Share

Apa Bibi Tidur Sendirian?

Bab 6

Apa Bibi Tidur Sendirian?

Makanan yang dibawa oleh Lerina telah habis tertuang, kemudian dia pergi kesudut tempat itu. Di situ ada kran kecil tempat untuk mencuci tangan juga mengisi wadah tampat air minum kucing. Lerina mengajak Sean untuk mencuci tangannya, setelah itu dia mengisi wadah tempat minum para kucing asuhannya itu.

Bermula saat dia menyeberang jalan dan ada seekor kucing yang tertabrak. Sejak saat itulah dia ingin menyediakan tempat tinggal untuk kucing yang tidak memiliki tuan. Dia masih kuliah waktu itu, Lerina menyisihkan sedikit demi sedikit uangnya lalu menyewa lapangan futsal yang sudah tidak digunakan lagi.

Dia menaruh kucingnya di situ, saat itu jumlahnya hanya lima ekor, kemudian seiring berjalannya waktu kucing itu bertambah, ada yang melahirkan dan banyak yang di antar oleh orang lain hingga kini kucing itu berjumlah kurang lebih seratus ekor.

Lerina senang melakukannya, melihat kucing itu tumbuh sehat, dan teratur dia bahagia. Ada kepuasan di dirinya dapat merawat mereka.

Pintu telah terkunci. Lerina mengambil paperbag tempat sayurannya tadi. Sean belum beranjak, dia setia di dekat Lerina.

"Sudah hampir gelap, Bibi pulang dulu ya!" ucap Lerina. Mereka berjalan menuju mobil Han Zoku. Pria itu tengah bersandar di badan mobil dan menatap keduanya.

"Bibi, apa aku boleh datang kesini lagi?" Dia menggenggam jari Lerina. Wajahnya mendongak keatas menatap wajah Lerina dengan tatapan penuh harap.

Lerina suka melihat kejernihan mata itu, mata bulat dengan bulu mata lentik juga pipi yang empuk seperti bak pau. Dia memang sangat mirip dengan Han. Mungkin Sean adalah versi kecil Han Zoku.

Lerina ragu menjawab, bukannya dia tidak mau, tapi rasanya Sean terlalu bagus untuk berada di antara kucingnya terlebih tempatnya yang seadanya.

Wajah itu berubah karena tidak ada jawaban dari Lerina. Han melihat itu, dia tahu putranya itu akan sedih bila ditolak.

"Tentu saja boleh, Sean bebas mengunjungi kucing-kucing itu kapanpun! Benar begitu bukan?" Han menatap Lerina menganggukkan sedikit kepalanya agar wanita itu meng-iyakan permintaan Sean.

"I-iya benar, tentu saja, Sean boleh ke sini lain kali," jawab Lerina lalu tersenyum meski kikuk.

Dia sebenarnya tidak nyaman dengan situasi ini. Ada perasaan canggung menyelimutinya. Rasanya sangat kontras, dia yang hanya orang biasa sedangkan Tuannya ini nyaris sempurna.

Sean tersenyum senang. "Baiklah, kerena Bibi mengizinkanku kesini, maka aku akan mengantar Bibi pulang!" Sean berkata senang sekali.

Lerina jadi serba salah. "Mmmm, tidak usah Tuan muda, rumah bibi sudah dekat dari sini. Bibi bisa berjalan kaki," tolak Lerina halus.

Sean tidak kehabisan akal. "Baiklah, aku ikut dengan Bibi berjalan kaki."

Lerina rasanya ingin tertawa, namun juga merasa tidak enak. Kenapa anak bosnya ini ingin ikut berjalan kaki dengannya?

"Bolehkan Bibi!" Matanya penuh pengharapan lagi.

Lerina tidak tahu harus menjawab apa. Apartemennya hanya berjarak tiga ratus meter lagi, tentu sangat tidak pantas seorang anak Ceo berjalan bersamanya di hari yang sudah mulai gelap ini.

Lerina menatap Han Zoku. Dia ingin bertanya, namun tidak ada keberanian. Han juga menatapnya.

"Jinli, Kau bisa mengikuti kami dari belakang!" Han Zoku menerintahkan supirnya. Lerina paham, itu artinya Han Zoku juga akan ikut berjalan kaki dengannya.

