Share

2. Keluarga Ice

WUSH!

BRAKG!

Sebuah hantaman ke arah Vee dan lelaki misterius dari Chofa yang sedang mencoba untuk mencapai wujudnya, mereka berdua dapat menghindari itu dengan meloncat ke atap gedung sekolah. Saat Vee mulai menyiapkan kuda-kuda dengan pedangnya, sesuatu seperti es tiba-tiba menjalar di depan Vee, menghalangi aksinya. Melihat lelaki misterius itu memiliki kekuatan di atas manusia biasa, Vee pun penasaran dengannya. “Kau dari keluarga Ice?” tanya Vee sembari mengembalikan tubuhnya ke keadaan rileks.

“Sudah jelas, bukan?” balas lelaki itu. “Aku adalah Lava-”

“Kenapa kau membiarkan Chofa itu memakan jiwa penjaga sekolah barusan!?” potong Vee dengan nada marah, ia tak bisa menampakkan raut dengan wajah tengkorak yang mengerikan itu.

“Hey… aku tidak tahu jika ada pemburu Chofa yang masih melawan Chofa sebelum mendapatkan wujudnya-”

“Apa kau bilang!?” Vee memberikan pukulan ke arah wajah pria bernama Lava itu, membuatnya terhempas sekitar satu meter ke belakang. “Chofa memerlukan banyak jiwa untuk mendapatkan wujud, itu berarti….” Vee menengok ke arah Chofa yang saat ini sudah mulai berwujud. Chofa itu kini menjelma sesosok manusia setinggi gedung sekolah, matanya merah menyala, tangannya panjang sampai menyentuh aspal lapangan, dua buah tanduk menghadap ke depan. Pemandangan yang sangat jarang Vee temukan. Namun ia lebih fokus ke arah bawah, di mana ada sekitar sepuluh mayat manusia tergeletak tanpa jiwa. Mata biru di dalam tengkorak Vee terbakar, baru kali ini dia melihat mayat korban dari Chofa sebanyak itu berdekatan saling tumpang-tindih.

Vee berniat menyerang Chofa yang sudah berwujud di hadapannya tersebut, namun Lava melesat lebih dulu darinya. Lava memukul Chofa tersebut dengan kepalan es di tangannya, membuat Chofa terjatuh. Vee tak membantu, ia mencoba menenangkan diri dan melihat pertarungan terlebih dahulu, sementara mata birunya sesekali masih tertuju nanar ke mayat-mayat kosong di bawah.

Chofa kembali bangkit, kali ini ia memberikan serangan yang sangat cepat ke arah Lava, serangan yang entah berwujud apa itu telak mengenai Lava, membuatnya terpelanting ke tanah kemudian menabrak pagar pembatas gedung dan lapangan. Vee ingin menolongnya, namun tepat sebelum ia melangkahkan kaki kiri ke depan, suara tawa Lava terdengar, membuat Vee merasa aneh. Tak lama kemudian Lava bangkit, senyumnya bertambah lebar. Ia mengumpulkan energi sejenak dan tak lama setelah itu, kedua lengannya diselimuti oleh es. “Aku senang bertarung dengan lawan yang tangguh!” seru Lava sembari berjalan mendekati Chofa yang sudah berdiri tegap dengan tatapan mata tajam ke arah lelaki berpakaian rapi-kini bajunya sudah agak berantakan-bernama Lava tersebut.

Chofa memeberikan serangan bertubi-tubi dengan tangannya, namun setiap serangan tgersebut dapat dihindari dengan mudah oleh Lava sembari berjalan mendekati target hitam besarnya itu. Sesekali juga Lava menangkis serangan dengan lengan es-nya hingga berbunyi “TANG!”.

Setelah begitu dekat dengan Chofa, Lava melompat dan menyiapkan tangannya untuk memukul ke arah dada di mana biasanya terdapat inti dari makhluk bernama Chofa yang sedang ia lawan itu.

