Nyonya Agatha murka dan berbicara lantang tanpa jeda begitu mengetahui Jason diperlakukan sama dengan Brandon. Namun, Tuan Alfonso menanggapi sikap istrinya yang tidak menghormati dirinya di depan karyawan dengan tenang. Presiden Direktur itu sangat paham dengan sang istri sehingga tidak mau meladeninya lebih jauh.
Jason yang menjadi puncak masalah merasa kesal dengan sikap ibunya itu. Tuan Kecil itu kemudian diseret paksa untuk keluar dari ruangan dan disuruh segera masuk ke mobil. Brandon yang sama-sama melihat kejadian itu merasa kasihan terhadap Jason. Anak Camilia itu terus saja menatap punggung adik dan ibu tirinya tersebut.
Tak berapa lama, setelah Nyonya Agatha dan Jason meninggalkan proyek, Tuan Alfonso dan asisten pribadinya beserta Brandon pun demikian juga. Kendaraan roda 4 yang dikemudikan langsung oleh Tuan Reinhard melaju perlahan di jalanan begitu keluar dari area proyek. Brandon tampak termenung, seolah-olah merasa bersalah
Wajah Brandon tampak terluka membuat Camilia bergegas menghampiri dan memeluk anaknya tersebut. Beruntung, Tuan Alfonso telah melumpuhkan sang penjahat hingga terkapar. Bocah berusia 12 tahun itu bukannya menangis, dia malah tersenyum bangga terhadap ayahnya."Laporkan penjahat itu ke kantor polisi, Reinhard!" perintah Tuan Alfonso kepada asisten pribadinya tersebut."Baik, Tuan." Asisten pribadi itu lantas bergegas berusaha meminta bantuan orang sekitar, untuk membawa penjahat yang telah terkapar itu menuju kantor polisi.Camilia yang masih mendekap wajah buah hatinya tampak menitikkan air mata. Dia tidak menyangka anaknya menjadi korban aksi seorang penjahat. Sementara, Tuan Alfonso masih berjaga-jaga di dekat tubuh sang penjahat yang mulai siuman itu.Setelah beberapa saat lamanya, sang asisten pribadi Tuan Alfonso telah kembali dengan membawa beberapa orang. Mereka lantas menyeret penjahat
Sinar keemasan menghangatkan pagi mulai menerobos celah-celah dinding kontrakan sederhana milik Camilia. Tuan Alfonso dan Brandon telah bersiap kembali menuju kota. Sang asisten pribadi pun tak luput dari tugasnya, menjemput atasannya itu."Aku bersama anak kita akan kembali ke kota. Jaga dirimu baik-baik dan aku berjanji akan sering mampir ke sini!" seru Tuan Alfonso kepada wanita yang telah melahirkan darah dagingnya itu.Camilia mengangguk, kemudian menghampiri sejenak untuk membetulkan letak dasi yang dipakai ayah kandung Brandon tersebut. Keduanya yang masih berada di dalam kamar, sejenak saling berciuman mesra sebelum berpisah."Aku mencintaimu," lirih Camilia. Mendengar ucapan Camilia, lelaki yang menjadi orang nomor satu di perusahaan itu, kembali mencium bibir yang barusan terhenti sejenak.Usai memperlakukan bekas perawat itu dengan mesra, Tuan Alfonso lantas keluar kamar. Brandon yang tela
Petir masih saja terdengar disertai rintik hujan meskipun tidak begitu deras. Brandon masih saja memperhatikan gerak-gerik ketiga orang dewasa yang berada di depan paviliun. Nyonya Merry yang terjatuh masih sempat mengumpat kasar. Bahkan, Brandon juga mendengar, jika wanita lanjut usia itu akan mengadukan Nyonya Muda dan Tuan Reinhard kepada Tuan Alfonso.Nyonya Agatha dan Tuan Reinhard tampak panik mendengar ancaman Nyonya Besar. Tak berapa lama, Brandon melihat sang Nenek memegangi dada sambil meronta meminta tolong kepada ibu tirinya dan juga asisten pribadi ayahnya tersebut. Namun, Nyonya Agatha dan Tuan Reinhard justru membiarkan sang Nyonya Besar hingga tergeletak tak sadarkan diri.Hujan semakin turun dengan deras, membuat Brandon tidak bisa mendengarkan secara jelas lagi, pembicaraan ibu tirinya dengan Tuan Reinhard. Bocah lelaki itu hanya bisa melihat kedua orang itu tertawa sembari berdiri di dekat Nyonya Besar yang tak sadar
