Share

Perasaan Aneh

Aina masih terbayang wajah pria yang membuat jantungnya berdetak ketika di pintu rumah sakit tadi. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi ibu tunggal bagi anaknya itu meraba dada kirinya. Detak jantung Aina tak biasa. Rasa mual yang semula sering menyiksa, mendadak hilang. Bahkan dia menginginkan makan sesuatu hanya dengan mengingat aroma yang ditinggalkan pria tak dikenal itu.

"Mang Asep, nanti tolong berhenti di rumah makan seafood, ya. Tiba-tiba Aina ingin makan cumi krispi," ucap Aina.

"Siap, Non. Laksanakan!" jawab Mang Asep sembari menyetir.

Bik Esih tersenyum karena akhirnya Aina mau minta makan setelah tiga bulan ini hampir tidak ada makanan yang benar-benar masuk ke lambungnya. Karena setiap kali mencoba makan, detik itu juga langsung dimuntahkan.

Mobil berbelok ke sebuah restoran seafood. Aina turun ditemani Bik Esih. Entah dapat dorongan dari mana, Aina ingin sekali makan di tempat.

"Bik, Ai mau makan di sini. Bibik temenin Ai makan, ya?"

Bik Esih mengangguk. Apapun yang diminta nona mudanya pasti akan dia turuti demi kesehatan ibu dan anak yang masih dalam kandungan itu.

Bik Esih menarik sebuah kursi untuk majikannya. Lalu dia menarik satu lagi untuk dirinya sendiri.

"Mang Asep nggak disuruh masuk sekalian, Bik? Kita makan sama-sama," ucap Aina.

Aina dan keluarganya memang tidak pernah membeda-bedakan status sosial. Meskipun Bik Esih dan Mang Asep hanya pekerja di rumahnya, tapi Aina sudah menganggap mereka seperti ayah dan ibunya. Terlebih sejak dia diasingkan, hanya mereka berdua yang menjaga dan menemani Aina.

"Sebentar, Bibik telepon dulu biar masuk."

Di saat yang bersamaan, seorang pelayan datang membawa buku menu dan menawarkan pesanan pada Aina. Tak lama ketika pelayan mencatat pesanan Aina, Mang Asep masuk.

"Mamang sama Bibik mau pesan apa?" tanya Aina.

"Nasi nila bakar saja, Non," jawab Mang Asep.

"Kalau Bibik nasi sama udang asam manis aja."

Aina mengangguk. Lalu menambahkan minuman.

"Baik, saya ulangi lagi ya, Mbak. Cumi krispi satu, Cha kangkung satu, udang asam manis satu, nila bakar satu, nasi dua dan es kelapa muda tiga. Ada lagi?" tanya pelayan ramah.

"Sementara cukup, Mbak," jawab Aina lembut.

Bik Esih menatap majikannya dengan tatapan lembut. Lalu mengelus tangannya yang ada di atas meja.

"Kenapa nggak pakai nasi?" tanya Bik Esih.

"Ai belum bisa makan nasi, Bik. Itu aja kalau bisa masuk semua sudah alhamdulilah banget, kan?" jawab Aina sembari tersenyum di balik cadarnya.

Bik Esih mengangguk membenarkan. Asal ada makanan yang masuk sudah cukup luar biasa.

Mereka menunggu pesanan datang sambil bercerita. Bik Esih lebih banyak menceritakan Aina waktu kecil hingga membuat suasana di meja mereka menjadi riuh. Ya, dulu Bik Esih yang mengasuh Aina sejak bayi. Tidak heran jika mereka terlihat sangat dekat hingga sekarang.

Di saat Aina tengah mendengar cerita Mang Asep, tiba-tiba Aina mencium aroma parfum yang sama dengan yang dia cium saat di pintu rumah sakit. Spontan gadis itu menoleh mencari sumber aroma itu. Di sebelahnya, berjarak sekitar dua meja baru saja datang seorang pria dengan wanita yang terlihat anggun dan berkelas. Pria itu adalah pria yang sama yang membuat Aina jadi merasa tenang saat melihatnya.

