Suara derap langkah kaki terdengar menggema memenuhi lorong panjang yang didominasi warna hitam. Perlahan... suara ini kian meredup dan berganti menjadi suara embusan angin.
Bayangan hitam bergerak dengan cepat membelah lorong menuju ke suatu tempat. Terus melaju hingga mencapai suatu ruangan yang terdapat sebuah singgasana didominasi oleh bahan beludru berwarna merah gelap dengan beberapa bagiannya terlapisi oleh emas dan hiasan beberapa batu-batu berlian yang berkilauan. Semua sangat kontras dengan ruangan yang didominasi oleh warna hitam ini.
Perlahan, sosok wujud manusia terbentuk dari bayangan yang sekarang menduduki singgasana. Bayangan ini semakin mempertegas wujudnya menjadi seorang pria yang berpenampilan “layaknya” manusia. Ya, layaknya.
Wujudnya memang tidak jauh berbeda dengan manusia, hanya saja kulitnya sedikit lebih pucat, sorot mata yang lebih tajam, dan juga dua buah taring yang menghiasi deretan gigi atasnya.
Sosok ini, pria yang memiliki penampilan “layaknya” manusia, dia... adalah vampir.
Beberapa deret sosok yang mirip dengannya berada di hadapan singgasana. Menempelkan sebelah lutut ke lantai dan meletakkan tangan kanan ke dada. "Selamat datang, Yang Mulia Harrison!" seru mereka yang merupakan para pelayan dan pengawal.
Mereka pun memberikan hormat yang mendalam pada tuannya ini yaitu Raizel Harrison de Haltz, seorang vampir berdarah murni yang merupakan pemimpin dari klan vampir bernama Haltz.
Rai tidak membalas. Ekspresi wajahnya terlihat marah, iris mata yang berwarna hitam pekat berubah menjadi merah darah. Aura membunuh sangat terasa mengelilingi tubuhnya. Saat ini ia lebih tertarik pada sosok vampir yang berada tidak jauh dari hadapannya.
"Maaf atas keterlambatan saya, Rai," kata pria yang sejak tadi terus dipandangi secara tajam olehnya.
"Mana makananku, Albert?" tanyanya dengan suara tegas.
"Seperti biasa, berada di dalam kamar tersebut," balas Al—sapaan akrabnya seraya membungkukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan.
***
Malam ini angin berembus cukup kencang. Menyebarkan hawa dingin ke seluruh penjuru mata angin. Cukup membuat siapa pun enggan untuk beranjak keluar dari rumahnya karena dingin yang terlalu menusuk ke tulang-tulang.
Sementara itu, di Kastel Haltz, cahaya bulan purnama dengan lembut memasuki kamar yang disebutkan oleh Al melalui celah-celah kaca jendela, menjadi penerangan satu-satunya yang menerangi kamar tersebut.
Kamar ini merupakan salah satu dari puluhan kamar yang ada di Kastel Haltz, yaitu kastel tempat tinggal bagi anggota keluarga utama Klan Haltz, yang saat ini di dalamnya sudah ada seorang wanita yang sedang gemetar ketakutan.
Wanita ini memandangi seluruh penjuru kamar untuk mencari jalan keluar. Sialnya, sebelum dia dapat menemukannya, dia lebih dulu dikejutkan oleh kedatangan Rai yang sudah memasuki kamar tanpa disadari.
"S-siapa kau!?" tanyanya terbata-bata, tidak lupa dengan deru napas yang sudah tidak beraturan dan pupil mata yang membesar.
Rai hanya menyeringai, memperlihatkan taringnya yang sudah keluar, siap digunakan untuk menembus kulit leher wanita ini. Namun, wanita ini tidak dapat melihatnya karena ia berdiri di tempat yang tidak ada banyak cukup cahaya.
"SIAPA KAU!? DI MANA AKU?!?" jerit wanita ini ketakutan.
"Aku Raizel Harrison de Haltz, pemimpin dari Klan Haltz. Sekarang kau ada di kastelku yang terletak di pedalaman Hutan Silver. Jauh dari kehidupan manusia," jelasnya dan perlahan mulai mendekat.
"Hu-hutan Silver!?"
