Share

Bab 6 Pertemuan

Di ranjang itu, yang pertama Amberly lihat, adalah seorang lelaki yang sangat kurus. Dengan mata cekung dan kulit berwarna pucat, tetapi bersih.

Inikah bapaknya yang sangat dirindukan? Seumur hidup Amberly sangat mendambakan untuk bertemu. Segala rasa berkecamuk dalam hatinya.

"Papa sudah lama sakit, hanya bisa terbaring di tempat tidurnya. Karena mengalami stroke dan penyakit gula." terang Gathan, setengah berbisik di dekat telinganya. Hal itu membuat Amberly secara refleks menjauh.

Amberly sedikit mengangguk sambil tersenyum pada Gathan. Kemudian, lebih mendekati ranjang bapaknya.

Sang bapak, sejak melihat Amberly masuk ke kamarnya, terus mengawasi tanpa berkedip.

Amberly agak membungkuk untuk menyetarakan posisi wajahnya, supaya setara dengan wajah bapak yang terbaring.

"Bapak …." Dengan nada bergetar, Amberly memanggilnya.

"Kamu, siapa" Sedikit heran, dia bertanya.

"Namaku, Amberly."

Tampak Berly agak tertegun. "Almira pernah mengatakan kalau punya anak perempuan, akan dinamakan 'Amberly'." ujarnya.

"Bapak masih mengingat ibu? Saya anaknya." Begitu Amberly mengakuinya, pandangan keduanya saling bertemu.

Dari situlah, tangis Amberly jadi pecah. "Bapak …." Meraih tangan Berly, kemudian menciumnya dengan takzim.

"Kamu, anaknya Almira?" tanya Berly dengan mata bercahaya.

"Aku membawa keterangan lahirku. Saat ibu pergi dari rumah ini, ibu sedang mengandungku tiga bulan."

"Kamu anak kandungku?"

"Bapak boleh tes darahku, bila meragukannya."

Tiba-tiba Berly menangis tersedu-sedu. Tangannya bergerak agar Amberly mendekat.

Tanpa berkata-kata lagi. Dua tubuh itu bersatu dalam sebuah pelukan. Sama-sama menangis untuk mengekspresikan rasa bahagia dan terharunya.

"Akhirnya Amber ketemu Bapak." Amberly mengangkat wajahnya, lalu mengusap tangis di sekitar wajahnya.

"Almira meninggalkanku. Tanpa kutahu ia sedang hamil."

"Ibu juga tidak menjelaskannya dari kecil. Baru tiga hari yang lalu mengatakannya. Itu juga, melarangku untuk bertemu dengan Bapak."

"Almira tidak begitu tertarik pada kekayaan, tetapi lebih pada kenyamanan hidup. Itu yang Bapak telat untuk memahaminya, hingga Almira pergi tanpa jejak." sesalnya.

"Kamu cantik, mirip ibumu." puji Berly.

Amberly tersenyum. "Dulu ketika aku masih kecil, aku selalu bertanya, siapa bapakku? Sudah terjawab sekarang."

"Tapi keadaanku sudah seperti mayat hidup begini. Sudah 10 tahun, aku sakit."

"Apakah Bapak merindukan Ibu?"

"Almira tetap ada di hati Bapak." Pertanyaan Amberly langsung dijawab secara spontan oleh Berly.

"Ibu tidak menikah lagi, ia hanya mengabdikan dirinya hanya untuk membesarkanku."

"Almira wanita yang baik, Bapak sangat mengenalnya. Sayangnya, nasib kita harus terpisah." Tampak air mata kembali merebak di pelupuk mata Berly. Dengan lembut, Amberly mengusapnya.

"Ho … ho … mengharukan sekali, pertemuan antara anak jadi-jadian dan bapaknya." Tiba-tiba suara lantang itu, muncul bersamaan dengan sosok orang yang ngomongnya. Ranti melangkah masuk dengan tampang arogannya. Dengan bibir penuh ejekan, ia semakin mendekati mereka.

Akan tetapi, tangannya segera di pegang oleh Gathan. "Jangan ganggu mereka, Ma."

