Share

Bibi Lerina Tidak Menyukaiku

Bab 5

Lerina begitu kesal, pasalnya dia sampai rumah sudah pukul tujuh malam. Dia hanya belanja sedikit tadi, bahkan dia tidak sempat mengunjungi kucingnya.

Hal rutin yang dilakukannya setiap pulang bekerja. Lerina sudah menampung sekitar seratus ekor kucing, dia menyewa bekas tempat lapangan futsal yang terbengkalai, tempat itu berdinding kawat yang kokoh.

Setiap sore dia akan berkunjung dan membagi makanan untuk mereka. Tapi hari ini dia tidak sempat. Lerina balum mampu memindahkan mereka ke tempat yang layak saat ini. Untuk itulah dia ingin bekerja lebih keras agar bisa mengurus kucingnya dengan baik.

Lerina terlalu lelah hari ini, selesai membersihkan tubuh dia segera memasak untuk makan malamnya. Sebelum tidur dia buka laptopnya ada email dari Presdir. Lerina segera membacanya. Ternyata itu adalah perubahan untuk proyek yang mereka tinjau tadi.

"Dasar penggila kerja, apa dia tidak tahu ini sudah malam?" Ck.

Lerina memilih menutup laptopnya. Dia sudah sangat mengantuk dan lelah, tubuhnya kini menuntut haknya.

Di rumah Han Zoku. Dia tidak bisa tidur, untuk itulah dia memgirim email itu pada sekretarisnya.

Han memikirkan Sean yang kembali meminta mommy untuknya. Haruskah ia menurutinya?

Dia tidak pernah ingin menjalin hubungan pernikahan, baginya itu sangat ribet, kita akan di tuntut untuk ini dan itu dan pasti itu sangat membosankan untuknya.

Dia sampai tertidur di ruang kerjanya. Dia tersadar ketika subuh. Han Zoku segera menuju kamarnya. Dia langsung mandi dan memakai pakaian kerjanya.

Dia mematut penampilannya di cermin, dia tampan dan nyaris sempurna. Kemudian Han teringat saat matanya saling menatap dengan Lerina. Dia tanpa sadar menarik sedikit bibirnya.

"Daddy!"

Sean masuk ke dalam kamarnya.

Han langsung berbalik. "Oh Son! Kau bahkan sudah mandi sepagi ini? Apa yang terjadi padamu? Apa Kau bermimpi aneh malam tadi?" Han sudah mengangkat tubuh mungil itu ke atas.

"Yes Daddy! Aku bermimpi bertemu mommy, dia menutupi wajahnya dengan selendang, jadi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi aku bahagia Daddy, itu sebabnya aku mandi dan akan ikut bekerja dengan Daddy!" katanya sangat panjang. Dia kemudian memeluk leher daddynya erat.

Han gemes mendengarnya, dia mengusap kepala itu lembut. Han tidak bisa menahan untuk tidak gemas pada anak itu.

Mereka menuruni tangga. Di meja makan sudah tersedia sarapan. Nani segera menarik kursi untuk Tuan mudanya.

"Selamat pagi Kakek Peng!" sapa Sean pada asisten daddynya itu.

"Pagi jagoan!" Dia membalas dengan tersenyum.

Sarapan berlalu dengan baik, tidak ada drama dari Sean pagi itu. Kemudian mereka berangkat ke kantor dengan Tuan Peng yang mengemudi.

Tidak butuh waktu lama, mereka telah sampai. Semua karyawan menunduk hormat saat orang nomor satu di perusahaan itu datang. Auranya begitu mendominasi, dia memang layak dihormati sebagai pengusaha sukses nomor satu di Kota Minnesota.

"Bibi Lerin!" Sean tidak dapat menahan dirinya ketika melihat Lerina yang akan menunduk menyambut bosnya itu.

"Hai Sean!" sapanya setelah memberi hormat pada Han Zoku dan Tuan Peng.

"Sean!" panggil Han sebelum masuk keruangannya.

"Sebentar, Daddy! Aku harus menyapa Bibi Lerin sekarang!" katanya tegas. Dia terkadang memang mirip dengan Han dalam hal berbicara.

Ck

Dia melanglah masuk, di ikuti oleh Tuan Peng. "Sejak kapan dia mengenal Nona Smith?" tanya Han. Dia duduk di kursinya.

"Ketika dia menghilang waktu itu. Anda bisa melihat rekaman cctvnya!" Tuan Peng memberi saran.

Han Zoku mengangkat bahunya. "Paman Peng, siapa yang menyetujui kerja sama dengan Smith waktu itu?" Mereka mulai membahas masalah pekerjaan.

"Tuan Philip, ayah Anda."

"Proyek itu tidak begitu menguntungkan, bahkan banyak yang harus di ubah. Mereka tidak bisa menyesuaikan dananya." Han memberikan penilaiannya.

