Share

11-12

Purnama benar-benar kesal dengan ulah suaminya. Ia mengusap perutnya perlahan sambil berbisik, "Jangan kamu tiru kelakuan ayahmu!"

Ia berharap anaknya hanya mewarisi hal-hal baik dari kedua orang tuanya.

Purnama membereskan rumah, menyapu dan mengepelnya. Begitu sampai di bagian dapur ia melihat persediaan berasnya menipis. Ia juga teringat dengan saldo ATM-nya yang nyaris 0 rupiah.

Aku harus berbuat sesuatu!

Selesai membersihkan rumahnya, Purnama menyalakan laptopnya. Ia berselancar di dunia maya mencari lowongan pekerjaan. Beberapa lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya dan berlokasi tidak jauh dari rumahnya ia simpan.

Purnama mulai membuat surat lamaran pekerjaan dan mengirimkannya.

Bismillah, semoga keterima. Aamiin.

***

Selama berhari-hari Purnama menunggu jawaban dari lamaran yang ia kirimkan namun tiap kali mengecek email tidak ada jawaban yang ia harapkan. Sementara itu persediaan beras makin menipis, isi kulkasnya pun hanya tinggal air putih dan telur 2 butir. Isi dompet Purnama hanya tinggal selembar uang berwarna hijau. Sangat tidak memadai untuk belanja esok hari.

Hubungannya dengan Bintang pun semakin renggang. Bintang tak lagi mengajaknya bicara, keberadaannya di rumah hanya untuk tidur dan makan saja.

Purnama tidak bisa tinggal diam, mau tidak mau ia harus bicara pada Bintang karena seharusnya Bintanglah yang menafkahinya. Ia tidak akan membiarkan bayi dalam kandungannya kelaparan.

Menjelang malam Bintang pulang. Seperti biasa Purnama menyiapkan kopi untuk Bintang.

Bintang duduk dan menyeruput kopinya. "Puah," Bintang melepeh kopinya, "ini kok pahit?"

"Gula habis, Mas."

"Beli lah."

"Beras juga habis."

"Beli!"

"Minyak goreng juga."

"Ya kalo itu semua habis, kamu beli, belanja!"

"Uangnya gak ada, Mas."

"Kalo gak ada uang, ya kerja dong! Gitu aja repot."

"Tapi yang wajib menafkahi aku ‘kan Mas Bintang."

"Selama ini aku udah menafkahi kamu. Makanya jangan

boros!"

"200 ribu yang Mas kasih tiap bulan ke aku itu sama sekali gak cukup."

"Kamu kan kerja bisa menuhin kebutuhan sendiri jadi aku gak perlu ngasih banyak-banyak."

"Sekarang aku udah gak kerja, Mas."

"Kalo gitu ya cari kerja!"

"Sudah, aku sudah kirim lamaran ke banyak tempat tapi belum ada jawaban."

"Sabar klo gitu,"

"Beras sudah habis, aku minta paling tidak Mas beliin beras atau berikan uang belanja biar aku yang beli."

"Aku lagi gak pegang duit."

"Tapi ini tanggung jawab Mas sebagai seorang suami."

"Ck. Ceramah lagi, mending aku ke rumah Firman." Bintang berdiri dan beranjak keluar.

"Mas!"

"Nanti kalo aku udah punya duit baru pulang." Bintang berkata tanpa menoleh ke arah Purnama.

Purnama mengelus dada, kelakuan suaminya benar- benar menguji kesabarannya.

Ya Allah sadarkan suamiku!

Purnama merasa ia tidak bisa hanya menunggu uang dari Bintang. Ia harus berbuat sesuatu untuk mendapatkan uang dengan cepat.

Dibukanya lemari, ia memiliki beberapa tas yang masih bagus lalu difoto satu persatu. Hasil foto ia unggah di status Whats App-nya dengan judul preloved dan cantuman harga yang menurutnya sesuai.

