Aulia menyipratkan air alut ke arah Alex dengan tawa bahagia seakan masalah antara meraka sudah tiada lagi dengan segaja, senyum dibibirnya pun ikut tersinggung. Beberapa kali Alex terpesona dengan senyumnya yang manis, bahkan dibuat terpana dengan lesung pipi yang dimilikinya. “Kak Alex kok melamun aja sih” tegur Amlia mendorong laki-laki itu mendekat ke arah aulia.Alex terus memerhatikan Aulia menatap penuh kagum dan sorot mata lembut ke arahnya, ia terus dibuat terpoesona senyuman masnis peremuan itu, senyuman yang jarang sekali diliat menyadari ternyata perempuan itu selain memiliki gigi yang rapi juga memiliki lesung pipi di bawah bibirnya dengan bentuk titik. Bibrinya pun ikut terangkat menyaksikan senyum manis itu berharap akan selalu terbit. Perempuan itu sangat bahagia saat bermain dipantai karena seja kecil orang tuanya selalu membawanya ke pantai. Alex berharap bisa terus melihat senyuman indah itu.“Cantik,” puji Alex lalu menyiramnya dengan air laut. Perempuan itu m
Menghela napas panjang menatap kepergian Aurel kembali menertralkan detak jantungnya yang kembas kempis berdetak cepat karena menahan emosi tak ada maskud untuk menyinggung ibunya tapi apa yang dilakukannya sudah keterlaluan. Netranya memerhatikan Aulia sibuk membersihkan tumpahan teh itu, ia meraih tangannya menatap luka yang kena air panas tersebut.“Harusnya kamu obati dulu lakamu, kalau terus dibiarkan akan semkin parah.”Aulia menarik tangannya menjauh lalu melanjutkan membersihkan meja tersebut. Alex tak tahan karena Aulia mengabaikan luka tersebut menyetaknya menuju kamar menyururhnya untuk duduk. “Kalau ada luka seperti ini harusnya langsung kamu obati jangan dibiarkan begitu saja, gak baik.”Aulia diam menunduk saja tidak memberikan respon apapun. Sejak kepergian mertuanya itu terus saja bungkam membuat Alex mengeryitkan kening saat pulang pantai dia baik-baik saja.“Ada apa sejak tadi kok kamu diam saja sih?” tanya alex merasa ada yang aneh dengan perempuan itu.Tida
“Aulia,” panggil Maudy berulang kali karena perempuan itu diam melamun setelah menanyakan sudah lama atau kerja di sana.“Hah? Ya, ada apa kak?” “Aku bertanya loh kok malah begong sih, lagi mikirin apa?”“Ah, itu kakak motor aku sore ini bisa langsung diambil gak sih, soalnya penting bangat.” Kilahnya mencoba mengalihkan topik tak ingin terlalu jauh membahas tentang kejadian beberapa hari lalu saat mereka bertemu diapartemen tanpa sengaja dan harus berbohong.“Oh itu, aku akan mengabarinya kalau sudah dikampus. Palingan juga gak lama kalau hanya bannya bocor.”“Aku boleh minta nomornya kak? Kalau ke kesana sore ini gak akan susah lagi." Pinta aulia berusaha agar tidak terus menyusahkan Maudy ada rasa tak enak dalam dirinya terus merpotkan perempuan itu, selain itu dirinya juga tidak terbiasa menjadi pribadi yang indepent semuanya dilakukan sendiri.“Gak usah nanti aku yang hubungi dan kita ke sana barengan.” Aulia menggelengkan kepalannya menolak bantuan itu. “Aku aja yang ke san
Alex menatap kdua perempuan itu bergantian sejak kapan merka bisa akrab seperti itu, aulia pun tak pernah cerita tentang Maudy. Ia tidak menyangka semua usahanya untuk membuat keduanya tidak saling mengenal dan tidak berkomunikasi gagal mereka bahkan sangat terlihat akrab dan terlihat dekat. Bahkan maudy terlihat pemilih dalam berteman dengan mudahnya akrab seakan mereka sudah saling mengenal lama.“Kalian sudah lama mengenal?” tanya alex pelan agar tidak menimbulka kecurigaan.0Maudy merangkul pundak Aulia senang. “Gak lama amat sih baru seminggu aja, itupun ketemunya waktu yang kurang berkesan ‘kan Aulia.”Aulia memaksakan senyumnya mendegar itu, memang benar. Ia menarik dirinya menjauh dari maudy risih diperhatikan seintens itu.“Wish asik ni, kalau begini, bisa tuh gabung dengan kami juga dong, kesempatan aku buat dekat dengan Aulia jalannya makin mulus aja,” seru Ahmad. Merasa memiliki kesempatan berdekatan dengan aulia.Tatapan melotot dilayangkan oleh Alex tak setuju tak i
