Janu hanya bisa menghela napas panjang, begitu pintu gerbang ditutup dan menampilkan rombongan kereta kuda yang hanya terlihat sepersekian detik oleh dirinya. Kericuhan mulai lagi terjadi, bahkan sekarang penjaga kota mulai menunjukan sisi keras mereka. Tidak segan untuk mendorong, memukul dan melakukan serangan fisik lainnya bagi siapapun yang menentang. "Jika ingin semua ini cepat selesai, kendalikan diri kalia dan ikuti aturan yang berlaku!" Beberapa luka lebam didapatkan oleh para pengunjung kota. Para penjaga juga tidak memandang status mereka. Bangsawan dan rakyat biasa juga terkena hantaman penjaga. Seolah mereka mendapat kekuatan yang sulit dibantah, karena mendapat kuasa yang diturunkan langsung oleh keluarga kerajaan. "Kerajaan kami akan mengadukan sikap kalian yang kasar pada para tamu seperti ini.""Silahkan saja! Ini masih wilayah kekuasaan negara timur. Kalian bisa pulang hanya tinggal nama." Jauh dari keramaian, Nira masih saja menghadang Janu untuk maju kearah p
Putra mahkota kerajaan timur memang benar memilki cinta yang besar pada Nalini. Namun Jahan tidak merasakan cinta itu akan kuat untuk beberapa tahun kedepan. Akan terlalu banyak hal yang direlakan putra mahkota untuk bisa bersama Nalini. "Sebenarnya aku kurang nyaman dengan situasi ini. Aku tidak suka kamu terus memandangi Nalini." Putra mahkota menutup tirai untuk memisahkan Nalini dengan mereka. "Aku hanya sedang menebak kelanjutan apa yang terjadi setelah Nalini terbangun di kerjaan timur.""Aku sudah mengatur semuanya dengan baik. Walau tidak suka, kamu diam saja. Karena amarahku belum cukup reda untuk menganggapmu sebagai sahabatku lagi." "Kalau aku bilang untuk kebaikan Nalini, apa Yang Mulia Putra Mahkota bisa memahami itu?" Hening sesaat dianatara mereka, putra mahkota juga enggan menanggapi pertanyaan terkahir Jahan. Kereta kuda berhenti, Jahan harus kembali berpura-pura terbaring. Artinya dia akan tidur di samping Nalini. Suka tidak suka, putra mahkota harus merelakan
"Nalini, deng--" "Nanda! Namaku, tolong panggil aku dengan itu. Nalini sudah mati di hari saat orang-orang menjebaknya." Putra mahkota dan Jahan terdiam dan saling padang untuk sesaat. "Dengar, saat ini dirimu sedang menjadi buronan di semua kerajaan. Tempat yang paling aman adalah bersembunyi di sini." "Oh ya? Aku rasa tidak begitu. Lebih baik penjarakan aku seumur hidup atau bunuh saja sekalian!" Nalini maju ke hadapan putra mahkota sambil memasang wajah yang menantang. Tidak ada raut ketakutan sama sekali.Sekilas Nalini memandang pada tempat penyimpanan pedang di dekat pintu masuk. Nalini jadi memikirkan sebuah rencana. Dia terus mendesak putra mahkota hingga Nalini bisa menjangkau tempat pedang tersebut. Selajutnya, gerakan tangan Nalini sangat cepat, dia mencabut pedang dari sarungnya dan hendak menebaskan pada batang leher dirinya.Namun gerakan tangan Jahan tidak kalah cepat untuk menghentikan aksi bunuh diri yang akan Nalini lalukan. Jaha cekatan melemparkan jarum-jar
"Tuan, selama kota dibawah pengawasan anda. Baru kali ini begitu kacau dan ricuh." Ayah Nira bertanya di sela-sela makan malam mereka. Wali kota tersebut menghela napas dengan panjang sambil mengeluarkan selembar kertas keatas meja makan. Sebuah pencarian orang, buronan. Tidak seperti kebanyakan yang berparas seram dan bermasalah. "Karena ada berita yang mengabarkan kalau buronan ini masuk ke kota, kebetulan karena pertandingan besar sedang berlangsung. "Putra Mahkota yang berada disini, langsung menurunkan perintah. Kalau sudah begitu, mana bisa saya melawan perintah mutlak tersebut." Untungnya dimeja itu, hanya terdapat Janu Nira dan saudagar dagang.Anggota lainnya duduk di meja yang terpisah. Kalau tidak mereka bisa heboh melihat lukisan wajah yang terpampang disana. Perempuan itulah yang sempat menolong dan memberikan obat pada rombongan dagang. Serta perempuan itu adalah orang yang sedang Janu cari selama ini. Entah reaksi apa yang akan mereka berikan tentang Nalini. "Se