Tas-tas miliknya bukanlah tas berharga selangit dengan merk luar negeri, tas milik Purnama semuanya merk lokal. Sehingga ia tidak berharap mendapat uang yang banyak dari hasil menjual tasnya hanya minimal kebutuhan sampai akhir bulan bisa terpenuhi.

Status Whats App-nya sudah diunggah Purnama. Namun, sampai pagi tiba belum ada satu pun tanggapan dari teman-temannya.

Purnama menatap kasurnya yang kosong, Bintang semalam tidak pulang. Perutnya berbunyi, ia lapar. Purnama pergi ke dapur, mengambil segelas air dan meminumnya.

Apa aku harus minta ke mami atau papi? Pertanyaan itu mengusik benak Purnama. Perutnya kembali berbunyi, ia menguatkan hati untuk datang ke rumah mertuanya.

Begitu pintu dibuka, Awan sang adik ipar berdiri di hadapannya.

"Ini, Kak." Awan memberikan satu keresek berwarna hitam dan sebuah amplop.

"Ini apa?"

"Beras 5 liter sama ada uang sedikit, semalem Awan denger ribu-ribut kakak berdua. Kak Bintang emang suka kelewatan."

Purnama terharu menerima pemberian dari Awan. "Makasih ya, kamu baek banget!"

"Iya, Kak sama-sama. Awan berangkat dulu." Mahasiswa semester 3 itu pun pergi meninggalkan Purnama.

Purnama bersyukur pertolongan Allah datang tak diduga.

***

Purnama menatap gawainya, berkali-kali ia membaca email yang baru saja diterimanya. Besok ia akan melakukan wawancara kerja.

Gawainya berbunyi, sebuah notifikasi pesan masuk. Seorang teman mengirim pesan bahwa ia tertarik dengan tas preloved milik Purnama.

Purnama senang sekali, 2 rejeki datang pada saat yang bersamaan. Ia sangat bersyukur.

Pagi hari Purnama telah siap dengan pakaian kerjanya. Hari ini ia akan melakukan wawancara pekerjaan.

"Mau ke mana?" Bintang bertanya sambil meregangkan tubuhnya, ia baru saja bangun.

"Wawancara kerja,"

"Dapet panggilan?"

"Iya."

"Di mana?"

"Ruko Garuda, Mas."

"Aku anter."

Jarak ruko ke rumah tidak terlalu jauh sebenarnya, namun niat Bintang yang ingin mengantar membuat hati Purnama senang. Hanya mencuci muka sebentar, Bintang menyalakan mobilnya siap mengantar Purnama.

Mereka memang sempat bertengkar tetapi Purnama bukanlah tipe perempuan yang menyimpan dendam, setelah beberapa hari ia selalu memaafkan suaminya. Dan Bintang tahu benar sifat istrinya.

"Nanti uang kamu aku kembaliin," ucap Bintang memecah keheningan saat mereka dalam perjalanan.

"Heum."

"Kok cuma heum?"

"Iya, makasih kamu mau ngembaliin."

Sampai di ruko yang dituju, Purnama turun dari mobil.

Bismillah

***

Purnama kini telah bekerja di sebuah firma hukum. Setelah melalui tahapan wawancara dan psikotes ia diterima.

Kandungan yang semakin membesar membuat Purnama cepat lelah. Demi buah hatinya Purnama mengurangi pekerjaan di rumah, ia hanya membersihkan rumah dan membuat sarapan. Pakaian kotornya ia cuci di laundry kiloan dan untuk makan malam ia membeli lauk.

Hubungan dengan Bintang pun datar-datar saja. Tidak ada kehangatan dan tidak juga terjadi pertengkaran.

"Besok ikut aku, ada reuni!" ucap Bintang saat mereka akan tidur.

"Reuni?"

"Iya, reuni SMA. Kamu libur kan besok?"

"Iya."

"Yaudah ikut. Jam 9 kita berangkat,"

"Iya."

