"Ma ...."
Tangis Ayuna pecah. Hanya di depan sang Mama ia bisa memperlihatkan sisi rapuh setelah mengetahui kenyataan bahwa Raga telah membatalkan rencana pernikahan mereka secara sepihak."Menangislah, jangan ditahan." Salma mengelus punggung Ayuna. Sebagai seorang Ibu, tentu saja ia ikut merasakan kesedihan putrinya tersebut. "Tapi ingat, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Patah hati boleh, tapi jangan lupa, air matamu terlalu berharga dibuang sia-sia hanya untuk pria seperti Raga," imbuhnya.Ayuna membenarkan ucapan sang Mama. Namun, ia juga tidak memungkiri bahwa hatinya masih tidak rela melepas Raga. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Terlalu banyak kenangan manis di antara mereka yang terlampau sulit untuk dilupakan."Kenapa aku selalu kalah dari Anggia, Ma? Apa karena aku tidak secantik dia, makanya Papa dan Mas Raga lebih menyayanginya?""Hei, siapa bilang dia lebih cantik dari kamu?" Salma mengurai pelukan. Mengangkat dagu sang putri hingga mendongak dan bertatapan dengannya. "Putri Mama ini cantik luar dalam. Tanpa polesan make up pun kamu tetap terlihat cantik," pujinya tulus."Dengar, Sayang. Pria yang sungguh-sungguh mencintaimu tidak akan mempermasalahkan masalah fisik. Mau secantik apa pun dirimu, kalau pada dasarnya pria itu tidak bisa setia dan mudah berpaling, kamu tidak akan pernah menjadi satu-satunya."Ayunan menatap sendu sang Mama. "Seperti Papa?"Senyum di bibir Salma memudar. Ya ... seperti Bram yang begitu mudah terjerat pesona Prita."Kenapa Mama tidak berpisah saja dari Papa?"Salma terdiam. Bukan hal yang mudah untuk berpisah dengan Bram, mengingat ia sangat menyayangi mertuanya.Brata dan Ambar -- orang tua Bram memohon pada Salma agar tidak berpisah dengan putra mereka. Bagi kedua orang tua tersebut, Salma adalah menantu terbaik dan yang paling mereka sayang.Begitu besar jasa Brata dan Ambar bagi hidup Salma dan karena itulah, ia memilih membalas jasa mereka dengan bertahan bersama Bram, meski hatinya memberontak ingin berpisah."Kami tidak rela harta Bram hanya dinikmati oleh pelakor itu. Tetaplah bertahan, Salma. Setidaknya, perjuangkan hak anakmu."Kata-kata Brama masih terngiang di telinga Salma.Ya. Setidaknya ia bertahan demi memperjuangkan hak Ayuna yang bisa saja terabaikan jika ia memilih bercerai.Salma sangat hafal bagaimana sifat Prita. Madunya itu tidak akan membiarkan Bram memberikan hak Ayuna andai perpisahan itu terjadi.Pada akhirnya, Salma membiarkan pertanyaan Ayuna menggantung begitu saja tanpa jawaban. Bukan karena tak ingin jujur. Hanya saja, terlalu sakit jika harus dijelaskan dan Salma tidak ingin menambah beban serta kesedihan sang putri.*****"Pertunangan Anggia dan Raga akan dilaksanakan Minggu depan."Bram menatap Salma dan Ayuna bergantian. Saat ini ia sedang berada di rumah sang istri pertama karena memang tiga hari ke depan jatahnya bersama mereka."Papa tidak akan memaksa jika kamu tidak ingin datang. Acara ini hanya akan dihadiri keluarga inti saja. Tidak ada orang luar yang Papa undang," terang Bram.Ia paham sang putri tidak nyaman dengan pembahasan ini. Memang terkesan jahat saat ia memberitahukan kabar bahagia di saat Ayuna justru sedang terluka.Sebenarnya Bram dilema. Ia berdiri di antara dua orang yang sama-sama penting untuknya. Namun, tetap harus ada yang diutamakan mengingat kondisi Anggia tidak sekuat Ayuna."Aku akan datang."Jawaban Ayuna mengagetkan Bram. "Kamu yakin, Nak?" tanyanya tak percaya."Sangat yakin.""Tapi--""Bukankah aku harus menyaksikan kebahagiaan putri kesayangan Papa? Tidak adil rasanya jika keluarga lain datang sedangkan