Share

Pembuktian

Secarik kertas itu berisi alamat seseorang. Di alamat itu tertulis nama Johny, salah satu teman Erwin yang tinggal di kota Echigo.

“Kita harus segera kesana,” pinta orang yang menemukan kertas itu.

Sementara itu, Erwin, Enola, dan Renata masih dalam perjalanan menuju ke kota Echigo. Erwin tampak fokus mengendarai mobilnya. Namun dalam pikirannya penuh dengan pertanyaan. Siapa kedua orang itu dan bagaimana seseorang bisa mengirim video saat dirinya terluka ke Enola. Dia masih belum menemukan jawabannya. Enola yang melihat raut wajah Erwin, paham kalau dia sedang memikirkan sesuatu.

“Win, kamu lagi mikirin apa?” tanya Enola yang ingin tahu apa yang dipikirkan Erwin.

“Keluargamu pasti saat ini sedang mencarimu,” ucap Erwin.

“Aku tahu itu. Tapi aku tidak ingin kembali ke rumah, aku benar-benar tidak ingin kembali,” jawab Enola sambil menundukkan pandangannya.

“Kenapa kamu harus kabur dari rumah? Kalau untuk mengetahui kabarku, bisa lewat telepon saja” tanya Erwin dengan tatapannya yang tetap lurus ke depan.

“Aku sangat panik waktu itu, Win.”

“Mungkin saja kedua orang itu adalah suruhan ayahmu. Mereka pasti mengikutimu sampai ke apartemenku dan menemukanmu di sana,” ucap Erwin dengan nada santai karena tidak ingin Enola merasa bersalah.

“Maafin aku, Win,” pinta Enola.

“Tidak perlu minta maaf, lagi pula kita sudah sering mengalami kejadian seperti ini,” jawab Erwin sambil menunjukkan senyum kecil kepada Enola.

“Mereka mungkin memang suruhan ayahku. Dia pasti sedang marah besar saat ini kalau tahu aku bersamamu,” kata Enola penuh dengan nada sedih.

“Kalau mereka memang suruhan ayahmu, aku tidak khawatir. Aku bisa mengatasinya. Yang lebih membuatku heran, siapa yang mengirim video itu ke kamu. Tidak mungkin jika orang itu tidak ada hubungannya dengan kita,” kata Erwin dengan ekspresi penuh keheranan.

“Lalu siapa yang membuatmu sampai terluka parah seperti itu? Yang pasti orang yang mengirim video itu juga ikut melukaimu, iya kan?” tanya Enola mencoba menerka.

“Pastinya,” jawab Erwin singkat karena tidak bisa mencoba menebak lebih jauh lagi.

“Pasti ada seseorang yang dendam kepadamu atau punya masalah denganmu,” tukas Enola.

“Aku ini seorang detektif yang sudah banyak membongkar kasus-kasus besar, tentu saja banyak yang dendam padaku ha ha ha,” jawab Erwin sedikit menyombongkan dirinya agar tidak terlalu terbelenggu dengan kemarahan.

“Dasar sombong! Eh terus bagaimana kamu bisa melarikan diri?” tanya Enola yang masih ingin mendengar kisah Erwin.

“Mereka tidak mengambil jam tangan ini,” ucap Erwin sambil menunjukkan jam tangan yang dia pakai. “Tentu saja ada senjata rahasiaku di dalamnya,” imbuh Erwin mengungkapkan keahliannya.

Enola hanya bisa tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara itu, Renata yang berada di pangkuan Enola, dari tadi mendengarkan percakapan dua insan itu. Saat Erwin menunjukkan jam tangannya, lengannya sedikit terlihat. Renata tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia mengamati dengan seksama.

“Ternyata benar ini orangnya. Akhirnya aku menemukanmu,” ucap Renata kegirangan karena akhirnya bisa bertemu dengan detektif yang harus dia bantu agar bisa kembali menjadi manusia.

Tiba-tiba Enola mengangkat Renata dari pangkuannya sambil berkata, “Tapi aku masih belum percaya kalau kucing ini yang menyelamatkan kamu. Apa seorang detektif yang biasanya menggunakan logika tiba-tiba percaya tahayul?”