"Ya, Hutan Silver. Legenda mengatakan di hutan ini terdapat makhluk yang menghisap darah manusia hingga mereka mati. Mereka disebut vampir. Kau tahu legenda yang sedang aku bicarakan bukan?"
Wanita ini menelan ludahnya, dia tahu benar tentang legenda tersebut. Tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa legenda ini nyata. Wanita ini mengira legenda ini hanya tipikal legenda-legenda yang selalu diceritakan secara turun-menurun. Sebuah cerita untuk anak-anak agar tidak bermain terlalu jauh dari rumahnya.
"Melihat kau diam, pasti kau mengetahui legenda ini. Lalu kenapa kau malah berani datang ke sini?" tanya Rai seraya membelai pelan pipi wanita ini.
Takut dan terkejut, wanita ini langsung menepisnya dengan kasar, "Jangan sentuh aku!" pekiknya.
"Baiklah," balas Rai sedikit memundurkan tubuhnya, "Waktu bermain sudah habis. Sekarang aku lapar,” dan wanita ini memandang Rai dengan ketakutan yang semakin mendalam.
"Ohh... apa kau sudah berhasil kembali ke alam sadarmu?" Ia menyadari pupil mata wanita ini semakin membesar dengan alis yang semakin ditekan mendalam.
"Kau ada di Hutan Silver dengan legenda vampirnya, dan kau berada di sebuah kastel bukan sebuah rumah kecil manusiamu itu dan satu lagi, sepertinya aku kurang lengkap saat mengatakannya. Aku adalah pemimpin dari klan vampir bernama Haltz," jelasnya dengan seringai yang sekarang bisa terlihat jelas.
"A-a-apa? Vampir! APA MAKSUDMU!?" seru wanita ini dengan tubuh yang semakin gemetar.
"Ssttt... diamlah,” Rai meletakkan telunjuknya di bibir wanita ini, “Aku lapar dan kau merusak selera makanku."
Merasakan bahaya yang kian mendekat, wanita ini refleks mundur ketakutan hingga tubuhnya menabrak dinding. Dia memandang Rai dengan sorot mata yang penuh rasa takut.
"Kau tidak bisa lari ke mana pun. Bukan hanya aku vampir di sini, di luar kamar ini masih banyak ratusan vampir lainnya. Olehku atau vampir lainnya, kau akan tetap mati," ujarnya dingin.
Rai kemudian memajukan wajahnya, hingga bibirnya tepat berada di telinga wanita ini. "Apa kata-kata terakhirmu? Hmm...?" bisiknya.
Namun, Rai sama sekali tidak menunggu jawabannya. Ia langsung saja menancapkan taringnya di leher wanita ini. Dalam sekejap, wanita ini memberontak kemudian berteriak kencang ketika Rai menancapkan taringnya semakin dalam dan secara kasar ke lehernya.
"LEPASKAN AKU!! LEPASKAN!!! KAU... ARRGGGHHHH!!!!"
Rai benar-benar menghisap darah wanita ini dengan cepat, seakan-akan ada orang yang akan merebut makanannya. Ia tidak membiarkan setetes darah pun terbuang sia-sia.
"Sakit! Lepaskan... aku... mohon...," pinta wanita ini dengan lirih. Perlahan, penglihatannya menjadi gelap kemudian terjatuh lemas ke pelukan Rai.
Rai menyeringai lebar dan mengelap mulutnya yang terdapat sisa-sisa darah. Bagaikan kapas, dia lalu mengangkat tubuh wanita ini dan menghempaskannya ke atas tempat tidur dengan kasar.
#bersambung ke BAB 1 - Raizel Harrison de Haltz (Bagian 2)
"ALBERT!" teriak Rai yang sekarang sudah duduk di singgasananya.Albert yang baru saja tiba langsung menjawab panggilan tersebut, "Ya, Rai?""Besok pagi, bawa wanita itu. Kembalikan dia ke tempat kau menemukannya," perintahnya dingin."Baik. Saya mengerti."Albert pun pergi dengan menghela napas sangat dalam. Dia sangat tahu, pasti wanita ini tidak akan selamat. Rai memang terkenal kejam dan sadis, dia tidak akan segan-segan menghisap darah korbannya sampai habis.Padahal hal tersebut sangat tabu dilakukan oleh seorang vampir. Vampir tidak boleh membunuh manusia. Jika kejadian ini ketahuan oleh pihak manusia, keberadaan mereka akan terancam.Mereka akan diburu lalu dibinasakan. Kekuatan vampir tentu jauh lebih kuat dibandingkan manusia, tapi manusia tetap tidak bisa diremehkan. Mereka memiliki berbagai senjata canggih yang dapat menyamai kekuatan para vampir, dan jangan lupa bahwa manusia adalah makhluk yang sangat licik.