aku tidak," sela Ayuna. Tidak ada raut kesedihan di wajah cantik sang putri."Maafkan Papa, Nak. Bukan maksud Papa lebih memprioritaskan Anggia. Kalian sama-sama putri Papa yang sangat Papa sayangi. Hanya saja, kondisi Anggia--""Lebih membutuhkan dukungan dan perhatian lebih, bukan begitu? Aku sudah sangat hafal kalimat yang akan diucapkan Papa. Jadi, tidak perlu mengulangnya terus."Ayuna bangkit dari duduk. Berlama-lama dengan sang Ayah, membuat udara di sekitarnya terasa panas. Ayuna butuh udara segar. Mencari angin di tempat favorit sepertinya bisa mengembalikan suasana hati yang kembali memburuk setelah mendengar kabar pertunangan adiknya dengan sang mantan."Mau ke mana?" Salma bertanya. Sedikit khawatir mengingat suasana hati putrinya sedang tidak baik-baik saja."Cari udara segar sebentar. Mama tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal bodoh yang akan merugikan diriku sendiri."Salma tidak bisa melarang. Ia biarkan Ayuna melakukan apa pun yang menurutnya bisa memperbaiki mood sang putri.Tepat setelah Ayuna menutup pintu, Salma ikut berdiri, bersiap beranjak dari hadapan Bram."Mama mau ke mana?" Bram menahan lengan istrinya."Mau ke kamar.""Mama tidak mau menemani Papa ngopi dulu?" Tatapan Bram penuh harap."Aku sudah ngantuk."Salma menepis halus tangan suaminya. Bram menatap sendu punggung sang istri hingga menghilang di balik pintu kamar.Bram mendesah lirih. Pria itu sangat merindukan saat-saat indah kebersamaan dengan Salma. Namun sepertinya, sang istri justru tidak merasakan hal yang sama.Hati wanitanya sudah mati rasa dan itu akibat ulahnya.*****Ayuna memejamkan mata. Menikmati semilir angin yang terasa segar saat menerpa wajahnya.Sudah satu jam ia berada di dekat danau dan perasaannya mulai tenang. Ayuna mulai beranjak ketika rasa kantuk mulai menyerang.Gadis berperawakan tinggi itu beranjak dari bangku panjang yang ia duduki. Langkahnya mulai terayun meninggalkan tempat yang sering ia datangi saat ia sedang jenuh dan butuh ketenangan.Akan tetapi, langkahnya terhenti saat di depannya sudah berdiri seseorang yang sangat ingin ia hindari.Ayuna menarik napas panjang sebelum menguatkan hati untuk berpura-pura abai akan kehadiran pria tersebut. Ia kembali melanjutkan langkah tanpa menoleh sedikitpun ke arah Raga."Kita harus bicara, Yuna." Raga mencekal lengan Ayuna."Tidak ada lagi yang harus dibicarakan.""Minggu depan aku dan Anggia akan bertunangan.""Aku sudah tahu."Raga menatap sendu sang mantan."Tidak bisakah kita berteman? Aku ingin kita tetap menjalin hubungan baik meski kita sudah bukan sepasang kekasih."Ayuna sontak menoleh. Senyum lebar ia perlihatkan di hadapan mantan kekasihnya."Tentu. Kita akan tetap menjalin hubungan baik, apalagi aku akan menjadi kakak ipar Mas Raga."Ketenangan Ayuna mengusik hati Raga. Tidak adakah rasa cemburu di hati Ayuna? Mengapa gadis itu terlihat baik-baik saja setelah mengetahui hubungannya dengan Anggia?"Yuna ....""Sudah ya, Mas. Aku harus segera pulang. Oh ya ...."Ayuna urung melangkah."Selamat atas rencana pertunangan kalian Minggu depan," ujarnya sebelum benar-benar pergi, meninggalkan Raga dalam kebimbangan.Sudah benarkah keputusannya melepas Ayuna dan lebih memilih Anggia?