“Hemmm... Entahlah. Mungkin kucing ini malaikat atau kucing ajaib,” ucap Erwin yang tak menjawab pertanyaan Enola tapi malah membuat pernyataan yang tidak masuk akal bagi seorang detektif.

Sementara itu, Renata yang kini sudah kembali di pangkuan Enola, terkejut ketika mendengar hal itu. Dia tidak percaya kalau dirinya yang menyelamatkan Erwin. Dia pikir Erwin pasti mengada-ada.

“Apakah waktu itu permintaanku benar-benar terkabul? Mungkinkah kalung ini yang menyembuhkan Erwin?” tanya Renata dalam hatinya yang penuh dengan rasa heran setelah mendengar ucapan Erwin dan Enola.

Setelah sekitar satu jam berkendara, mereka sampai di kota Echigo. Erwin segera menuju ke tempat temannya. Tidak berselang lama, mereka sampai ke sebuah rumah toko barang bekas. Di sana Erwin segera memarkirkan mobilnya di pinggir toko tersebut. Sebelum keluar mobil, dia melihat keadaan di luar, memastikan tidak ada orang yang melihat kedatangan mereka.

“Ayo turun!” ucap Erwin sambil membuka pintu mobil.

“Nana! Kita sudah sampai,” kata Enola yang keluar mobil sambil menggendong Renata.

Erwin mengajak Enola dan Renata masuk lewat pintu depan toko. Namun sayangnya pintu itu terkunci dan terdapat papan bertuliskan ‘TUTUP’ di papan pintu. Erwin tidak mengetuk pintu tersebut tapi dia langsung pergi ke samping toko untuk masuk lewat pintu lain yang ada di sana. Namun, pintu di sana juga tertutup.

“Kenapa, Win? Tidak ada orang?” tanya Enola.

“Sebentar, aku ambil kunci di mobil,” kata Erwin sambil berlalu menuju mobilnya.

Tak berselang lama dia kembali dengan membawa kunci pintu di tangannya. Raut wajahnya tampak sedikit cemas. Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

“Ini rumah siapa? Kenapa kamu punya kuncinya?” tanya Enolayang bingung dengan tingkah Erwin.

“Nanti kamu juga tahu,” jawab Erwin singkat.

Setelah pintu terbuka, mereka langsung masuk ke toko barang bekas itu. Di dalamnya terdapat banyak barang-barang kuno, mulai dari komputer model lama, televisi, radio, bahkan lampu gantung. Kondisi barang-barang itu tampak tak terawat dan berdebu.

“John! Johny! Kamu di rumah?” ucap Erwin sedikit berteriak memanggil nama seseorang.

“Johny? Johny teman kita dulu? Dia masih hidup?” tanya Enola pada dirinya sendiri dengan raut wajah terkejut.

Saat itu juga, terdengar suara orang terbatuk-batuk. Erwin yang mendengarnya langsung masuk ke kamar Johny untuk melihatnya. Disana, seseorang terbaring lemas dengan wajah yang sangat pucat. Tubuhnya kurus dan matanya sangat sayu.

“Apa yang terjadi padamu, John?” tanya Erwin yang kaget melihat kondisi Johny yang terbaring lemas.

Johny yang keadaanya sudah sangat memprihatinkan hanya bisa menghela nafas pelan-pelan. Dia seakan tidak mampu menjawab pertanyaan Erwin. Enola pun sama terkejutnya ketika melihat Johny, teman lamanya terbaring tak berdaya.

“Win, kita harus segera membawanya ke rumah sakit,” pinta Enola.

“Bagaimana caranya? Kita saja sedang bersembunyi dari kejaran orang,” jawab Erwin yang masih panik tidak tahu harus melakukan apa.

Sementara itu Renata yang berada di gendongan Enola terpikirkan sesuatu.

“Jika aku bisa menyelamatkan Erwin saat itu. Apa mungkin aku bisa menyelamatkan orang ini?” tanyanya dalam hati.

Tanpa berpikir lebih lama, Renata langsung meloncat dari gendongan Enola. Dia merangkak menghampiri Johny. Keinginannya untuk membuktikan apakah dia bisa menyelamatkan seseorang semakin kuat.

“Mungkinkah kalungku mampu menyembuhkan orang ini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status