Kilas balik saat Rai dan Al pertama kali bertemu."Kau ini sedang menangis atau berteriak? Kenapa kencang sekali?" tanya Rai kecil yang saat itu berusia tiga belas tahun.Albert terkejut mendapati sosok vampir kecil berada di hadapannya. "K-kau siapa?" tangisannya pun langsung berhenti seketika."Beraninya kau tidak menjawab dan malah bertanya padaku! Kau tidak tahu siapa aku?!?" serunya dan Al hanya menggelengkan kepalanya tanpa rasa bersalah."Aku Raizel Harrison de Haltz! Aku adalah pemimpin klan vampir bernama Haltz! Kau sudah lancang bertanya tanpa seizinku!!" jelas Rai dengan angkuhnya.“Maaf—” ucapnya datar, “—aku tidak tahu siapa dan apa Klan Haltz ini karena aku tinggal di dunia manusia. Namaku Albert... Albert Valentino. Aku juga seorang vampir, lebih tepatnya—“"—vampir hibrida, huh?" potong Rai."Bagaimana kau tahu?" tanya Al bingung.Rai meng
Tubuh Al kini telah dipenuhi oleh luka-luka berdarah hitam akibat serangan yang terus dilancarkan oleh para vampir ke dirinya maupun Rai. Dia bisa saja menang karena meskipun Albert adalah vampir hibrida, dia tetap memiliki kekuatan yang sangat besar.Entah mengapa, kekuatan yang dimilikinya hampir setara dengan para pimpinan para klan, dan dia juga memiliki mental dan fisik yang kuat. Inilah yang menyebabkan Al masih bisa bertahan di tengah cacian, hujatan, dan serangan yang dia terima selama ini.Namun, di perkelahian kali ini dia lebih memilih melindungi Rai. Vampir kecil ini tidak tahu apa-apa. Ia akan merasa sangat bersalah jika sesuatu terjadi padanya. Oleh karena itu, Al melindunginya mati-matian, membuat kekuatannya menurun signifikan.Sedangkan Rai, dia masih saja diam berdiri di tempatnya, mengamati perkelahian yang terjadi. Sudah berkali-kali dia diminta pergi oleh Al, namun dia mendadak tuli dan tidak menaati perkataannya.&nb
"Yang Mulia Harrison. Apa yang Anda lakukan di sini?" tanya sosok vampir dewasa sambil memberikan hormat yang diikuti oleh sepuluh orang pria di belakangnya. "Bukankah itu kepala keamanan Kastel Haltz, Vero de Haltz!?" ucap para vampir penyerang menyadari siapa yang datang. "Ah... rupanya kau, Vero. Hampir saja aku membunuhmu karena mengganggu waktu bermainku," jawab Rai seraya menoleh, membuatnya Vero yang melihatnya langsung gemetar. Bagaimana tidak? Dia sangat tahu arti dari iris merah darah ini, aura membunuh ini, dan seringai yang menakutkan. Saat ini, Rai sedang benar-benar marah. Senyuman di wajahnya bukan senyuman yang hangat. Itu adalah senyuman kematian. "Maafkan hamba, Yang Mulia," balas Vero membungkuk hormat diikuti oleh para prajuritnya yang juga terlihat gemetar. "Aku jadi kehilangan selera untuk bermain," ujar Rai. "Ck! Kenapa aku harus bertemu dengannya saat seperti ini," batin Vero menyadari
Di dunia ini hanya terdapat tiga klan vampir yaitu, Haltz, Raltz, dan Waltz. Semua berada di wilayah berbeda dengan batasan kekuasaan wilayah masing-masing. Klan yang pertama adalah klan Haltz.Haltz adalah klan yang memiliki lima puluh persen darah vampir murni di keluarga utamanya. Kekuatan para keturunannya sangat luar biasa, dan merupakan klan yang paling ditakuti.Pemimpin klan ini adalah orang yang sangat berpengaruh, dan Haltz memiliki kekuasaan wilayah di bagian selatan. Walaupun ada penegak hukum atau komite vampir yaitu Harawaltz, yang terdiri dari perwakilan para vampir senior yang diajukan dari setiap klan. Namun tetap saja, pemimpin Klan Haltz memiliki pengaruh tersendiri, karena darah vampir murni yang dimilikinya paling besar.Berikutnya, klan yang kedua adalah Raltz. Klan yang memiliki tiga puluh persen darah vampir murni di keluarga utamanya. Para keturunannya memiliki kekuatan di bawah para keturunan Klan Haltz. Mereka memiliki