"Apa kita akan menghentikannya?" Tuan Peng bertanya.

"Sudah sejauh ini, rasanya tidak mungkin, tapi aku ingin ada beberapa orang pekerja dari kita. Kurasa Paman bisa melakukannya!" Han Zoku orang yang sangat hati-hati dalam menjalankan bisnis.

"Baiklah, segera saya laksanakan!" Peng pun keluar dari ruangan presdir.

Di luar Lerina yang ingin membacakan jadwal bosnya tertahan karena Sean tidak mau turun dari pangkuannya.

"Sean, Sayang! Mmm bisakah Bibi keruangan daddymu sekarang?" Dia bertanya dengan lembut agar anak itu tidak tersinggung.

"No, Bibi di sini saja!" tolaknya tegas. Dia terlalu asyik mencoret-coret kertas di hadapannya.

"Tapi, Bibi harus bekerja sekarang!" Lerina membujuk lagi.

"Menemaniku juga bekerja Bibi! Seperti Nani, dia diberi uang oleh daddy. Bibi juga boleh menjagaku mulai sekarang!"

Astaga!

Lerina tersenyum mendengarnya, anak ini kenapa menyukainya? Dia kemudian mengusap surai keriting yang sedikit panjang itu lembut.

"Nani bekerja di rumah, sedangkan Bibi bekerja di kantor untuk membantu daddy, jadi bebeda dong!" Lerina memberi pengertian.

Seketika gerakan mencoret Sean berhenti, matanya berkaca-kaca.

Dia menyimpulkan kalau Lerina tidak menyukainya.

"Jadi Bibi tidak menyukaiku? Baiklah aku akan pergi!" Dia turun dengan mudah dan pergi tanpa menoleh pada Lerina.

Lerina jadi tidak enak. "Tuan muda bukan begitu, Tuan muda!" Langkah Lerina terhenti, dia baru menyadari mereka diruangan presdir sekarang.

Sean sudah berada di pangkuan daddynya. Anak itu menghadap perut sang daddy dan dia sepertinya menangis.

"Ma-maaf Tuan! Saya terlambat membacakan jadwal Anda hari ini!" Dia sedikit menunduk. Ada perasaan tidak enak terhadap Tuannya juga apa yang terjadi pada Sean.

Lerina menyadari dia tidak membawa tabletnya. Dia kembali ke luar mengambilnya sebentar.

Dia sudah kembali, "Jam sepuluh rapat pimpinan perusahaan, selanjutnya kosong hingga pukul lima. Lalu malam hari menghadiri temu ramah para pengusaha kelas atas Minnesota. Itu saja Tuan! Permisi!"

Dia menatap Sean yang belum berbalik, dia hanya diam saja. Lerina kemudian kembali kemejanya.

"Apa yang terjadi, Son?" Han mengusap rambut itu lembut.

Sean mengangkat kepalanya. Pipinya telah merah karena menangis. "Bibi Lerina tidak menyukaiku!" adunya.

Han menyipit. "Kenapa mengatakan seperti itu? Hem!"

"Dia tidak suka aku duduk di pangkuannya, dia menyuruhku turun! Hiks hiks hiks!"

Kening Han semakin berkerut. Ada apa ini? Putranya yang selalu cuek dengan wanita kini menangisi sekretarisnya.

Namun, Han mengerti, tentu Lerina ingin professional dalam bekerja.

"Bibi Lerina bukan tidak menyukaimu, dia hanya sedang bekerja sekarang!" Han memberi pengertian pada putranya itu.

"Nani juga bekerja, dia selalu ada untukku. Bukankah Bibi Lerina juga Daddy yang menggajinya?"

"Tentu!"

"Kalau begitu biarkan Bibi Lerina menjadi pengasuhku, Daddy!" pintanya sambil merengut manja.

Han tidak tahan untuk tidak tertawa. Dia menatap Sean dengan tersenyum. "Lalu siapa yang akan membantu Daddy di kantor, kalau Bibi Lerina jadi pengasuhmu?"

Sean seperti berpikir. "Sean tahu," dia berbinar. "Bagaimana kalau Nani pindah ke sini membantu Daddy dan Bibi Lerina tinggal dirumah kita?"

Han semakin ingin tertawa. Mudah saja bagi anaknya bicara. Dia mengatur sesuka hatinya.

"Apa Daddy setuju?" Dia seakan tidak sabaran.

"Akan daddy pikirkan!"

^^^^^^

Sore harinya Lerina merasa lega, pasalnya dia pulang tepat pukul lima sore, karena Tuannya sudah pulang sejak siang tadi.

Han sengaja pergi ke rumah orang tuanya bersama Sean. Ketika sore hari mereka akan pulang. Sean di ajak tinggal oleh oma dan opanya, tapi dia menolak.

Lerina baru saja turun dari taksi. Dia terlihat menenteng dua paperbeg, satu berisi kebutuhan dapurnya, yang satunya lagi berisi makanan kucing-kucingnya.