Dua belas tahun lalu seorang gadis kecil menangis dipojok kamar menyaksikan berdebatan antara ke dua orang tuanya, di mana sang ibu sedang hamil dan sbentar lagi akan melahirkan. Ia ketakutakn meringkuk memegang lututnya ketakutan memyaksikan pertengkaran yang sedang terjadi di depan matanya. Umurnya yang menginjak 7 tahun itu harus meliat bagaimana ibunya di pukul dan ditampar hingga dibentak oleh Ayahnya. “Dasar kau istri tidak berguna! Harusnya saat aku pulang kerja kau menyambutku dengan baik, tapi apa kau malah bertanya tentang perempuan yang jalan denganku. Bahkan memasak pun kau tak kerjakan!”“Harusnya kau sadar! Kau sudah tidak menjalankan tugasmu sebagai sorang suami, bahkan memberikan uang untuk membeli beras saja kau tak berikan! Beberapa temanku yang suaminya kerja denganmu sudah belanja bulanan. Sedangkn kau sendiri tidak memberikan sepersen pun padaku! Selain itu aku hanya bertanya baik-baik tentang wanita itu, mas. Tapi reaksimu berlebihan.”Plak! Satu tampara
Bab 1. Rumah sakit. *** Gadis berambut panjan lurus hitam legam dengan poni kedepan menatap ruang icu dengan cemas bola mata barwana coklatnya menahan butiran bening akan tumpah dari kelopak matanya, ia lalu mendongak menahan sesak dihatinya jika pertahanannya runtuh saat itu juga maka siapa yang akan menenangkan adiknya yang menangis tak ingin kehilangan Bundanya yang sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam sana"Kak, Bunda tidak akan pergi kali ini kan?" ucap sang adik keatakutan. Gadis itu memaksakan senyumnya lalu berucap, "Kita doakan Bunda ya, Dek kuat melawan penyakitnya." "Selalu kak, aku selalu berdoa semoga bunda cepat sembuh. Aku rindu tawa Bunda dulu, Rumi ingin kita kumpul di rumah lagi bukan di rumah sakit terus seperti ini. Aku Rindu masakan Bunda."Aulia mengangguk mengiayakan, ia pun merindukan hal itu, sejak dua tahun terakhir mereka bergantian menjaga Bundanya di rumah sakit, meskipun selalu disibukkan untuk bekerja. Pulang kuliah ia pun kerja
Aulia terburu-buru masuk ke kelasnya hampir saja terlambat, semenit saja telat Dosennya itu tidak akan memberikan tolerasi, namanya adalah pak Haris dosen paling perhitungan dan paling banyak memberikan tugas untuk mahasiswanya bahkan aulia sendiri sudah mendaftarkan nama Pak Haris kelak ketika sudah menyusun tidak akan memilihnya. Ia banyak mendengar kalau dosennya itu banyak menyiksa mahasiswa semester akhir sampai takut, walaupun beberapa Mahasiswa mengincarnya karena setiap anak bimbingannya selalu dipermudah saat seminar dan ujian meja namun bagi Aulia menghindari lebih baik."Hampir saja loh kamu telat! Tumben?" Aulia mendesah panjang. "Bentar aja deh aku ceritain, ditegur pak Haris bisa berabe dapat nilai C langsung. Aku tidak mau ngulang semester pendek bayar lagi." Aulia sangat berhati-hati dengan nilainya peraturan dikampusnya ketika mahasiswa mendapatkan nilai C maka wajib ikut semester pendek dan membayar lagi sesuai peraturan. Biayanya permata kuliah sebesat 150 ribu
Aulia terpaku menatap lurus ke arahanya. "Kita tidak saling kenal. Lagi pula apa jaminanya kalau kau tidak akan macam-macam padaku." "Kalau begitu aku Alex. Kamu sudah mengenalku. Soal jaminan aku belum bisa membuktikannya, tapi percayalah aku akan mengantarmu sampai rumah sakit. Lagipula kalau aku berbuat macam-macam aku tidak bisa kabur kita sekampus mudah bagimu mencari identitaskamu di sana. Selain itu temammu itu mengenalku." Aulia masih ragu akan menolak kembali. "Dalam situasi gentig seperti ini kamu masih saja menolak bantuan orang lain. Lalu apakah kamu kuat menaiki motor dalam keadaan kacau seperti ini?"Aulia menghembuskan napas panjang, setelah lama terdiam pun memutuskan untuk menerima tawaran Alex. Namun memilih untuk duduk dibelakang. "Kita akan ke rumah sakit mana?" tanya Alex membuka percapakan antara mereka setelah kehinangan cukup lama."Ibu Sina," jawabnya singkat terus memperhatikan ponselnya mengikuti perkembangan kondisi ibunya.Aulia menghembuskan napas panj