Setumpuk kertas Binar letakan di atas mesin pencetak. Dia sedang mencopy sebuah dokumen. setelah melihat mesinnya sudah mulai bekerja, Binar menghembuskan napasnya. Pagi ini sudah sangat memelahkan, entahlah kenapa mendadak pekerjaannya begitu sangat sulit ia kerjakan.
Tiba-tiba saja, diantara teraturnya suara mesin pencetak. Binar menemukan sebuah sesuatu hal yang ada pada ingatannya.
Dia teringat, jika semalam dia sempat akan mengunduh foto yang dikirim Fany, akan tetapi gagal karena dia kehabisan data internetnya. Semalam juga dia sudah berencana akan mengunduhnya di kantor, sebab di kantor memiliki akses wifi secara gratis bagi karyawannya.
Segera Binar meronggoh ponselnya, dan menyambungkan perangkatnya pada wifi perusahaan. akan tetapi wifi itu tidak dapat terhubung, mungkin karena terlalu banyak perangkat yang tersambung jadi server mengalami sedikit gangguan.
Alhasil Binar hanya bisa melenguh.
“Kau kenapa?”
Lenguhan Binar rupanya terpergok oleh Fany, wanita itu mengampiri Binar dengan wajah yang rupawan.
“Kau sudah menerima foto yang ku kirim semalam bukan? Apa presdir kita sangat tampan?” Fany rupanya masih mengejek. Dia pikir Binar meminta foto Gibran, karena Binar itu menaksirnya.
“Bagaimana aku bisa menilai dia tampan atau tidak, jika aku saja belum bisa mengunduhnya.”
“Kenapa?” Fany tampak bingung, bukankah dirinya sudah mengirimkannya kepada Binar
“Paket data internetku habis.”
Fany tertawa “Bagaimana bisa. Kau bukan wanita tanpa gaji lagi sekarang. Kau bisa membelinya lagi.”
“Kau tahu, setiap bulan aku memiliki tagihan,” jawab Binar dengan congak sedikit kesal
“Kalo gitu mau aku perlihatkan langsung fotonya?”
Ide Fany benar-benar sangat bagus. Dan Binar tidak ingin menyianyiakan itu. Akan tetapi pada saat Fany akan mengeluarkan ponselnya, sebuah pengumuman dari pengeras suara mengudara
“Ahh. Aku sampai lupa, jika hari ini presdir kita yang baru akan menyapa kita.”
Binar juga tampak baru mengingatkan, padahal sejak tadi teman-teman Divisinya sudah membahas hal ini.
Dalam pengumuman itu, terdengar bahwa seluruh karyawan Moon Light, diperintahkan untuk berkumpul di Lobby utama. Presdir perusahaan akan menyampaikan sedikit kata-katanya, melalui layar LED besar.
Seraya berjalan di belakang Fany, dia teringat tentang pesan yang Gibran dikirimkan semalam. Jam sembilan pagi, di Lobby utama. Apa ini?
Binar berdiri di jajaran paling depan, bersama Fany tentunya. Dan dia menunggu layar LED menampilkan sebuah vidio. Dan perasaan Binar saat ini benar-benar gugup
Dalam hitungan ketiga, layar LED berubah. Menampilkan sosok Gibran Emilio Fransisco yang terlihat sangat tampan, juga gagah dan terlihat berjiwa pemimpin yang sangat kental.
Binar terkejut, dia sampai merasakan pasokan udaranya menipis. Dia benar-benar terkejut jika laki-laki yang muncul sebagai presdir yang baru itu, adalah laki-laki yang Binar pikir, dia adalah penculik dan pembohong besar.
Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang?
Melihat ekspresi Binar yang tampak berbeda, membuat kalimat tanya dari seorang Fany “Kau mengenal presdir Gibran?”