**Bersambung."Gak nyangka, ya. Di luar keliatan lugu ternyata pelakor. Tega merebut calon suami kakaknya sendiri.""Iya. Kayak yang gak laku sama cowok lain saja. Percuma punya muka cantik tapi hatinya busuk!""Kasihan Mbak Yuna. Padahal dia kurang apa, coba? Cantik iya, terkenal juga. Bodoh banget tuh cowok!"Kasak kusuk yang Anggia dengar membuat telinganya panas. Entah dari mana teman-teman satu kampusnya tahu kalau ia dan Raga akan mengadakan acara pertunangan Minggu depan. Apakah Ayuna yang menyebarkan berita itu? Atau ada orang lain yang diam-diam menyelidiki hubungannya dengan Raga? Anggia paham. Profesi kakaknya yang seorang selebgram pasti tidak akan luput dari perhatian banyak orang, termasuk soal kisah cinta kakaknya tersebut. Hampir semua orang tahu tahu bahwa Raga adalah calon suami Ayuna, dan pastinya publik dibuat tercengang dengan kabar terbaru yang memberitakan tentang batalnya rencana pernikahan Ayuna dengan sang Dokter. Anggia pikir, mereka tidak tahu bahwa penyebab kandasny
"Papa kecewa sama kamu, Bram. Kamu tidak bisa berbuat adil pada kedua putrimu. Teganya kalian mengadakan acara pertunangan Anggia sedangkan Ayuna sedang patah hati karenanya." Brata menatap kecewa sang putra. Hari ini ia sengaja meminta Bram datang ke kediamannya. Tak lupa, kedua menantunya pun diminta untuk datang. "Maaf, Pa. Tapi Papa tahu kan kondisi Anggia yang sedang sakit. Aku hanya ingin membahagiakan dia.""Dengan merenggut kebahagiaan putrimu yang lain?"Bram tertunduk. Tidak mampu menjawab ucapan sang Papa karena memang kenyataannya seperti itu. "Dalam hal ini bukan sepenuhnya salah kami. Raga memang sudah merasa tidak cocok dengan Ayuna dan lebih nyaman bersama Anggia. Jika kenyataannya mereka saling mencintai, kita sebagai orang tua bisa apa? Tinggal Ayuna yang harus ikhlas melepas pria yang sudah tidak mencintainya." Prita angkat bicara. Mengabaikan tatapan tajam dari Bram yang sudah memperingatkan sang istri kedua agar tidak membuka suara di rumah orang tuanya. "Kamu
"Ma ....""Hei, Sayang." Prita menoleh. Wanita yang selalu berpenampilan glamour tersebut tersenyum lebar pada sang putri yang menghampirinya. "Mama sedang apa?" "Mama baru saja menghubungi butik langganan Mama. Nanyain gaun yang akan kamu pakai nanti sudah selesai apa belum," jawab Prita. Setelah menelisik wajah sang putri, senyum di bibir Prita memudar. "Mata kamu kok sembab begitu? Kamu habis nangis?" tanyanya khawatir.Anggia menunduk dan meremas ujung dress yang ia kenakan. "Gak, Ma," elaknya. "Bohong. Mama yakin kamu habis nangis." Prita memegang kedua bahu sang putri. "Bilang sama Mama. Apa yang bikin kamu nangis, hmm? Ada yang jahatin kamu?" tanyanya lembut. Anggia yang awalnya tidak ingin menceritakan kejadian di kampus waktu itu, akhirnya tak kuasa menyembunyikan dari sang Mama. Tangis gadis berusia dua puluh tahun tersebut pecah saat ia mengingat kembali perkataan sahabatnya. "Teman-teman di kampus menghujatku, Ma. Mereka mengataiku pelakor."Prita terperangah. Wajah
"Maaf kalau kamu tidak nyaman. Mas hanya tidak mau kamu sampai sakit."Raga sadar betul apa yang dikatakan Ayuna benar adanya. Sikap gadis di depannya itu memang berubah semenjak ia memutuskan pertunangan mereka.Ayuna menjadi lebih tertutup. Beberapa hari ini sosial media milik gadis itu tidak pernah menunjukkan aktivitas apa pun, dan apa yang Raga lihat saat ini bukanlah kebiasaan Ayuna. Keluar di malam hari dan secangkir kopi, adalah dua hal yang dulu sangat Raga larang demi kesehatan sang gadis. Raga ingin hubungan mereka tetap baik, meski mereka bukan lagi sepasang kekasih. Tidak bisakah Ayuna menganggapnya teman? Setidaknya, gadis itu tidak menghindarinya saat bertemu atau berpapasan dengan dirinya."Aku bisa menjaga diriku sendiri. Jangan pernah lagi menunjukkan perhatian seperti tadi karena aku tidak ingin calon istri Mas Raga salah paham," ujar Ayuna. Gadis itu kembali menghindari tatapan Raga. "Sudah setengah jam kita di sini, tapi orang yang menjemputmu belum juga datang.