Tidak ada pilihan untuk menolak, akhirnya Larina pun mengangguk setuju.

"Sebelum terlalu malam, mari kita berangkat!" Han Zoku mengagetkan Lerina yang masih sibuk dengan pikirannya.

"I-iya, ayo!"

Sean tidak melepas tautan jemari Lerina, dia sangat senang dengan situasi ini. Sesekali ia melompat riang, mereka tertawa. Di belakang mereka Han Zoku diam-diam tersenyum menyaksikan itu.

Dia memperhatikan Lerina. Gadis ini cantik dan penyayang. Tidak pernah ada yang cocok dengan putranya selama ini, tapi bersama Lerina Sean merasa bahagia.

Tidak terasa mereka telah tiba di bangunan tinggi bertingkat lima. Hunian sederhana bagi masyarakat kelas menengah kebawah.

Lerina membeli apartemennya disini, tepat di lantai tiga bangunan ini. Lerina berbalik dan mensejajarkan tubuhnya dengan Sean.

"Tuan muda, terima kasih sudah mengantar bibi pulang! Sampai jumpa lain kali!" Lerina mengucapkan terimakasih dan selamat jumpa.

"Bibi, apa kami tidak di izinkan masuk?"

Astaga! Kelas atas seperti mereka, Lerina tidak percaya diri. Rumahnya terlalu sempit dan tidak pantas untuk mereka.

"Bibi! Daddy belum minum tehnya hari ini," ucap Sean.

Han terkejut mendengarnya. Apa-apaan anaknya ini? Tapi dia tidak menegur, dia membiarkan putranya itu melakukan apapun.

"B-baiklah," ucap Lerina tersenyum sedikit memaksa. Dia memimpin jalan. "Liftnya sedang bermasalah, tidak apa kan kalau naik tangga?" Lerina merasa sungkan.

"Tidak apa-apa Bibi. Naik tangga juga membuat kaki kita sehatkan?" Sean si anak pintar ini selalu punya jawaban.

Mereka pun menaiki anak tangga. Sean begitu bersemangat. Lerina selalu memegang tangannya.

Lerina segera membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk. "Silahkan masuk, Tuan! Maaf ini mungkin terlalu sederhana!" Lerina masih merasa tidak enak.

Han dan Sean pun melangkah masuk. Lerina segera ke dapur untuk membuat teh. Han menatap sekeliling. Apartemen ini memang kecil, namun sangat rapi. Ruang tamunya juga kecil, tapi Lerina menatanya dengan sangat baik.

"Silahkan diminum!" Lerina datang dengan membawa dua cangkir teh, juga biskuit yang dibelinya tadi.

"Apa Bibi tidur sendirian?"

"Iya!"

"Bibi tidak takut?"

Hahaha! "Tidak, Bibi sudah terbiasa sendirian," jawab Lerina, merasa lucu dengan pertanyaan anak lima tahun itu.

Sean mendengkus kesal. Ekspresinya itu membuat Lerina mengernyit pun dengan Han, kenapa putranya tampak kecewa. Apa ada yang salah dengan jawabannya?

"Hei, kenapa, Son?" Han akhirnya bertanya.

"Daddy, aku berharap Bibi Lerina ketakutan tidur sendirian, supaya aku bisa menemaninya di sini."

Mata Lerina membola. Anak kecil ini sungguh-sungguh ingin menjaganya, namun sedetik kemudian dia tertawa.

Han pun tidak menyangka dengan jawaban putranya. Dia melihat putranya itu begitu tertarik dengan sekretarisnya itu. Hal yang jarang pun terjadi bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman.

Lerina menatapnya, dan terpaku melihat senyum itu, namun sesaat dia tersadar dan menundukkan wajahnya ke bawah. Tidak pantas ia memperlihatkan kekagumannya pada pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Simah Sitepu
tidak sabar menunggu Shelena jadi gembel yg merebut bukan miliknya,anak yatim piatu dibuang,ada tabur tueinya.
goodnovel comment avatar
Raudah May Putri
cerita ny seru tp syg harus beli koin lagi
goodnovel comment avatar
Ibrahim Din
sayang semua
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status