“Tidak.” Binar menjawab dengan datar
Disisi lain. Dia lantai atas. Gibran sendiri sedang berdiri tegap, dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana berwarna biru dongkernya. Matanya menatap sosok Binar yang berada di lantai utama. Menatapnya tanpa menghindar sedikit pun. Hal itu membuat Adiwangsa yang berada di sampingnya, menjadi penasaran dan curiga. Jika Gibran sedang ada suatu hubungan dengan wanita yang sedang dilihatnya itu. Karena Adiwangsa sendiri merasa, jika tatapan mata itu berbeda.
“Deolinda, sudah memberi tahu jadwalnya bukan?”
Adiwangsa mengangguk “Acaranya akan dimulai satu jam lagi.”
“Tolong, atur waktu lagi untuk pekerjaanku hari ini.”
Adiwangsa mengangguk patuh “Baik presdir.”
“Dan satu lagi, aku akan berangkat sendiri.”
Adiwangsa mengangguk lagi. Dia sangat mengerti tentang urusan pribadi orang lain.
“Tolong siapkan mobilnya, 20 menit lagi.”
Setelah mengatakan itu dan mendapati jawaban dari Adiwangsa. Gibran berjalan, menuju ruangannya kembali.
Tanpa diketahui oleh Gibran, jika sejak tadi Binar dari bawah menatapnya. Dengan pandangan yang nanar, seperti ada sebuah kekecewaan pada hatinya.
Kemudian Binar berkata “Ternyata kau terlalu tinggi, untuk aku yang berada dibawah.”
Seperti biasanya, dalam rutinitas paginya. Embun akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk toko rotinya. Hari ini lumyan, dia mendapati pesanan seratus bungkus roti, tentunya membuat Embun memiliki semangat yang lebih dari hari-hari biasanya.Dengan kedua kaki yang tidak lagi kuat, Embun berjalan dengan membawa beban di kedua tangannya. Saat dia berjalan melewati toko pakiannya Deolinda, langkah kakinya terhenti, apalagi matanya yang seolah terpaku di sana. Detak jantungnya mulai berdetak tidak teratur, saat wanita yang berada dihadapannya melepaskan kacamata hitammnya, kemudian dia tersenyum.Embun, membuang muka seraya mendengus. Dia enggan membalas sapaan manis itu.Juwita, dengen setelan mahal dan tas mewahnya itu melangkah satu langkah ke depan. Dalam tampilan kedua wanita itu sangat memperlihatkan sekali kesenjangan.“Apa kabarmu?” tanya JuwitaEmbun masih tampak tidak suka. Namun dia tidak akan tinggal diam saja “
“Aku sudah menjadwalkan ulang, pertemuan kita bersama beberapa klien, presdir.” Adiwangsa menyerahkan tab hitam kepada Gibran, yang berisi pergantian jadwalnya.Gibran mengangguk, kemudian bangkit dari kursi kebesarannya itu. Dan melepas setelannya, lalu mengantinya yang baru. Dengan jas berwarna hitam, yang diberikan Deolinda untuk ia kenakan dalam acaranya kali ini.“Apa ayah anda tidak mengetahui acara ini, presdir?” tanya Adiwangsa, saat Gibran sedang memakai jasnya.“Kenapa? Apa dia bertanya padamu? Atau kau yang berniat untuk memberitahunya?”Mendengar jawaban itu, Adiwansa menjadi tahu, jika Gibran tidak membicarakan ini kepada keluarganya“Tuan Jackson, pasti senang mendengar kabar ini.”“Ya. Aku pikir tidak perlu memberitahunya, jika ayah akan tahu dengan sendirinya.”“Acara itu, dihadiri banyak media. Itu akan sangat menguntungkan perusahaan. Anda pasti telah
Di dalam ruangan yang tampak mewah dan berkelas, wanita dengan tampilan menawan itu, sedang duduk di meja rias. Menatap pantulan dirinya yang rupawan di depan cermin, kadang Deolinda berpikir, kehidupannya begitu mewah, akan tetapi mengapa dirinya tidak bisa membeli kepuasannya dalam hidupnya sendiri. Sejak dulu, bahkan perihal laki-laki yang berhak untuk pendamping Deolinda, harus ditentukan oleh keluarga. Apakah dirinya terlahir untuk memperluas hubungan perusahaannya? Bukan untuk terlahir sebagai manusia yang penuh akan tanggung jawab? Kini wanita itu, mengalihkan tatapan matanya kepada sang ibu dibelakangnya. Yang kelihatan sedang sibuk dengan tab miliknya. “Ibu, kemari hanya untuk melihat tab,itu?” Deolinda menyindir. Wanita itu memang selalu ahli dalam hal semacam ini Sang ibu menghela napas, kemudian menyimpan tabnya ke atas meja dan mulai memperhatikan putrinya. “Kau cantik dengan dress itu.” Juwita kini memangku, satu majalah fasion yang bera