"Kamu percaya, wanita muda ini anaknya papa?" protes Ranti, berusaha menepiskan tangan anaknya.

Begitu melihat langsung wanita yang diceritakan ibunya dulu, sering mengintimidasinya. Mata Amberly langsung menyala.

Ia langsung berbalik menghadapinya. "Itu menyatakan, kalau ibu saya tidak mandul. Seperti yang sering Anda cemoohkan pada ibu."

"Menarik! Ternyata kamu lebih punya keberanian, ya? Daripada ibumu." ledek Ranti.

"Saya tidak takut pada Anda!"

"Mau bersaing merebut kedudukan di perusahaan? Jangan mimpi, tidak semudah itu!"

"Hem … sebenarnya, saya datang ke sini, cukup untuk bertemu bapak saja. Tapi Anda yang memulainya, Jadi keidean juga." balas Amberly, penuh senyum ejekan juga.

Yang ada di ruangan itu, jadi fokus memperhatikan kedua wanita ini.

"Ibumu yang memilih untuk pergi! Otomatis semua haknya sudah diserahkan padaku!"

"Hak yang mana? Hanya sebagai istri kedua? Anak pun bukan darah daging bapak. Jadi, apa istimewanya, nyonya besar jadi-jadian?" kekeh Amberly tambah berani.

"Kamu!" tunjuk Ranti dengan geram. Belum pernah ia dilawan seperti itu.

"Saya hanya mewakili ibu yang telah ditindas hidupnya oleh wanita seperti Anda! Hingga mengalah untuk pergi dan menyelamatkan anaknya supaya tidak dilenyapkan oleh wanita jahat, seperti Anda!" Amberly merasa tidak takut, meski Almira pernah memperingatinya, agar bersikap hati-hati dengan wanita ini.

"Bukankah alasannya, karena ibumu merasa malu? Karena dirinya mandul?"

"Ibu saya tidak mandul. Kenyataannya saya lahir dari rahimnya. Ibu saya pergi, untuk menghindari orang yang ingin membinasakan hidup anaknya." Sorot mata Amberly sangat tajam. "Dan saya merasa yakin, Anda mengetahui keberadaan saya sejak lama." Tatapannya lebih tajam lagi, tidak melepaskan mata Ranti.

"Semakin rame saja dongengannya." Senyum sinis tergambar di sudut bibir Ranti. "Teruskan!" tantangnya.

Amberly melirik Gathan sekilas, lalu ia bicara lagi. "Saya yakin, sekarang. Siapa yang ada di balik orang yang ingin melenyapkan saya. Anda berharap saya mati?"

Ranti malah tertawa terbahak-bahak. "Semakin lucu saja dongenganmu itu. Apakah ibumu yang mengarangnya?"

"Anda boleh tertawa sekarang, sepuasnya! Tapi saya sudah berjanji pada ibu, bahwa saya yang akan merampas semua impian Anda! Hadapi, saya! Lain kali, Andalah yang akan meraung-raung di hadapan saya." Tanpa mengenal takut, Amberly terus membalas tatapan perang wanita itu.

"Buktikan! Siapa diri kamu sendiri. Mulut besarmu itu, tiada guna untuk melawanku!" Ranti mengibaskan tangan dari samping tubuhnya, kemudian segera berlalu dari kamar Berly.

Hening untuk beberapa saat. Gathan tampak serba salah ada di ruangan itu, akhirnya dia undur diri secara perlahan mengikuti langkah ibunya.

Perhatian Amberly kembali pada Berly. Duduk di tepi ranjang sebelahnya.

"Apakah, Bapak dirawat dengan baik?" tanyanya, merasa prihatin.

"Bapak dirawat oleh seorang suster."

Amberly, tersenyum. "Aku akan berusaha merawat Bapak."

"Bapak ingin bertemu dengan ibumu." mohon Berly

"Andai ibu punya kekuatan untuk melawan wanita itu, ibu tidak akan memilih pergi dan membesarkanku dalam kesusahan. Tapi ibu lebih memilih menyelamatkan hidupku dari cakar wanita itu. Pasti Bapak paham, kalau ibu tidak ingin kembali ke sini."

