi dan lagi, setelah komisaris selesai berbicara, suara menelan ludah tiga kali berturut-turut kembali terdengar dari ketiganya. Pada saat ini, tiga petugas polisi muda, yang hanya berpangka