Mendengar pertanyaan dari wartawan itu, Gibran menarik bibirnya, kemudian berkata dengan tenang“Semua itu hanya rumor. Tolong, kedepannya jangan terlalu percaya dengan berita yang ada. Karena itu semua belum tentu benar.”Bukan hanya wartawan yang bertanya, semua wartawan yang ada mengangguk merasa puas dengan jawaban yang Gibran berikanSetelah mengatakan itu, Gibran menarik tangan Deolinda untuk berjalan menuju ruangan acara. Deolinda diam-diam tersenyum. Merasa lega dengan keadaan.“Kau memberikan jawaban yang sangat memuaskan. Ayahmu dan ayahku pasti akan senang mendengar itu,” bisik DeolindaGibran sedikit mengerinyitkan alisnya. Pasalnya ini adalah kali pertamanya Deolinda mengatakan pujian terhadapnya seperti ini.“Apa kau sedang mengungkapkan kekagumanmu?”Deolinda mendengus “Aku hanya sedang mengapresiasi usahamu. Tolong jangan percaya diri.”Gibran mengangguk, kemudian
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika. Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya. Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya. Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat buruk di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi “Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya Sebelu
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika.Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya.Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya.Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat jelek di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi“Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya
Sungguh kalimat Gibran mampu membuat Binar terdiam cukup lama. Dalam keterdiaman itu, selamanya Gibran tidak akan pernah tahu jika hatinya telah jatuh dengan menjijikan. Hanya karena sebuah kata yang keluar dari mulut laki-laki ituSampai, Mobil milik Gibran terparkir di depan rumah Binar. Sejak saat itu, Binar tidak pernah membuka mulutnya untuk berbicara.“Terima kasih, telah mengantarku pulang.” Segera Binar membuka pintu, dan meranjakan dirinya keluarSebelum Binar masuk ke dalam rumahnya, Gibran menurunkan kaca mobilnya “Ingat. Aku masih akan menagih hutangmu.”Tolong, katakan sekali lagi kepada laki-laki itu. Binar benar-benar kehilangan cara bagaimana untuk mengatakan jika dirinya tidak ingin melakukan hal itu.“Aku tidak akan pulang. Sebelum kau menganggukan kepalamu.”Apa? Binar semakin dibuat terkejut. Laki-laki di depannya ini benar-benar, membuatnya prustasi“Iya, tuan.” Pada
Jackson benar-benar sangat marah kepada Gibran. Putranya itu telah melakukan kesalahan besar, kepada keluarga Diatmika.Gibran tidak mengantar Deolinda pulang ke rumah, demi untuk bertemu seorang gadis lain. Di mana letak harga diri keluarganya?“Apa Gibran selalu bertindak sendiri seperti ini?” Jackson bertanya kepada Adiwangsa“Ya tuan, saya sendiri tidak mengetahui, jika Tuan Gibran akan bertemu dengan wanita lain seperti ini?”“Siapa wanita itu?”Adiwangsa, melihat foto itu. Dan dia sedikit mengingat dengan wajah wanita yang berada di foto berhadapan dengan Gibran.Ya, itu adalah wanita yang sempat bertemu dengan Gibran, di lobby perusahaan.“Saya tidak mengetahui dengan jelas siapa wanita itu. Yang saya tahu, dia juga berkerja di Moon Light.”“Aku minta. Kau terus awasi wanita itu. Jika sampai dia melebihi batas, beri tahu aku.”Adiwangsa menganggu