Pagi hari setelah membersihkan rumah dan sarapan, Purnama menyiapkan diri. Ia sudah memakai pakaian terbaiknya dan berkaca. Perutnya sudah membesar, pipinya pun tampak tembem, ia tidak lagi selangsing dulu sebelum hamil. Rambutnya pun dipotong pendek.

Bintang keluar dari kamar mandi lalu memakai kemeja dan jas miliknya. Bintang terlihat tampan pagi itu.

"Mas, aku udah cantik belum?"

"Tumben nanya,"

"Kan mau ke reuni SMA-nya Mas, aku pengen kelihatan cantik."

"Cantik tapi gendut." jawab Bintang datar.

"Ya jelas gendut, kan lagi hamil."

"Udah gak usah ribet sama kecantikan, ayo berangkat!"

Di sebuah aula yang cukup besar, Bintang bertemu dengan teman-teman SMAnya. Mereka semua lebih tua dari Purnama karena Bintang dan Purnama memang terpaut 5 tahun.

Purnama tidak kenal siapa pun di ruangan itu, ia terus saja di samping Bintang.

"Bin!" Seorang perempuan berambut lurus sebahu yang ditata rapi memanggil Bintang.

Bintang menyambutnya dengan senyum lalu mereka saling bersalaman.

"Siapa nih, Bin?"

"Bini gue,"

"Kenalin, gue Alice. Mantannya Bintang. Mantan terindah," ucap Alice seraya tersenyum menggoda.

"Purnama."

Purnama melihat tampilan Alice yang sangat modis, gaun selutut tanpa lengan berwarna peach sangat cocok untuk kulitnya dan riasan wajah natural menambah kecantikannya.

Bintang dan Alice asik berbicara bahkan terkadang mereka tertawa, Purnama merasa tidak dianggap. Ia kemudian sedikit mundur dan duduk di kursi tak jauh dari Bintang.

Purnama merasa tak nyaman melihat interaksi suaminya dengan sang mantan. Ia memutuskan mendekati Bintang.

"Mas, aku cape." "Terus?"

"Aku pengen pulang," ucap Purnama sambil mengelus perut buncitnya.

"Bini loe mau pulang tuh, capek kali dia namanya juga orang hamil." Alice bicara.

"Ck ... acara belum selesai."

"Tapi aku cape, Mas."

"Yaudah, ayo!"

Bintang menarik tangan Purnama keluar dari aula.

Sampai di luar aula, Bintang mengeluarkan gawainya. "Aku pesenin ojek online buat kamu,"

"Loh, kamu gak ikut pulang?" Purnama merubah posisinya hingga saling berhadapan dengan Bintang.

"Aku pengen tetep di sini sampe acara berakhir."

"Kamu tega banget, aku dibiarin pulang sendiri."

"Kamu yang gak sabar nunggu acara ini selesai."

Purnama memutuskan untuk jujur, "Aku gak suka liat kamu sama mantanmu,"

"Owh, jadi itu alesannya pengen pulang cepet."

"Iya."

"Kamu cemburu,"

"Wajar dong aku cemburu, aku istri kamu. Liat suami ketawa-ketawa sama perempuan lain,"

"Alice cantik, ya gue seneng ketemu dia, wajar."

"Apanya yang wajar? Kamu sudah beristri dan aku ada di samping kamu tadi."

"Cowok mana yang gak suka liat perempuan cantik, langsing dan penampilannya menarik? Semua cowok mau udah nikah atau belum pasti suka."

"Kamu gak nganggap aku?"

"Ck ... kalo dibandingin antara kamu dan Alice pasti semua laki-laki milih Alice."

"Keterlaluan kamu, Mas!" Emosi Purnama benar-benar naik, ingin rasanya ia menampar Bintang namun ini di tempat umum. Suara mereka yang cukup keras sudah menarik perhatian orang yang lewat.

Purnama meninggalkan Bintang begitu saja, dan Bintang tidak terlalu peduli. Ia kembali masuk ke dalam aula.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status