Share

Meminta Tolong

Suara yang terdengar semakin kencang membuatku dan Om Angre saling beradu pandang.

Tunggu, apa jangan-jangan itu suara keris yang sempat kami lihat tadi?

Seketika sekujur tubuhku meremang. "Biar aku yang lihat." Papah bangkit dari duduknya dan memeriksa ke atas Plafon. Kami semua melanjutkan makan tanpa Papah.

Beberapa saat berlalu suara itu menghilang setelah Papah mengecek keadaan di atas plafon. Papah kembali dengan raut wajah santai.

"Ketemu Pah tikusnya?" tanya Mamah sambil mengunyah makanannya.

"Papah heran deh Mah. Di atas itu sebenarnya nggak ada apapun. Bahkan nggak ada sarang tikus dan di atas juga nggak ada lubang untuk akses tikus masuk ke atas plafon." jelas Papah melanjutkan makan.

Aku yakin jika suara itu ada kaitannya dengan kotak usang yang Om Angre temukan.

Hari sudah menjelang Magrib. Om Angre dan tante Salwa berada di ruang tamu bersama Mamah dan Papah. Aku dan Qinar berada di kamar sambil bermain ponsel di atas ranjang.

Tiba-tiba saja tubuh Qinar bergetar dan membalut seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

"Kamu kenapa dek?" tanya ku karena merasa khawatir dengan keadaan Qinar yang belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.

"Di depan pintu A-ada ibu-ibu yang ngeliatin Qinar kak. Qinar takut." jawabnya dengan suara gemetar.

Aku melihat ke arah pintu dan melihat sebuah bayangan yang lewat menuju ke arah dapur. Aku keluar dan mengecek siapa yang ada di dapur. Aku melangkah pelan dan mengedarkan pandangan di setiap sudut dapur tapi tak ada siapa pun. Bahkan pintu belakang terkunci dari dari dalam. Sebenarnya tadi siapa yang lewat?

Karena tak menemukan satu orang pun di dapur aku memutuskan untuk kembali. Tapi saat aku mulai membalikkan badan terdengar suara Pintu kamar mandi belakang seperti ada yang membanting.

Karena rasa penasaran aku menuju ke arah kamar mandi. "Siapa yang ada di dalam ya?" tanya ku dengan suara sedikit keras.

Tak ada jawaban yang aku dapatkan. Justru terdengar suara gemercik air dan suara gayung. yang di ketuk.

Karena rasa penasaran aku membuka pintu kamar mandi. Aku terkejut saat melihat seorang wanita dengan wajah pucat pasih, rambut panjang acak-acakan, lidahnya menjulur keluar. matanya melotot tajam seperti marah kepada ku.

Aku tak bisa berlari atau pun bersuara saat ini. Tubuh ku terasa kaku dan tak bisa untuk di gerakkkan. Bahkan mata ku pun tak bisa berkedip. kristal bening keluar dari kelopak mata ku karena rasa takut yang saat ini aku rasakan.

Wanita yang aku perkirakan berumur sekitar lima puluh tahunan itu perlahan-lahan mendekatiku.

Wanita itu bersenyum dengan lidah yang masih menjulur keluar. Bahkan, bibirnya melebar sampai ke telinga. Aku takut melihat sosok seperti ini. Semakin ia dekat pandangan ku menjadi gelap dan aku jatuh pingsan tak sadarkan diri.

*

Aku mendengar suara Mamah menangis. Perlahan-lahan aku membuka mata dan melihat Mamah menangis memijat kaki ku.

"Mamah." panggil ku dengan suara lemah. Kepala ku terasa sangat pusing.

"Alhamdulillah kamu udah sadar sayang." Mamah memeluk ku sangat erat. "kamu kenapa bisa pingsan di depan kamar mandi belakang nak?" tanya Mamah masih mengeluarkan air mata.

Aku mencoba mengingat kejadian yang terjadi di kamar mandi. Aku mulai mengingat sosok wanita dengan wajah mengerikan. Apa aku harus memberitahu semua orang apa yang aku lihat hingga membuat ku pingsan?

"Bagaimana aku bisa ada di sini Mah?" tanya ku mencoba mengalihkan arah pembicaraan kami.

"Qinar keluar dari kamar sambil menangis. Mamah tanya dia juga nggak mau jawab apapu dan terus menangis. Mamah tanya kamu di mana Qinar cuma geleng aja. Karena semua Khawatir kami mencari mu dan Tante Salwa menemukan kamu udah pingsan di depan kamar mandi. Mamah khawatir karena kamu pingsan hampir tiga jam." jelas Mamah panjang lebar.

Tiga jam? apa benar aku pingsan selama itu?