Al kemudian pergi menyelusuri Hutan Silver, berharap menemukan mangsa untuk menjadi santapan tuannya. Sebagai tangan kanan, Al memang menjadi orang kepercayaan Rai, hanya dia satu-satunya vampir yang dipercayai untuk mencari makanannya.Rai memang bisa meminum darah siapa pun, entah perempuan atau laki-laki, baik tua ataupun muda. Tapi, ia lebih memilih meminum darah seorang perempuan yang masih perawan. Bukan tanpa alasan, darah perawan memiliki rasa yang sangat manis dan aroma yang juga manis, persis seperti madu.Hal inilah yang membuat Rai menyukai darah mereka. Namun, permasalahannya adalah sulit untuk menemukan wanita yang masih perawan. Ini adalah Hutan Silver. Dengan legenda vampir yang ada, para perawan biasanya enggan untuk datang ke sini.Di satu sisi, Al tidak mungkin menculik seorang perawan dari dunia manusia, sebab jika ia ketahuan maka habislah nasib dunia vampir. Selama ini dia hanya menculik perawan yang tersesat di dalam hutan
"Tunggulah di sini," ucap Al.Kini, wanita ini sudah berada di kamar khusus tempat Rai biasa menyantap makanannya. Dia berjalan menuju jendela, membukanya, dan terdiam di sana. Dia hanya mengamati langit gelap berawan ini tanpa ada suara sedikit pun yang keluar dari mulutnya."Jangan harap kau bisa kabur, di bawah sana banyak prajurit yang berjaga, dan tentunya jika kau memilih untuk meloncat, kau akan mati dengan mengenaskan. Tersangkut di pohon-pohon, dan mungkin tubuhmu akan tertembus dahan runcing yang dimiliki pohon tersebut," ucap Al memperingati.Hening. Wanita ini hanya diam tidak membalas. Ini sangat aneh namun Al tidak mau lagi memikirkannya, ia pun segera pergi dari sana dan menemui Rai di singgasananya."Rai, saya sudah kembali," ucap Al sesampainya di ruangan singgasana seraya membungkuk hormat."Mana makananku?""Seperti biasa, di dalam kamar."Tanpa membalas ucapannya, Rai langsung pergi ke kamar. Dibuk
Rai yang baru saja memasuki kamar benar-benar terkejut melihat apa yang ada di depannya. Al memang tidak bercanda. Wanita ini benar-benar masih hidup. Dia dapat dengan jelas mendengar detak jantung manusia!Wanita itu terduduk diam di atas tempat tidur. Tatapan matanya kosong, entah apa yang dia pikirkan. Kakinya menekuk dan dipeluk erat oleh kedua tangannya. Rambut berwarna merahnya terurai, menyembunyikan sebagian wajahnya."Ini tidak mungkin terjadi! Bagaimana bisa!? Taringku mengandung racun, biarpun aku tidak menghisap darahnya sampai habis, dia akan tetap mati! Dia akan mati karena racunku! Tapi apa ini!? Kenapa dia masih hidup!? Bahkan dia dalam posisi seperti itu!? Mustahil!!!" batin Rai terus berbicara."Rai..." panggil Al karena Rai hanya terdiam menatap wanita aneh itu dari tadi.Rai pun tersadar. "Kau! Kenapa kau masih hidup!? Aku sangat yakin telah menghisap habis darahmu semalam! Seharusnya kau sudah mati! Jik