Bel pulang telah berbunyi. Vanilla dan teman-temannya saling berpamitan di gerbang sekolah karena arah pulang mereka yang berbeda-beda.Vanilla sebenarnya memiliki rencana untuk singgah di suatu tempat. Dia merasa gelisah, dan merasa bahwa akan lebih sulit bagi dirinya jika hanya diam sendirian di kamar kosnya.“Vanilla,” panggil seseorang dari belakang.Saat Vanilla berbalik, dia kaget mendapati bahwa yang muncul di hadapannya adalah Ravi. Ravi menyempatkan diri untuk bertemu dengan Vanilla sebelum dia pergi ke tempat parkir motor, sambil menunggu kedatangan Cerise.“Vanilla, cincin itu-”“Maaf!” tutur Vanilla dan ia langsung membungkuk.“Cincin ini akan aku kembalikan ke Cerise. Maaf karena aku telah mencurinya!” jelas Vanilla. Ia jelas malu dan tengah menahan tangisan. Tak ia sangka bahwa ternyata ini yang terjadi, jika memungut cincin Cerise.Ravi dan teman-temannya bahkan telah mengetahui situasi tersebut. Yang lebih buruk lagi, kesalahpahaman Ravi menyebabkan dia memberitahu semu
Altair mencoba melihat kondisi Vanilla. Ia tampak seperti menahan kesakitan.“Inilah hal yang aku takutkan terjadi padamu. Kau hancur karena cintamu terhadap Ravi,” ucap Altair.“Bukan hal itu….” jawab Vanilla sambil menangis terisak-isak.Ia pun berusaha melanjutkan, “Aku dikejar… oleh dua orang pria... Tapi aku tidak bisa cerita sekarang….”Vanilla ingat bahwa ia hampir dilecehkan pada waktu itu. Seharusnya ia tidak mengatakan kasus ini kepada siapapun. Masa depannya akan menjadi taruhan.Pria-pria tersebut bisa saja ia temui dimana saja. Ia juga baru ingat bahwa pergerakannya juga dimata-matai. Dirinya bahkan bisa saja berakhir sama persis dengan penulis Aithne Han, atau mungkin lebih buruk.“Astaga, lalu bagaimana?” ucap Altair dengan panik.Mata Vanilla mulai berkunang-kunang. Efek dari lari sejauh itu ternyata separah ini. Lalu, bagaimana caranya aku bisa p
“Ngomong-ngomong kita bakal pulang jam berapa?” tanya Akarsana pada yang lain. “Sekarang masih jam tiga lebih. Kayaknya sampai jam lima, sesuai jam pulang les gua,” sahut Zavier. Semuanya setuju untuk tidak main berlama-lama. Selesai bermain permainan tembak-tembakan, Vanilla sekilas melihat pria yang memakai seluruh baju hitam. Topi itu. Pria baju hitam yang memakai topi khasnya. Matanya terlihat sedang melihatnya. Dengan melihat atributnya saja, Vanilla mengenali bahwa itu adalah pria yang selalu mengikutinya. Kini, Vanilla tidak akan lupa. Vanilla sempat beranggapan bahwa dirinya akan aman, jika bersama dengan yang lain. Nyatanya, kini ia takut kasus yang menjeratnya itu malah berdampak buruk pada yang lain. Vanilla berpikir, masa depan teman-temannya jangan sampai ikut rusak karena kasus yang menimpanya. Melihat semuanya sedang bersenang-senang, ia tidak ingin merusak kebahagiaan teman-temannya itu. “Vanilla?” Vanilla terse
Mereka sedang berada di kamar Vanilla. Ravi mengantarkannya hingga Vanilla duduk di kasurnya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. “Kamu gak pulang?” tanya Vanilla. “Pulang kemana?” jawab Ravi. “Pulang ke rumahmu, lah,” ucap Vanilla dengan heran. “Ini ‘kan udah pulang,” jawab Ravi dengan santai. “Sana pulang!” suruh Vanilla sambil menendang-nendang. Ia menganggap omongan Ravi itu hanya bercanda. “Lima langkah dari sini ‘kan udah pulang. Ngapain juga diam-diaman terus di kamar masing-masing?” tanya Ravi yang juga heran dengan reaksi Vanilla. “Kamu masih ngekos di kamar itu?” tanya Vanilla tidak menyangka. “Masih, lah,” jawab Ravi. “Kok, gitu? Bayaran sewanya ‘kan masih jalan kalau gak ditempatin,” ucap Vanilla. “Ya, gak apa-apa. Entah kenapa gua masih ingin tinggal disini,” jawabnya. “Jual ‘overkost’ aja di akun sewaan sekolah,” tutur Vanilla. “Gua juga punya alasan. Sama kayak lu yang izi