"Mama mengundang orang sebanyak ini?" Bram menatap Prita tak percaya seraya meremas daftar undangan yang ditulis istrinya. Sang istri kedua berencana untuk mengadakan pesta pertunangan secara besar-besaran tanpa meminta persetujuan darinya terlebih dahulu. "Segitu itu gak terlalu banyak, Mas. Cuma teman-teman arisan sama beberapa kolega bisnismu."Bram menghela napas gusar. Prita selalu saja bersikap semaunya. Sudah beberapa kali Bram mengatakan bahwa acara pertunangan Anggia dan Raga diadakan secara sederhana saja, tetapi sang istri justru tidak mengindahkan ucapannya. "Ma. Bukannya Papa sudah bilang jangan mengadakan pesta besar-besaran? Papa ingin menjaga perasaan Ayuna. Dia itu putri Papa juga. Mendapat kenyataan calon suaminya akan bertunangan dengan adiknya sudah membuatnya terpukul, apalagi kalau sampai dia tahu pertunangan ini diadakan secara mewah," protes Bram. Pria itu khawatir Ayuna akan makin terpuruk. "Mas ini gimana, sih? Anggia itu putri Mas juga. Tidak ada salahny
"Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini, ya, Mbak."Salma dan Ayuna yang baru turun dari mobil menoleh ke asal suara. Ayuna mendengkus tak suka kala melihat Prita berjalan ke arahnya dengan menggandeng lengan sang Papa. "Kalian mau makan siang di sini?" Bram menyapa istri pertama dan sang putri. Pria berusia empat puluh delapan tahun itu menepis halus tangan Prita yang bergelayut di lengannya. Tidak nyaman saat matanya berserobok dengan mata Salma. "Iya." Salma menjawab singkat. Tidak ada raut cemburu di wajah wanita berusia empat puluh lima tahun tersebut saat menyaksikan betapa mesranya sang Madu menggandeng lengan suaminya ... lebih tepatnya suami mereka. "Oh ya. Mumpung kita bertemu, aku ingin memastikan. Mbak sama Ayuna pasti datang ke acara pertunangan Anggia, kan? Acaranya jam delapan malam. Tidak hanya keluarga inti saja yang datang, aku juga mengundang kolega bisnis Mas Bram," terang Prita yang sebenarnya tidak penting untuk Salma dengar. "Kamu tidak perlu khawatir. K
"Bara ngajak kamu datang bareng ke acara itu?" Olivia terkejut mendengar cerita sahabatnya. Pasalnya, Olivia tahu bahwa Bara dan Raga adalah sahabat lama yang bekerja di rumah sakit yang sama. "Ya, tadi dia ngomongnya begitu.""Terus kamu terima tawarannya?" Olivia makin penasaran.Ayuna menggeleng. "Belum."Olivia menghela napas lega. Entah mengapa gadis itu kurang setuju jika Ayuna datang ke acara bersama Bara. Bukan karena Bara sahabatnya Raga, tetapi karena ....Ah sudahlah!Olivia menggeleng cepat. Mengenyahkan pemikiran tentang Bara. "Tapi ada bagusnya juga kamu bawa pasangan ke sana. Kamu bisa menunjukkan pada semua orang bahwa kamu sudah move on dari Raga." saran Olivia."Entahlah, Liv. Aku ...."Olivia paham perasaan sahabatnya. Gadis itu berpindah duduk ke samping Ayuna untuk memeluk tubuh sang sahabat. "Yang kuat, Yun. Kamu pasti bisa melupakan Raga," bisiknya seraya mengelus punggung Ayuna. "Aku kok gini banget ya, Liv. Aku cengeng, aku sok tegar di hadapan orang-orang
"Kamu cantik sekali, Sayang."Prita menatap kagum sang putri yang sedang berdiri di depan cermin. Gaun yang ia persiapkan untuk Anggia telah melekat sempurna di tubuh ramping putrinya. "Terima kasih, Ma." Anggia tersipu. "Jujur aku gugup sekali. Aku takut Mas Raga tidak menyukai penampilanku malam ini," lirihnya."Hei, itu tidak mungkin. Kamu akan menjadi wanita paling cantik di acara ini. Mama yakin, Raga akan terpesona melihatmu."Lagi, Anggia dibuat tersipu oleh pujian mamanya. "Sekarang ayo kita keluar. Para tamu sudah banyak yang datang. Raga juga pasti sudah menunggumu di sana."Anggia mengangguk. Gadis itu bertambah gugup saat membayangkan reaksi Raga melihat penampilannya malam ini. Benarkah yang dikatakan sang Mama bahwa pria itu akan terpesona? Atau ... justru Raga akan terlihat biasa saja?Anggia berjalan digandeng oleh Prita. Keduanya tersenyum lebar saat mulai memasuki tempat acara yang di adakan di pekarangan rumah mewah milik Bram dan Prita. Tempat tersebut sudah disu