Tanpa sadar Aina melarikan bola matanya ke arah pasangan suami istri tersebut hingga tanpa sengaja tatapan Aina dengan pria itu kembali bertemu. Sepersekian detik Aina langsung membalikkan wajahnya yang memerah di balik cadarnya.

"Astaghfirullah, apa yang sudah aku lakukan? Kenapa setiap melihatnya, aku merasa tenang? Rasa mual di perutku juga mendadak hilang. Apa yang terjadi dengan diriku? Aku tidak mengenalnya dan ini baru kedua kalinya aku melihatnya," ucap Aina dalam hati.

Aina mendengar pesanan pasangan suami istri tersebut. Meskipun berjarak dua meja, tapi telinga Aina masih bisa mendengarnya. Kedua mata Aina membola ketika mendengar pesanan pria tersebut sama dengan apa yang dia pesan. Sama persis.

"Kamu harus makan nasi, Mas. Sudah lama kamu gak makan nasi sampai kurus begini," ujar wanita yang bersama pria itu. Pria yang entah siapa namanya tapi memiliki daya tarik yang luar biasa bagi Aina yang selalu menjaga diri dan tak pernah tertarik pada lelaki manapun.

"Kamu tahu sendiri aku selalu muntah kalau makan nasi, kan? Tapi kenapa dokter nggak menemukan penyakit apapun pada tubuhku? Jelas-jelas aku selalu mual muntah setiap pagi dan susah makan nasi. Masa rumah sakit sebesar itu nggak bisa menemukan penyakitmu!" keluh pria berbadan atletis itu dengan nada jengkel.

"Tapi Mas, kayaknya dokter tadi sempat berpikir kalau kamu mengalami sindrom cauve. Jangan-jangan kamu beneran punya perempuan lain yang sedang hamil ya di luaran sana? Kamu sengaja menyembunyikan dariku?" Mendadak Aina harus mendengar pertengkaran pasangan suami istri tersebut. Padahal saat masuk ke restoran ini mereka terlihat harmonis dan saling mencintai.

"Jangan asal kamu, Yang. Mana ada perempuan lain. Kamu tahu sendiri seberapa besarnya cintaku padamu. Mana mungkin aku menghamili wanita lain? Kalaupun aku menghamili wanita, hanya kamu yang aku inginkan. Aku ingin anak yang lahir dari rahimmu, Sayang."

Aina tiba-tiba merasa mual lagi mendegar rayuan pria itu pada istrinya. Beruntung pesanannya sudah datang sehingga dia bis fokus pada makannya dan tak harus mendengarkan pertengkaran pasangan suami-istri yang tak dikenalnya tersebut.

Aina segera memasukkan satu potong cumi krispi ke dalam mulutnya. Gadis itu merasakan kenikmatan yang tiada Tara seolah tidak pernah makan selama berbulan-bulan walaupun kenyataannya memang tidak bisa makan dengan benar. Ia menghabiskan satu porsi cumi krispi dengan lahap. Lalu berlanjut pada Cha kangkung dan ditutup es kelapa muda yang tidak ditambah apa-apa.

Bik Esih dan Mang Asep menatap majikannya dengan senyum mengembang. Akhirnya setelah sekian lama tidak bisa makan, hari ini Aina bisa makan dengan lahap dan banyak.

"Kalau Non Aina suka makanan laut nanti di rumah Bibik masakin biar bisa makan terus ya?"

Aina mengangguk. Semoga selera makannya tidak kembali anjlok setelah hari ini.

Aina berjalan santai menuju mobil. Kedua bola matanya menatap takjub pada kolam ikan yang berada di sisi kirinya. Saking asiknya melihat ikan-ikan tersebut, Aina tidak sadar kalau di depannya ada sebuah tiang penyangga lampu sehingga tubuhnya menabrak tiang tersebut.

"Astaghfirullah!" spontan Aina beristighfar ketika merasakan tubuhnya hampir jatuh. Namun sekian detik berikutnya dia merasakan sebuah tangan kokoh menangkap tubuhnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rully Roliana
penasaran yaa, mau gimana alur cerita nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status