"Qinar sekarang dimana Mah?" tanya ku karena tak menemukan adik bungsu ku itu. aku khawatir dengan kondisi Qinar. Apa mungkin ibu-ibu yang Qinar lihat sama dengan Ibu-ibu yang aku lihat di kamar mandi?

"Dia di luar sama Syakila." jawab Mamah yang sudah mulai tenang.

Aku nggak tahu harus mengatakan apa pada semua orang. Aku takut jika aku mengatakan hal itu justru aku yang akan dianggap berhalusinasi.

Tapi semua terlihat sangat nyata. Aku masih ingat saat wanita itu melotot, dan saat tersenyum dengan lidah yang masih menjulur keluar. Bahkan, bibirnya melebar sampai ke telinga. Baru kali ini aku melihat penampakan yang mengerikan seperti itu.

"kamu kok bisa pingsan di sana sih Ra? kamu sakit? apanya yang sakit? kenapa nggak bilang sama Mamah kalau kamu sakit sampai akhirnya jatuh pingsan?" tanya Mamah dengan suara paruh.

"Aku pingsan mungkin kelelahan Mah. Mamah nggak perlu khawatir." jawab ku dengan senyum sampul.

Setelah semua situasi dan kondisi mulai stabil Om Angre dan Tante Salwa berpamitan untuk pulang.

Qinar dan Syakila masuk ke dalam kamar. Qinar memeluk ku sangat erat. "Kak, Qinar takut." ucap nya liriih.

Aku mengelus pelan pucuk kepala Qinar. "Qinar Nggak perlu takut. Yang penting kita harus selalu dekat dengan Tuhan. Qinar kan masih sering bolong tuh sholatnya, kita sama-sama belajar yuk biar bisa sholat lima waktu setiap hari. Minta sama Allah swt semoga kita selalu di lindungi ya." ucap ku menenangkan adik bungsu ku itu.

Syakila duduk di samping ku. "Sebenarnya apa yang terjadi sama Kakak?" tanya Syakila dengan raut wajah penasaran.

"Aku nggak tahu harus cerita mulai dari mana. Tapi yang jelas ada yang aneh dengan rumah ini."

"Qinar kenapa kamu nggak cerita soal ibu-ibu yang kamu lihat itu pada Mamah?" Aku menetap wajah Qinar setelah melepaskan pelukan.

Qinar menggelengkan lemah. "Kalau aku ngomong sama Mamah apa Mamah bakal percaya kak? Mamah orang nya gak gampang percaya kalau nggak ada bukti. Entar malah Qinar yang diomelin karena dikira ngeprank Mamah." Qinar sudah berumur sepuluh tahun jadi ia udah mulai bisa menanggapi sesuatu dengan pikiran dewasa.

"Kalian ngomong apa sih, Aku kok nggak nyambung dengan pembicaraan kalian, coba jelasin dong, kepo nih aku." Aku mencubit tangan Syakila.

Syakila berbeda dengan Qinar. Syakila anak yang lola atau bisa dibilang loading lama. kalau Qinar anak yang cukup cerdas. Bahkan dari sikap mereka, Qinar lah yang menurut ku lebih dewasa dari pada Syakila dalam menyikapi sesuatu.

"Makanya jangan keluyuran aja, jadinya nggak tahu kan apa yang terjadi di rumah." hardik ku pada Syakila.

"Ya udah kalau nggak mau kasih tahu. Aku mau tidur aja. Nggak asik kalau gosip sama Kak Kaira. bawasnnya sensi terus." Syakila langsung membaringkan tubuhnya membelakangi ku.

Aku hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah Syakila seperti anak kecil.

"Kakak kenapa tadi pingsan? apa kakak juga lihat ibu itu?" tanya Qinar.

"Sebaiknya nggak usah bahas itu dulu. Kakak capek banget. Kepala kakak juga masih pusing. Besok aja dilanjut lagi ceritanya ya." Qinar lalu tidur diantara Syakila dan aku.

Bayangan sosok wanita itu selalu terlintas hingga aku tak bisa tertidur.

Aku membolak balikkan badan agar mendapatkan posisi yang nyaman agar aku bisa segera tidur. Tapi semua sia-sia. Mata ku tidak bisa terpejam untuk tidur.

"TOLONG, TOLONG SAYA!"

Jantungku berdetak sangat kencang mendengar seorang pria dengan suara berat bicara meminta tolong. Suara itu pelan tapi sangat jelas di telinga.

"Tolong saya, Tolong bebaskan saya..."

Suara itu masih terdengar. Dari suaranya ituu berasal dari ruangan yang dijadikan gudang.

Perlahan tapi pasti suara itu mengecil dan mulai menghilang.

Namun, rasa takut sudah menyelimuti hati.

'Sebenarnya ada apa dengan rumah ini? Kenapa selalu ada saja gangguan seperti ini?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status