Telak, serangan dari tangan es Lava menembus tubuh Chofa dan berhasil mengeluarkan sebuah inti hitam dari dalam tubuh besar itu. Lava melompat mundur, tubuh Chofa yang setinggi bangunan sekolah itu roboh setelah intinya diambil. “Apa segitu saja kemampuanmu? Membosankan!” Lava memecahkan inti tersebut, Chofa yang tadinya berwujud, kini perlahan menjadi asap tebal berwarna hitam. Jika keluarga Avalos memakai bunga untuk menyerap sisa-sisa Chofa, keluarga Ice melakukannya dengan membekukan asap-asap hitam sisa Chofa seperti yang sedang dilakukan Lava saat ini, ia mengarahkan tangannya ke arah asap hitam, dari tangannya tersebut keluar udara dingin, terlihat dari kebulan asap putih yang berlawanan dengan asap sisa Chofa. Beberapa detik kemudian, Seluruh asap hitam sisa Chofa berhasil dibekukan, besarnya es kini dua kali lebih besar dari Chofa berwujud yang barusan tumbang. Lava dengan tenaga malas memukul bongkahan es besar itu, hancurlah seketika.

Setelah pertempuran dirasa usai, Vee turun dari atap. Pijakan kakinya tertuju langsung pada mayat-mayat yang bergeletakkan. Setiap Chofa yang sudah akan mendapatkan bentuk, mereka akan membuang mayat yang sudah tak berjiwa itu karena sudah tak lagi dibutuhkan, begitu sederhananya. “Apa kau membiarkan Chofa tadi menelan jiwa-jiwa manusia tak bersalah ini?” suara khas bergema Vee terdengar begitu penuh kebencian.

“Ya-” jawab singkat Lava yang kemudian ia diserang secara mendadak dengan pedang bersarung Vee. Lava berhasil menahannya dengan lengan yang masih berlapis es itu, serpihan-serpihan es terlihat bertebaran. “Hey… kenapa kau terlihat begitu marah?” tanya Lava dengan santainya.

“Kenapa kau melakukan itu? Kau harusnya menyelamatkan mereka sebagai pembasmi Chofa!” teriak Vee.

“Hey… kita ini pembasmi Chofa, bukan penyelamat manusia!” Lava balas berteriak lalu membanting pedang milik Vee yang membuat tubuh pemegangnya juga ikut terbanting. “Pertama, aku bukanlah penyelamat manusia. Kedua, aku tidak mau melawan sesosok makhluk yang lemah!” seru Lava kemudian meninggalkan Vee begitu saja, punggung pria berjas hitam itu semakin lama menjauh dari Vee. Sebelumnya Vee memang sering bertemu dengan pembasmi Chofa lain, tapi baru kali ini dia bertemu yang berpikiran semacam Lava.

Vee berdiri tanpa membersihkan bajunya terlebih dahulu karena itu tak perlu dilakukan ketika malam yang gelap, juga sebagai makhluk yang tak utuh sebagai manusia. Vee kembali mendelik iba pada mayat-mayat yang bergeletakkan tak teratur. Semenjak ia diajarkan menggunakan kekuatan yang ada dalam dirinya, ia tak pernah diajarkan mengenai bagaimana menyelamatkan manusia. Apa itu berarti, Vee memang tidak ditakdirkan untuk menyelamatkan manusia? Hanya sebagai pembasmi Chofa seperti yang dikatakan Lava barusan.

Paling tidak, Vee ingin mengetahui bagaimana menyelamatkan manusia yang baru saja ditelan Chofa, ia berniat menanyakan hal tersebut pada ayahnya jika suatu saat nanti bertemu.

Vee pun bergegas pergi meninggalkan bangunan tempat adiknya bersekolah tersebut, meninggalkan mayat-mayat dengan pandangan kosong. Paling-paling esok akan ada berita gempar penyerangan Chofa di TV, negeri ini sudah terbiasa dengan hal tersebut dan Vee tak bisa berlaku banyak selain terus membasmi Chofa yang ia lihat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status