"Tinggalkan kami berdua. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan cucuku." Semua orang yang berada di kamar sang Guru segera berhamburan keluar. Sejak guru besar dunia persilatan ini sakit, tidak sedikit para pendekar datang mengunjungi perguruan Danadyaksa setiap harinya.Mereka juga sering membawa buah tangan seperti obat-obatan herbal dan beberapa barang berharga. "Aku tidak akan membebani mu untuk mengurus perguruan ini."Nalini tahu kemana arah pembicaraan sang kakek. Dia masih tidak rela jika kakeknya harus pergi meninggalkannya.Satu-satunya keluarga yang dia miliki hanyalah sang kakek.Dia kehilangan kedua orang tuanya ketika terjadi perang besar untuk menyatukan dunia persilatan. Berkat usaha sang guru besar untuk menciptakan perdamaian, walau harus melewati berbagai perang pertumpahan darah.Serta hasil akhir yang tidak sesuai harapan. Tapi setelahnya dunia persilatan menjadi lebih damai dan tertib.Sekarang dunia persilatan terbagi menjadi empat kerajaan. Kerjaan b
Acar pemakaman di langsungkan dengan perasaan haru dan sedih. Sebagian penduduk kerajaan Arnawarman berduka di hari itu. Raja-raja penguasa dunia persilatan juga turut hadir bersama para putra mahkota mereka. Para klan pendekar juga tidak melewatkan hal ini.Saking banyaknya orang yang datang. Upacara pemakaman sampai harus dipindah tempatkan. Awalnya akan dilangsungkan depan aula istana kerjaan Arnawarman.Berpindah menjadi di tanah lapang area belakang istana.Selama upacara berlangsung, Nalini mulai mengawasi gerak-gerik dari para tamu yang hadir disana. Dia jadi berpikir, jiwa murni yang seperti apa sehingga pantas mendapatkan pedang legendaris Danadyaksa.Sayangnya, Nalini malah mendengar cemoohan dan rencana jahat untuk merebut paksa pedang legendaris. Walau mereka tidak mengetahui sama sekali keberadaan pedang tersebut. Emosi Nalini mulai menaik mendengarnya."Kakak tertua--" "Diam dan pura-pura tidak mendengar saja." Bisik kakak seperguruan yang tertua."Sekarang Nona
Tiga tahun berlalu. Beberapa hari lagi putra mahkota kerajaan timur akan berulang tahun. Semua warga menyambut dengan suka cita, bahkan hari itu dijadikan sebagai hari perayaan kerajaan timur oleh Raja Arnawarman. Karena dunia persilatan mencapai kesepakatan damai, bertepatan dengan hari kelahiran putra mahkota kerjaan Arnawarman. Setiap tahun memang Permasuri akan mengadakan pertemuan dengan para putri bangsawan dan putri para pendekar.Tahun ini, dia juga melibatkan Nalini untuk menghadiri pertemuan. Semasa guru besar hidup, Nalini tidak pernah ikut pertemuan-pertemuan yang dia tidak suka. Nalini bebas menentukan apa yang dia mau. Apalagi acara resmi kerjaan, itu membuatnya bosan. Terlalu banyak tatakrama.Memasang wajah palsu, untuk mendengarkan dan harus bersikap ramah tamah demi menjaga nama baik sang kakek.Sementara isi pertemuan itu sendiri memuakan Nalini.Pasti akan banyak adu siapa yang paling unggul diantara mereka. Dari mulai adu kekayaan, adu kekuatan serta adu n
Semua mengenakan pakaian terbaik mereka hari ini. Dari mulai rakyat biasa yang bersuka cita di setiap jalan kerajaan Arnawarman. Sampai para tamu kehormatan yang menghadiri undangan di aula kerajaan. "Nalini dan Arkana Danadyaksa tiba..." Pelayan mengumumkan satu persatu undangan saat memasuki aula istana.Mereka akan mengucapkan dan memberikan hadiah kepada putra mahkota secara berurutan sesuai jabatan, kekayaan dan juga hak istimewa lainnya. Untuk selanjutnya hadiah-hadiah itu akan diterima dan dibawa oleh pelayan ke ruangan penyimpanan. Sementara pertujukan para putri akan di mulai saat para tetua selesai beramah tamah.Ada yang membawakan puisi, memainkan alat musik dan bernyanyi. Tidak ada yang menampilkan tarian. Selain pertunjukan khusus untuk Nalini. Penampilan Nalini juga sengaja disimpan paling akhir, sebagai penutup pertunjukan. Kehadiran Nalini saja di tahun ini mengejutkan beberapa pihak. Mereka jadi beranggapan kalau pihak kerjaan mulai memamerkan Nalini sebagai