Setelah dirinya menemui Cerise, ia tidak pulang menuju apartemennya. Ia mengendarai motor menuju rumah susun yang berada di dekat sekolah itu.Di sana, Vanilla sangat terkejut mendapati Ravi yang sedang meletakkan helm di depan kamarnya.“Ravi? Kenapa pulang ke sini? Ini ‘kan weekend?” tanyanya.“Vanilla, jawab pertanyaanku. Kau berpacaran dengan Altair?” tanya Ravi langsung pada intinya.“Gila, tentu saja tidak!” jawab Vanilla refleks.“Sekarang tunangan telah dibatalkan. Kini, kau tidak ada alasan lagi untuk menghindar,” ucap Ravi dan langsung memeluk gadis yang ada di depannya itu. Jujur, ia takut kehilangan.“... Sungguh?” tanya Vanilla dengan hati-hati.Ravi pun menjawabnya dengan anggukan.***Mereka kini sedang berada di kamar Vanilla. Ravi menanyakan segala yang ingin ia tahu, seperti apa saja yang Vanilla lalui sendiria
“Sampai kapan kita harus di sini?” ucap Vanilla saat ia mulai sadar dan tenang. Mereka cukup lama bersembunyi di lemari loker itu. “Sepertinya sudah aman,” ucap Ravi. Ia membuka pintu loker dan melihat ke arah sekitar. Nampaknya pria-pria itu mengira mereka kabur dari tempat ini. “Ayo.” Mereka pun keluar dengan hati-hati dan segera pulang. Vanilla kagum melihat cara Ravi menghindari para antek politikus itu. Sangat berbeda saat ia menghindarinya sendirian. Ravi menghindari penjahat tersebut dengan cermat dan semakin membuat Vanilla jatuh hati. Tak terbayangkan jika Ravi tidak sedang berada di sisinya. *** Sudah malam, namun Ravi masih berada di kamar Vanilla. Sedari tadi, Vanilla tidak banyak berbicara. Mukanya menunjukkan bahwa ia trauma. Ravi mencoba menenangkannya pelan-pelan. Ravi kali ini tidak akan meninggalkan Vanilla sendirian. “Sudah merasa enakan?” tanya Ravi. Vanilla tidak menjawab denga
“Terserah. Aku pergi.”Altair pergi tanpa menggubris pertanyaan Ravi. Jawaban Altair semakin membuat Ravi tidak percaya. Teman satu ekskulnya itu, kini menyukai perempuan yang sama.Entah mengapa ia merasa kalah dibanding Altair. Hal ini karena ia terjerat dengan Cerise.“BRENGS*K!!!”***Ravi mulai ragu terhadap keputusan yang ia buat. Orang tuanya tidak marah karena tunangan hanya ditunda. Ravi juga mengira bahwa ia bisa mengelabui Cerise. Namun sepertinya, Cerise juga mencintainya dan tidak mau lepas.Ravi pulang ke rumah susunnya setelah ia mengantar Cerise. Ia ingin segera menemani Vanilla, yang tidak masuk sekolah pada hari ini. Saat ia masuk ke kamarnya, ia tidak menemukan Vanilla di dalam. Kamarnya pun ia dapati dalam keadaan pintu terbuka. Kemana perginya Vanilla?Secara tidak sengaja, Ravi memang ikut berurusan dalam kasus ini. Ia juga tidak membiarkan Vanilla menghadapi ka
Sierra menutup mulutnya saking tidak percaya. Altair menyukai sahabatnya yang lain? Mengetahui Ravi akan segera bertunangan memang membuat Vanilla melajang.Tak ia sangka bahwa pria yang berjanji menunggunya tersebut ternyata lebih memilih berpacaran dengan sahabatnya.“J-jangan bercanda!”Mendengarnya saja membuat Sierra menjadi kelu. Ia bahkan ingin menangis sekarang juga. Kemana pria yang selalu bersedia di sampingnya itu? Ternyata selama ini Sierra gagal memahami Altair.“Semua yang kamu inginkan, tidak selalu bisa kamu dapatkan,” ujar Altair.Kalimat yang dilontarkan itu berkali-kali menampar Sierra. Ia kini sangat menyesal atas apa yang dilakukannya kepada Altair. Ia baru menyadari bahwa Altair tidak menyukai keputusan konyolnya itu.Altair pun tiba-tiba memeluk Sierra.“Jadi, sekarang kamu ingin bagaimana?”***Avery mencari Sierra yang telah lama tid