Lerina akan menyebrang setelah taksi yang ditumpanginya pergi. Dia menoleh kiri kanan memastikan mobil masih jauh.

Dia sedikit berlari setelah merasa aman untuk menyeberang.

"Daddy, lihat! Bukankah itu Bibi Lerina?" Sean menunjuk ke arah Lerina.

Han yang sedang sibuk dengan benda pipih di tangannya langsung menoleh ketika nama Lerina disebut.

"Iya!"

"Ayo Daddy, kita ikuti dia. Dia masuk ke dalam gang itu!" Sean tidak dapat menahan dirinya untuk tidak bertemu dengan Bibinya itu.

"Ikuti gadis itu!" Han tidak tega dengan Sean meskipun dia juga ingin tahu dimana sekretarisnya itu tinggal.

Sopir segera membelokkan mobil ke dalam gang yang dimasuki Lerina tadi.

Tidak begitu jauh mobil berhenti, mereka melihat Lerina meletakkan paperbagnya di sebuah bangku, lalu dia merogoh tasnya seperti mencari kunci. Dia kemudian membuka pintu tempat kucing peliharaannya.

"Daddy, banyak sekali kucingnya!" Sean tampam takjub. Dia juga sangat menyukai kucing. Matanya membola dan berbinar.

Lerina sudah masuk ke dalam, dan tampak mengeluarkan sesuatu dari paperbegnya. Kucing-kucing itu berlarian menujunya. Dia membagi makanan mereka.

"Kalian pasti lapar ya! Maaf semalam aku tidak bisa mampir, aku pulang sedikit lama semalam!" katanya. Dia menghapus kepala mereka. Kucing itu mengeong seolah paham apa yang dikatakannya.

Lerina tersenyum senang. Ini adalah salah satu pengobat hatinya kala teringat kedua orang tuanya, kala sedih memikirkan kejahatan pamannya, dan saat dia merindukan bayinya meski tidak tahu wajahnya.

Bibir Han terangkat menatap senyum itu. Dia memperhatikannya sama dengan Sean.

"Daddy, apa aku boleh turun?" Sean juga ingin memberi makan kucing itu.

Han menatap putranya. "Tentu saja, ayo!" Dia juga terdengar bersemangat.

Mereka segera turun. Lerina tidak menyadarinya karena terlalu asyik dengan kucingnya.

"Bibi Lerin!"

Lerin terkejut dan langsung menoleh pada dua pria beda generasi yang sama-sama tampan itu.

"Tu-Tuan muda!"

Lerina ingin keluar dari kandang itu. Dia tentu harus bertanya apa yang di inginkan bosnya ini.

"Maaf, Tuan! Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan?" Dia bertanya dengan sopan setelah keluar dari rumah kucing itu.

"Tidak, tadi Sean tidak sengaja melihatmu, dan dia ingin bertemu denganmu!" jawab Han.

"Oh." Sungguh Lerina merasa tidak enak dilihat dalam keadaan begini.

"Bibi, apa boleh aku masuk?"

"Hah, ma-masuk?" Dia tentu kaget dengan pertanyaan itu. Kemudian dia menatap Tuannya.

Han memberi anggukan.

"Mmm, baiklah!" jawabnya. Dia tetap belum merasa nyaman sekarang. Sean sudah memegang tangannya dan Lerina kembali membuka pintu lalu mereka berdua masuk.

"Bibi, aku ingin memberi makan mereka!" kata Sean.

Lerina bingung, dia takut tangan anak ini kotor nantinya.

"Ayolah Bibi! Sean juga punya peliharaan kucing dirumah." Sean menengadahkan tangannya.

"Benarkah?" Lerina mulai sedikit relax.

"Hmm, aku akan memperkenalkannya dengan Bibi, lain kali. Sekarang berikan padaku Bibi!" Sean sudah tidak sabaran.

"Baiklah Tuan pemaksa!" Dia pun menyerahkannya.

Mereka mulai berjalan mengisi wadah yang telah kosong, sesekali mereka tertawa senang. Kadang-kadang Sean takut bila ada kucing yang agresif dia pun langsung memeluk Lerina erat.

Hal itu tidak luput dari tatapan Han Zoku. Dia tidak pernah melihat putranya sebahagia ini, dan Lerina adalah wanita pertama yang membuatnya nyaman. Selain ibu, adik dan naninya.

Bibir Han melengkung, perasaannya menghangat. Dia menatap Lerina dari sudut yang berbeda di hatinya.

Mungkinkah?

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Mun Nadira
ya ikatan hati seorang anak ke Ibunya tentu sangat kuwat meskipun tahu identitasnya
goodnovel comment avatar
Dewi Ansyari
Semoga saja Han jatuh cinta sama Lerina dan hidup bahagia...
goodnovel comment avatar
THA
orang sama mamahnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status