"Bapak rela keluar dari rumah neraka ini, asal kembali hidup bersama Almira. Bapak sangat merindukannya." keluh Berly.

"Sabar, Pak. Ibu sangat menghindari suatu konflik. Sebelum hidup Bapak dalam damai, ibu tidak akan nyaman berada di samping Bapak."

"Bapak sekarang, jadi punya semangat hidup untuk sembuh. Bapak merestui kamu untuk tampil di depan umum, mengaku sebagai anak Bapak."

"Sebenarnya aku tidak terlalu berambisi ke arah sana, Pak. Aku dari lahir sampai dewasa pun hidup susah, tidak jadi masalah. Hanya tindakan sewenang-wenangnya ibu Ranti inilah, yang membuatku ingin melawannya."

"Kamu hati-hati saja."

Amberly tersenyum. "Ibu sudah mengingatkanku."

"Bapak sempat mendengar tadi, soal ada orang yang ingin melenyapkanmu?"

"Aku ingin mengusutnya nanti. Aku punya bukti-buktinya."

"Benaran itu terjadi padamu?" tanya kaget Berly.

"Sudah terjadi, jadi jangan terlalu dipikirkan, Pak. Aku hanya perlu hati-hati saja."

"Kalau benar, Ranti berani melakukan itu. Bapak jadi punya alasan untuk menceraikannya." tekad Berly.

Dia berkata lagi. "Yang paling berat harus kamu lakukan, adalah saat menghadapi para tetua keluarga. Kamu harus benar-benar membuktikan kalau kamu benar-benar darah dagingku."

"Biar mereka yang mengambil Sempel darahku, untuk melakukan tes DNA. Dan tidak boleh ibu Ranti melibatkan dirinya untuk memalsukan hasil tesnya." pesan Amberly.

"Biar Bapak yang urus." katanya memastikan.

****

Sementara Golda sudah kembali ke dunia kerjanya. Dan Sherra sudah mengumumkan ke media, soal putusnya hubungan dengan Golda.

Beberapa waktu Golda jadi diburu wartawan. Ah, memang wartawan kurang kerjaan. Dia bukan seorang aktor, tetapi berita tentang dirinya sangat menjual juga. Pengusaha muda seperti dirinya, cukup menarik paparazzi mengikuti kehidupannya dari waktu ke waktu.

"Intinya, hubungan saya dan Sherra sudah tidak sejalan lagi. Kita berbeda prinsip, sudah tidak bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan." ucap Golda di depan banyak wartawan yang mengelilinginya.

"Ada gosip yang menyangkut soal Sherra, benarkah berselingkuh di belakang Anda?" tanya salah satu dari mereka.

Golda tampak terdiam. "Soal itu, saya tidak tahu. Bagi saya, kita pisah baik-baik."

Golda menutup pertanyaan, tidak bermaksud menjawab lagi. Dia masuk ke ruangan, merasa cukup untuk menghadapi wartawan hari ini.

Saat masuk kantornya, segera dihampiri oleh Raffiq asistennya.

"Jadi artis, heh?" ledeknya.

"Tapi aku sudah lega, terlepas dari hubungan ini." ucap Golda, duduk dikursi kebesarannya.

"Gak takut Sherra, berkata lain bermaksud menjelek-jelekanmu di depan wartawan?"

"Itu soal mudah, Raff. Tinggal tarik investasiku di perusahaannya saja. Habislah ia. Sherra tidak akan berani macam-macam padaku. Ia sendiri yang dalam posisi yang salah. Sekalinya aku mau buka mulut, foto-foto perselingkuhannya ada di galeriku. Jadi apa ia berani cari mati denganku?"

Raffiq sendiri jadi bergidik. "Kamu tetap tidak bisa dikalahkan."

Golda menyunggingkan senyumnya. "Selama ini, Aku sangat menjaga reputasiku. Aku tidak mau bertindak sembarangan."

"Gosip gay kamu itu, pasti akan diungkit kembali sama mereka."

"Tidak jadi soal juga. Setahun kedepan, Abang menulis wasiatnya, agar aku menikahi Amberly."

Dengan muka terkejut. Asistennya itu langsung bereaksi. "Hah?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status