"Tuan Alfonso menyuruhku memanggil kalian berdua. Nyonya Besar mengalami kritis lagi," ujar Tuan Reinhard menyampaikan pesan kepada Camilia dan juga Brandon."Baik!" sahut Camilia kemudian. Tak berapa lama, asisten pribadi Tuan Alfonso membalikkan badan dan lebih dulu kembali menuju ruangan Nyonya Besar."Ibu, berjanjilah untuk menyimpan rahasia yang aku tau itu!" pinta Brandon sebelum memenuhi panggilan Tuan Alfonso yang disampaikan asisten pribadinya barusan."Tenanglah, Ibu janji!" ucap Camilia sembari mengajak menautkan kelingking, simbol perjanjian antara mereka berdua.Ibu dan anak itu kemudian bangkit dari duduk dan melangkah kembali menuju ruangan Nyonya Besar. Tak berapa lama, langkah keduanya tiba di depan ruangan rawat inap Nyonya Merry. Rupanya, semua tampak telah berkumpul di dalam ruangan kecuali Tuan Reinhard."Masuklah ke dalam!" seru Camilia menyuruh Brando
Brandon mengatur napas, saat tiba di dekat pintu masuk ruang berkabung. Dia membungkuk sejenak, kemudian menegakkan badan lagi. Ekor matanya kemudian menangkap sosok sang Ibu yang telah berada di luar ruangan berkabung."Ibu! Apakah udah selesai berdoa untuk Oma?" tanyanya begitu menghampiri Camilia."Astaga, Sayang ... bikin Ibu kaget aja." Camilia tersentak sejenak dan menjawab pertanyaan sang anak."Sudah menjelang petang, sebaiknya Ibu menginap di rumah Ayah," ujar Brandon kepada ibunya yang tampak resah menoleh ke sana ke mari, sembari memandang langit yang mulai tampak gelap."Sebaiknya lekas masuk ke dalam, temani ayahmu! Ibu akan pulang sebelum ketinggalan kereta terakhir di stasiun!" seru Camilia sembari mengelus pundak anak semata wayangnya itu."Tunggu sebentar, Bu! Aku akan memberitahu Ibu sesuatu lagi!" pinta Brandon, sebelum ibunya berlalu.
Brandon mengurung diri di kamar hingga menjelang malam. Dia tak habis pikir dengan apa yang diucapkan ayahnya. Pikiran bocah lelaki berusia 12 tahun itu begitu kalut. Satu sisi, ia memikirkan keadaan ibunya yang gawat dan sisi yang lain, sang ayah justru mengharapkan dirinya melupakan ibunya.Bocah lelaki itu turun dari ranjang dan melangkah menuju sisi jendela. Dia mengamati keadaan di luar rumah dari kamarnya. Suasana tampak sepi dan batinnya memang mengharapkan hal itu.Dia lantas meraih tas dan membuka lemari pakaian miliknya yang berada di sudut kamar. Bocah lelaki berusia 12 tahun itu sigap memasukkan beberapa helai pakaian. Kemudian, ia melangkah perlahan keluar kamar, menyusuri anak tangga dengan mengendap-endap.Brandon berhasil keluar rumah tanpa sepengetahuan siapapun. Kini, ia bersembunyi di balik dinding teras untuk mengamati jalanan di samping halaman arah ke gerbang rumah mewah tersebut. Dia te
Brandon segera bangkit dari jongkok, kemudian berlari menyusuri jalan menuju sumber suara. Sedangkan Emily dan Jason juga terus mengikuti arah melangkah anak dari Camilia tersebut. Brandon tiba di depan rumah yang tampak rusak dengan napas tersengal-sengal.Rengekan sang Ibu yang tadi terdengar samar di telinga Brandon, kini menghilang. Bocah lelaki berusia 12 tahun itu lantas merangsek ke rumah yang tampak tidak berpenghuni itu. Nahas, sang ibu tidak berada di tempat itu.Tubuh bocah lelaki berusia 12 tahun itu kemudian luruh begitu saja di lantai yang masih berupa tanah. Dia berulangkali berteriak meratapi nasib ibunya. Sedangkan Emily dan Jason yang berdiri di belakangnya, hanya mampu terpaku dan membisu.Setelah beberapa lamanya menangis, Brandon lantas bangkit. Dia menyusuri ruang demi ruang yang tampak gelap di dalam bangunan rumah tak terawat itu. Nihil, tak ada jejak ibunya yang tertinggal di sana.
"Hei, apa yang membuatmu mengajak Jason pergi dari rumah? Dasar anak tak tau diri!" bentak Nyonya Agatha begitu berada di dekat Brandon."Aku tidak mengajaknya, Ma. Jason sendiri yang ingin ikut bersamaku!" sahut Brandon mencoba membela diri."Ibumu yang menyuruh mencuri perhiasan dan sejumlah uang untuk diberikan padanya. Ibumu sekarang kekurangan uang hingga menyuruhmu untuk mencuri dan mengantarkannya ke sana? Iya?" Nyonya Agatha berteriak, menuduh Brandon mencuri perhiasan dan sejumlah uang miliknya."Apa?! Aku tidak mencurinya, Mama. Aku tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu. Ibuku tidak pernah mengajarkannya kepadaku!" bela bocah lelaki berusia 12 tahun itu."Apa yang kamu katakan? Kamu tidak mencurinya? Sebelum kamu tinggal di rumah ini, tak ada kejadian seseorang berani membuka lemari untuk mencuri dompet dan perhiasanku di dalam kotak. Jadi, siapa lagi kalau bukan kamu?" Nyonya Agat